MAKZULKAN
Jakarta, sumbarsatu.com–Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar mempertanyakan logika sejumlah guru besar bidang hukum tata negara seperti Yusril Ihza Mahendra yang menilai persoalan dan kisruh Pemilu 2024 tidak tepat dibawa ranah politik lewat hak angket DPR.
“Ada beberapa profesor sekarang yang ngomong soal angket, yang menurut saya logikanya agak rancu, dengan mengatakan tidak usah angket, ke MK (Mahkamah Konstitusi) saja. Enggak boleh angket,” kata Zainal Arifin Mochtar dalam podcast di kanal YouTube @mojokdotco, dikutip Rabu, 28 Februari 2024.
Zainal Arifin Mochtar menjelaskan hak angket diusulkan minimal 25 orang anggota DPR, lebih dari satu fraksi, dan disertai dokumen berisi materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki serta alasan penyelidikan. Sampai saat ini pengusulan hak angket masih wacana, sehingga dokumennya pun belum ada.
“Saya kira rancunya, satu, kita kan belum tahu nih apa sebenarnya yang mau diangket. Masak dia sudah bilang pasti sama item angket sama item di MK. Kalau saya tanya ke Yusril, kok tahu bahwa itu pasti sama. Emang dokumennya sudah ada? Mana dokumennya?” ucap dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mempertanyakan.
“Maksud saya adalah dia (Yusril) konklusi mendahului analisa, terlalu cepat berkonklusi bahwa ini pasti sama, serupa dan sebangun antara apa yang diangket dengan apa yang dibawa ke MK,” imbuhnya
Lebih jauh akademisi yang akrab disapa Uceng ini menjelaskan permohonan ke MK adalah terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau (PHPU). Karena itu yang akan dipersoalkan adalah, misalnya perolehan suara pasangan Prabowo-Gibran yang mencapai 58 persen.
Sementara yang akan diselidiki dalam hak angket adalah berbagai kebijakan Presiden Jokowi terkait pemilu yang diduga melanggar UU. Seperti cawe-cawe dan politisasi bantuan sosial.
“Yang diangket itu adalah presiden Jokowi dengan cawe-cawenya dan yang di MK itu adalah persoalan 58 persen perselisihan suara. Kan dua hal yang berbeda,” kata salah satu pemeran film dokumenter eksplanatory “Dirty Vote” yang mengungkap berbagai modus kecurangan Pemilu 2024 ini.
“Hukumannya pun berbeda. (Suara) 58 persen itu nanti akan dikatakan berapa hitungan suara yang benar ke arah 02 dan lain sebagainya. Kalau angket ini kan adalah rekomendasi atau kemudian dilanjutkan ke hak menyatakan pendapat untuk menghukum presiden, pemerintah,” sambungnya.
Dia sendiri mendukung DPR menggunakan hak angket tersebut untuk mengembalikan demokrasi dan agar tidak terulang kembali seorang presiden cawe-cawe pada pemilu-pemilu berikutnya.
“Praktik yang terlalu jauh menyimpang ini, harus ditarik kembali ke posisinya dan dijadikan ingatan bahwa jangan lakukan hal yang serupa. Ini demi pembelajaran kita di 2029, enggak boleh ada capres atau presiden yang menggunakan kuasa dengan cara yang sama,” tandasnya.
Mengapa Takut dengan Hak Angket
Sementara itu, pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Assoc. Prof. Dr. Khamim Zarkasih Putro, M. Si mempertanyakan sejumlah pihak yang menolak wacana hak angket DPR.
Menurut Khamim Zarkasih Putro, partai politik maupun pihak yang mengusung paslon yang didukung rezim, tidak perlu takut dengan hak angket. “Kalau merasa baik-baik saja, misalnya Pemilu berlangsung jujur dan adil, tidak perlu takut dengan hak angket,” kata Khamim Zarkasih Putro
Ketua Kapasgama (Keluarga Alumni Pascasarjana) UGM Yogyakarta ini mengungkapkan, jika ada yang takut justru menunjukkan ada permasalahan. Rakyat pun akan menilai bahwa benar penyelenggaraan Pemilu tidak jujur dan adil.
