Kerja Sampingan Mahasiswa

-

Jum'at, 15/09/2023 06:01 WIB
Ilustrasi kerja sampingan mahasiswa di Kores > sumber foto https://2.bp.blogspot.com/

Ilustrasi kerja sampingan mahasiswa di Kores > sumber foto https://2.bp.blogspot.com/

OLEH  Ivan Adilla (Dosen Jurusan Sastra Indonesia, FIB Unand)

SUATU sore sepulang kuliah. Seorang mahasiswi, Hae-jun, mengajak saya dan seorang mahasiswi lain pulang bersama menuju asrama dengan mobil. Sebuah sedan Mercedez-Benz model baru yang dipinjamkan ayahnya untuk kuliah.

“Bapak saya ke kantor naik kereta api. Lebih murah dan juga lebih cepat sampai,” jelasnya ketika saya tanya kenapa dia dipinjamkan mobil oleh orang tuanya. “Sedangkan saya, kalau naik mobil umum perlu waktu satu setengah jam. Kalau naik mobil sendiri, hanya butuh waktu dua puluh menit saja.”

Dua hari kemudian, tak sengaja saya melihat telepon genggam Hae-jun. Monitornya pecah dan retakan kecil menjalar hampir ke seluruh permukaan layarnya.

Kok tidak diganti?” tanya saya iseng. 

“Nanti saja. Kalau sudah ada uang untuk memperbaikinya.”

Kan bisa minta uang ke orang tuamu?” pancing saya lagi.

“Oo. Tak bisa, Bapak. Ini hadiah ulang tahun dari orang tua saya. Saya harus memeliharanya. Kalau rusak atau pecah, saya yang harus memperbaikinya,” ujar Hae-jun  

“Setiap orang dewasa harus bertanggung jawab pada barang miliknya sendiri. Tidak boleh minta tolong pada orang tua.”

Di awal semester berikutnya, saya berjumpa Hae-jun di lorong gedung kuliah. Di tangannya tergenggam handphone yang sudah diganti layar monitornya.

“Nah, kan cantik kalau diperbaiki…” komentar saya. 

 “Iya, ini saya perbaiki dengan hasil kerja part time semester lalu,” balas Hae-Jun sambil tersenyum. Matanya berbinar dan wajahnya riang. 

Di Korea, mahasiswa yang bekerja part-time sesuatu yang biasa, dan bukan cela. Mereka bisa bekerja di mana saja. Hae-jun bekerja part-time sebagai penjaga toko di sebuah minimarket tak jauh dari kampus.

Park Jeong-been, mahasiswa yang lain, bekerja paruh waktu di wahana mainan anak di Everland, tempat wisata yang bisa dijangkau satu kali naik bis dari kampus.

“Saya suka anak-anak.” alasan wanita bertubuh mungil nan lincah itu ketika ditanya tentang pilihan tempat kerjanya.

Sementara Won-Byeun, yang menyenangi pacuan kuda, memilih bekerja sebagai penjual karcis di arena pacuan kuda.

“Saya bisa bekerja dan menonton sekaligus. Sesekali ikut berjudi juga…”  ujarnya.

Ada lagi yang bekerja sebagai pelayan di restoran, penjaga konter kosmetik atau penjual karcis di gedung pertunjukan.

Tidak selalu mudah mendapatkan tempat kerja sampingan yang cocok.  Yeon-na, misalnya, harus beberapa kali pindah tempat kerja.

“Teman kerja saya tidak bagus. Dia pemalas dan suka curang,” katanya menjelaskan kenapa ia berhenti kerja di restoran. Setelah beberapa kali pindah, Yeon-na akhirnya diterima menjadi pramuniaga di tempat yang sangat ia senangi, toko alat kecantikan.

Soe-un adalah mahasiswa yang berasal dari Pulau Jeju, sebuah wilayah wisata dan pertanian yang terkenal. Gadis berwajah tirus itu merupakan anak tunggal dari pasangan petani jeruk di wilayah Pulau Jeju. Jeruk jeju terkenal karena rasanya yang manis. Bila musim panen jeruk tiba, orang tua Soe-un selalu mengirimkan beberapa kardus jeruk untuk dibagikan ke teman-temannya di asrama. Kalau ada kiriman jeruk, saya selalu kelimpahan buah bulat berwana kuning terang itu. 

Soe-un bertubuh semampai. Ia menyukai potongan rambut pendek, sehingga kulit lehernya yang putih halus terlihat jelas. Hobinya yang utama adalah berenang dan membantu orang lain.  “Karena saya sangat tertarik hotelier, saya kerja paruh waktu di hotel,” tulisnya ketika diminta menceritakan pengalamannya bekerja paruh waktu.

“Saya merawat pelanggan kolam renang hotel. Hotel ini sangat besar dan mewah. Saya dalam suasana hati yang baik untuk bekerja di tempat yang bagus.”

Meski anak tunggal dalam keluarganya, Soe-un tidak manja. Punya penghasilan sendiri baginya adalah sebuah kebanggaan.

“Sangat sulit untuk bekerja sepuluh jam sehari. Tapi itu bagus untuk bisa mendapatkan pengalaman tentang harapan di masa depan. Saya bangga dengan fakta bahwa saya menghasilkan uang,” tulisnya lagi.

