foto https://surabayapagi.com
Madiun, sumbarsatu.com—Diskusi dan bedah buku Reset Indonesia yang digelar di Pasar Pundensari, Desa Gunungsari, Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun, Sabtu malam (20/12/2025), dibubarkan aparat pemerintah dan kepolisian sesaat sebelum acara dimulai. Peristiwa ini terekam dalam video yang beredar luas di media sosial dan memicu sorotan publik.
Acara tersebut diselenggarakan oleh sejumlah komunitas setempat dengan menghadirkan langsung tim penulis Reset Indonesia, yakni Dandhy Laksono, Farid Gaban, Yusuf Priambodo, dan Benaya Harobu. Diskusi dirancang terbuka untuk umum dan dihadiri puluhan peserta dari berbagai kalangan.
Dalam video yang diunggah akun Instagram @idbaruid, terlihat seorang pria mendatangi lokasi dan meminta panitia serta peserta membubarkan diri. “Pulang mas, pulang aja,” ucapnya. Ia juga menyebut kegiatan tersebut tidak murni seni dan budaya karena dituding “ditunggangi Reset Indonesia”.
Panitia menyebut pembubaran dilakukan atas tekanan langsung dari aparat kecamatan dan kepolisian dengan alasan kegiatan tidak mengantongi izin. Sejumlah pejabat setempat—mulai dari camat, lurah, sekretaris desa, Babinsa, hingga aparat kepolisian—datang ke lokasi dan meminta acara dihentikan.
Ketua panitia diskusi, Gizzatara, menegaskan bahwa pihaknya telah menyampaikan surat pemberitahuan kegiatan kepada Polsek Madiun sebelum acara digelar. Namun, intervensi tetap terjadi. Ia juga mengungkapkan adanya larangan terhadap kehadiran Dandhy Laksono sebagai salah satu narasumber.
“Pak Camat Madiun secara tegas melarang kegiatan diskusi di Pundensari dan meminta acara ini dibubarkan,” kata Gizzatara. Menurutnya, diskusi tersebut murni bersifat intelektual dan edukatif, tanpa agenda politik praktis atau provokasi.
Situasi di lokasi sempat menegang. Sejumlah peserta yang baru tiba diminta pulang, sementara peserta yang telah berkumpul diminta membubarkan diri. Acara akhirnya dihentikan saat persiapan hampir rampung.
Salah satu penulis Reset Indonesia, Dandhy Laksono, menyampaikan kekecewaannya atas pembubaran tersebut. Ia menyebut diskusi buku ini telah digelar di sedikitnya 47 kota di Indonesia sejak diluncurkan pada Oktober 2025 dan baru kali ini dibubarkan oleh aparat.
“Ini pertama kalinya diskusi Reset Indonesia dibubarkan. Kami hanya ingin berbagi gagasan,” ujar Dandhy. Ia menilai peristiwa ini justru mencerminkan persoalan yang dibahas dalam bukunya.
“Apa yang terjadi malam ini persis seperti isi buku kami. Ruang diskusi dipersempit, gagasan dicurigai. Inilah salah satu alasan kenapa kami menulis Reset Indonesia,” tegasnya.
Dandhy berharap kejadian serupa tidak terulang dan ruang diskusi publik tetap dijaga sebagai bagian penting dari kehidupan demokrasi. “Diskusi buku seharusnya tidak ditakuti. Ini tentang berpikir bersama demi Indonesia yang lebih baik,” pungkasnya.
Pembubaran ini berdampak langsung pada hak warga negara untuk berkumpul, berpendapat, dan memperoleh informasi. Dalam konteks HAM, kebebasan berekspresi dan berkumpul dijamin oleh Pasal 28E dan Pasal 28F UUD 1945, serta menjadi pilar utama dalam praktik demokrasi. Pembatasan terhadap ruang diskusi publik, terlebih tanpa dasar hukum yang jelas, berpotensi melanggar prinsip-prinsip tersebut.ssc/mn/surabayapagi.com