Berkuda di Korean Folk Villages

Bagian 2 dari 3 Tulisan

Minggu, 15/10/2023 01:25 WIB
berkuda

berkuda

OLEH Ivan Adilla (Dosen Jurusan Sastra Indonesia FIB Unand)

Di seberang jalan kecil, ada beberapa rumah kayu dengan dinding tanah liat. Tiangnya dari kayu sebesar betis, sedangkan bubungannya dari bambu yang diikat dengan tali rami. Atapnya terbuat dari potongan kayu sebesar telapak tangan yang disusun sehingga mirip sirap. Ada lagi rumah tanah liat yang atapnya dari jerami. Rumah-rumah itu kelihatan ringkih dan amat sederhana dibanding rumah bangsawan yang terletak tak jauh di utaranya. 

 Rumah kaum bangsawan ditandai dengan gerbang besar berukir dari tembok. Tiang bangunannya dari kayu keras dengan lebih tinggi sehingga bangunan itu terkesan megah. Di bagian samping rumah utama ada bilik pelayan, kamar mandi, kandang kuda dan sapi, gudang alat-alat pertanian, dan toilet. Di depan rumah berderet kendi-kendi besar, sebagian ditanam di tanah dan yang lain di permukaan tanah.

Di kendi itulah kimchi- sayuran pedas yang difermentasi dengan bahan utama cabai, sawi dan lobak - disimpan sepanjang musim dingin. Sepanjang musim dingin sayuran tak bisa tumbuh di daratan Korea, maka kimchi menjadi pengganti sayuran

“Wah, pertunjukan berkuda dimulai sebentar lagi.” Muthia, keponakan kami mengingatkan sambil menunjuk arolji di tangannya. 

“Ayo cepat. Nanti kita tak dapat tempat duduk,” ujar saya.

Bergegas kami menuju arena pertunjukan yang terletak di lapangan terbuka di arah kanan. 

Hanya di Korean Folk Village ada pertunjukan keterampilan berkuda yang asyik. Pertunjukan dibuka dengan pertunjukan akrobat. Seorang lelaki muda dengan penutup kepala mengenakan pakaian gombrong mirip pakaian silat, meniti tali sambil membawa sebuah galah panjang.

Ia berjalan tertatih dari ujung yang satu ke ujung yang lain, sambil sesekali berpura-pura  terpeleset, sehingga penonton terpekik berteriak. Ia kemudian memperkenalkan diri sebgai tokoh dari cerita rakyat Korea yang popular.

Seorang pemain lain muncul di ujung yang lain dan mereka mulai berdialog. Dialog lucu dan kadang romantik. Juga ada teka-teki, sehingga penonton tergoda untuk menjawab.  Pada bagian selanjutnya, kedua pemain berkelahi di seutas tali, sesekali tersangkut, jatuh, naik lagi dan terpeleset lagi, bergumul dengan gerak lucu. Tingkah kedua pemain akrobat yang berperan sebagai aktor itu sungguh mengaduk emosi. Pertunjukan pembuka itu diakhiri lagu rakyat berirama riang.

Petunjukan kedua berupa tarian rakyat dengan gerak akrobastis yang indah. Para penari wanita dalam pakaian hanbok berwarne merah cerah dengan celana panjang biru terang, menari kipas sambil berlenggok. Beberapa dari mereka menari sambil memainkan alat musik sejenis gendang. Diikuti penari pria yang membawa tali tipis yang diikat pada tongkat. Tarian ditutup dengan gerak penari laki laki berputar sambil mengembangkan kaki dang tangannya yang berisi tali.   Dengan gerakan cepat, penari itu berputar layaknya roda. 

Pertunjukan yang paling ditunggu adalah keterampilan berkuda. Beberapa kuda yang terlatih berlari mengelilingi lapangan, dengan penunggang tanpa pelana. Setelah satu putaran, penunggang berdiri di atas punggung kuda. Mulanya satu dengan dua kaki, setelah itu satu kaki dan akhinya salah sesorang dari mereka jatuh dari punggung kuda.

Penonton menahan napas, tapi penunggang itu dengan cepat melompat lagi ke atas punggung kuda dan kini dengan psosi terbalik; kepala ke bawah dan kaki ke atas sementara kuda terus berlari sekeliling lapangan.

Pertunjukan berkuda berikutnya adalah memanah dan menombak di atas kuda berlari. Sasaran di letakkan arah luar arena dan para pemain menembak sasaran itu dari atas kuda yang sedang berlari kencang.  Ada pemain yang berhasil menembak tepat sasaran, tapi ada juga yang gagal.

Pertunjukan keterampilan berkuda terakhir adalah pemain membentuk formasi bertingkat di atas kuda yang sedang berlari.

Dimulai dengan satu kuda satu orang pemain, kemudian masing-masing pemain berdiri di punggung kuda seorang pemain kemudian melompat  dua kuda belari berjejer. Setelah itu ada pemain ketiga yang naik ke punggung pemain pertama, dan kedua. Kaki pemain ketiga itu di punggung pemain lain yang berada di kuda berbeda. Belum lagi tepuk tangan berhnti, menyusul kuda ketiga dengan dua pemain di atasnya.

Kuda ketiga mengambil posisi di samkping dua kuda sebelumnya dan pemain aling atas begabung membentuk formasi piramida. Pemain terakhir mendekat ke posisi tiga kuda lain, merangkak di punggung sslah seorang pemain hingga mencapai pundak.

Kini ada enam pemain membentuk formasi piramida tingkat tiga yang dibawa oleh tiga kuda yang berlari bersamaan. Di belakang, seekor kuda berlari sendirian karena pengendaranya kini di bagian paling atas.  Pertunjukan berkuda pun usai. (ivan adilla)



BACA JUGA