Choi Yeeun, mahasiswa bertubuh atletis, pernah tinggal cukup lama bersama orang tuanya yang mengelola sebuah restoran sea-food di Bali. Bahasa Indonesianya cukup bagus. Kemampuan itu ia manfaatkan untuk bekerja sampingan menerima terjemahan bahasa Indonesia ke bahasa Korea, dan sebaliknya. Ada saja yang memberinya kerja sampingan itu. Kadang dari radio, perusahaan, toko, bahkan industri kosmetik yang sedang menyurvei selera konsumen Indonesia. Katanya, paling sulit itu adalah jika dia harus menerjemahkan dialog.

“Saya menerima kerja terjemahan bahasa Indonesia. Tadi malam saya mengerjakan tugas itu selama 3 jam di kamar saya. Ini sangat sulit karena tokoh utama video berbicara terlalu cepat. Saya harus menyelesaikan kerja sampai malam ini,” tulisnya.

Na-Jeong, mahasiswi berambut sebahu yang ramah, juga bekerja sampingan sebagai penerjemah.  Ia telah beberapa kali ke Indonesia dan mengunjungi banyak kota antara lain Yogyakarta, Makassar, Jakarta dan Bogor.  Katanya, menjadi penerjemah membuat ia jadi sering ketemu orang asing, punya banyak teman dari berbagai negara.

Saat acara ASEAN Week di Seoul, Na-Jeong menjadi penerjemah untuk rombongan dari Indonesia. Sementara temannya, Ji-Hyan, bertugas untuk rombongan Malaysia. Menjelang tugasnya berakhir, keduanya mendapat tanda mata dari rombongan yang dibantunya

“Selembar kain tradisional yang bagus,” ujar Na-jeong, menunjukkan foto ulos yang diberikan rombongan musik opera Batak yang dipandunya.

“Kalau saya diberi kenangan pakaian tradisional,” kata Ji-Hyan sambil memperlihatkan baju kurung khas Malaysia.

Tentu saja tidak semua mahasiswa memburu kerja part-time saat akhir pekan. Ada juga yang mengisi akhir pekan untuk mengerjakan hobi sendiri. Ada yang membuat kerajinan dari lilin dan menjualnya di bazar. Yang lain melukis, membuat desain, jadi fotografer, berlatih drama, hingga membuat konten untuk aplikasi YouTube. Yang jelas, tiap mahasiswa mengisi waktu libur akhir pekan dengan kegiatan yang produktif.

Gaji pekerja part time per jamnya sebesar 80.000 KW atau sekitar Rp.950 ribu. Meski gajinya lumayan, setiap orang hanya bisa bekerja maksimal sepuluh jam saja seminggu. Biasanya, mahasiswa bekerja empat-lima jam sehari tiap akhir pekan. Saat ujian musim ujian atau minggu-minggu sibuk mengerjakan tugas, mereka libur bekerja. Dari kerja part-time selama empat bulan, seorang mahasiswa bisa mengumpulkan 50.000-60.000 KW, atau sekitar lima puluh hingga tujuh puluh juta rupiah.

Menjelang libur semester, tiap mahasiswa sudah menyusun rencana liburan mereka. Uang hasil kerja part-time akan mereka gunakan untuk berwisata ke negara lain yang sedang mereka pelajari. Mahasiswa dari Jurusan Indonesia akan berkunjung ke Bali, Yogya, Lombok, Bogor, Jakarta. Ada lagi yang memilih berkunjung ke Kinibalu, Kuala Lumpur, atau Pulau Penang, di Malaysia. Hal yang sama dilakukan mahasiswa dari jurusan bahasa Jepang, Perancis, Arab atau Yunani. 

Pendek kata, pada libur semester, mahasiswa Korea akan menyebar ke berbagai tempat di belahan dunia. Mereka membeli tiket pesawat, membayar biaya penginapan, transportasi, hingga belanja oleh-oleh dengan uang dari kerja part-time.

Dengan uang hasil keringat mereka sendiri.  Anak-anak muda itu berkelana sambil bewisata, menikmati makanan, dan membeli oleh-oleh. Yang tak kalah penting adalah bisa merasakan kehidupan di negeri lain dan menggunakan bahasa asing bersama penutur asli. Itulah cara mereka mendapatkan penghasilan dan memanfaatkannya sesuai dengan minat dan bidang studi mereka.

“Kamu mau libur ke mana musim libur ini?” tanya saya pada Hae-Jun. Senja itu saya diantar Hae-jun dan Park Jeong-been ke asrama. 

“Rencananya mau ke Vietnam,” jawabnya. “Sepertinya tabungan dari kerja part-time semester ini cukup untuk perjalanan saya. Saya lebih rajin bekerja pada semester ini.”

Meski libur kuliah, mahasiswa tetap mendapat uang bulanan dari orang tua mereka. Jumlahnya hanya cukup untuk biaya sehari-hari.

“Tapi untuk berwisata, untuk jalan-jalan dan bersenang-senang, tak boleh menyusahkan orang tua,” kata Hae-jun sambil menginjak rem. Mercy berwarna putih itu pun berhenti di halaman parkir asrama. (ivan adilla)



BACA JUGA