Bukittinggi, sumbarsatu.com – Anggota Komisi II DPR RI, Dr. (Cad.) H. Muhammad Giri Ramanda Nazaputra Kiemas, SE., MM, menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Hal itu disampaikan Giri Ramanda saat didampingi Director of DEEP Indonesia, Dr. (Cad.) Neni Nur Hayati, M.Ikom, dan akademisi Dr. Khairul Fahmi.
Menurutnya, Komisi II DPR RI selama ini tidak pernah membahas soal pemisahan pemilu, melainkan fokus pada sistem pemilu terbuka atau tertutup.
Ia menegaskan, evaluasi dan penyempurnaan sistem pemilu memang perlu dilakukan. Namun, masih ada sejumlah persoalan yang belum tuntas, termasuk penegakan hukum (Gakkumdu) dalam penyelesaian perkara pemilu. Dari 79 kasus yang ada, kata Giri, hanya sedikit yang dilanjutkan ke tahap Gakkumdu.
Selain itu, ia menyoroti adanya kontradiksi antara UU No. 22E dan UU No. 18, ditambah putusan MK yang dinilainya menimbulkan persoalan baru dalam rezim pemilu.
“Saya khawatir perubahan satu undang-undang dapat membuka kotak Pandora, dan berpotensi memunculkan masalah baru, seperti yang sering disebut ‘UU Siluman’,” ujar Giri.
Giri berharap, seluruh permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara bijak agar tidak memicu konflik yang lebih besar. ssc/rel