Jadi, kata Khamim, hak angket menjadi salah satu solusi untuk mengungkapkan dugaan kecurangan Pemilu yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif. “Isu atau kekhawatiran terjadinya kecurangan secara TSM perlu mendapatkan kepastian dengan hak angket ini,” tegasnya.
Menurut dia, agar tidak menjadi tanda tanya apakah Pemilu jujur atau tidak, hak angket DPR menjadi solusi tepat. Tidak tepat juga ada pihak yang menghalangi.
Khamim mengungkapkan, hak angket atau hak interpelasi merupakan hak anggota DPR yang dilindungi secara konstitusi. DPR memiliki legal standing untuk melakukan penyelidikan terhadap persoalan yang sedang menjadi perhatian publik.
“Hak angket atau hak interpelasi memiliki legal standing juga ketika anggota DPR melakukan penyelidikan dan penyidikan tentang ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah (Presiden) dalam perhelatan Pileg dan Pilpes 2024,” jelasnya.
Ketua Pusat Studi Kebudayaan Indonesia dan Pengembangan Pendididikan Keagamaan UIN Sunan Kalijaga ini mengatakan, hak angket ini sebenarnya juga bisa mengembalikan kepercayaan rakyat kepada DPR. Dalam beberapa tahun belakangan ini, tingkat kepercayaan terdapat lembaga legislatif menurun.
“Rakyat akan kembali percaya dengan wakilnya di Senayan jika aspirasi mayoritas rakyat yang mendukung hak angket bisa diwujudkan,” tegasnya.
Solusi Terbaik
Tidak bisa disangkal, belakangan ini gejolak akibat adanya dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 menyita perhatian publik yang diombang ambing dengan pernyataan para elite Paslon Presiden-Wakil Presiden yang sama-sama mengklaim kebenaran pihaknya.
Hal ini sangat mengganggu alam pikir publik, yang bertanya-tanya tentang semua informasi yang diterima.
Di pihak lain, elite dari Paslon 01 dan 03 yang merasa dirugikan pun tampil dengan data yang valid dan tak terbantahkan terkait kecurangan yang dilakukan paslon 02.
Oleh sebab itu, Sekretaris Jenderal Bintang Mercy Perubahan (BMP), M Hasyim Husein menyatakan sepakat jika Hak Angket segera dilaksanakan oleh DPR RI agar masyarakat tidak bertanya tanya lagi tentang suatu kebenaran.
“Bangsa Indonesia sudah sangat dewasa dalam berpolitik sehingga jika disajikan informasi yang membingungkan, mereka akan berusaha mencari solusi terbaik untuk memecahkan masalah tersebut,” ujarnya.
Dalam persoalan adanya dugaan kecurangan yang dilakukan secara Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) oleh Paslon 02, M Hasyim mengingatkan para Ketua Partai Politik, PDIP, NasDem, PKB dan PKS agar menyatukan langkah dan segera mengeluarkan instruksi partai kepada anggotanya di parlemen untuk menggelar Hak Angket dan Pansus Pemilu 2024.
“Dan kepada pihak yang tidak menginginkan adanya Hak Angket jangan menciptakan suasana yang tidak kondusif sehingga merugikan masyarakat. Bersikap dewasalah, jangan takut kalau tidak salah.”
Hak Angket adalah langkah konstitusional yang dimiliki oleh setiap anggota DPR RI.
Melalui Hak Angket, DPR bisa memanggil semua pemangku kepentingan untuk dimintai keterangan terkait pelaksanaan Pemilu yang disinyalir sarat dengan kecurangan untuk memenangkan Paslon tertentu yang besar dugaan di dukung oleh pengelola negara mulai dari Presiden sampai tingkat Kepala Desa.
Jadi, tidak ada kata lain selain Hak Angket dan Pansus DPR harus segera digelar sebelum hasil pemungutan suara yang sarat dengan dugaan kecurangan segera dilaksanakan.
Bintang Mercy Perubahan mendesak keempat partai politik yang dikomandoi oleh PDIP untuk menggelar Hak Angket dan Pansus DPR RI. SSC/KBA