Ali Sukri Sandang Doktor dengan Predikat Cum Laude

--

Sabtu, 21/01/2023 21:20 WIB
Promevendus Ali Sukri sedang mempresetasikan proses cipta karya tari “Silek Sitaralak” di depan 9 orang penguji.

Promevendus Ali Sukri sedang mempresetasikan proses cipta karya tari “Silek Sitaralak” di depan 9 orang penguji.

Pilubang, sumbarsatu.com—Promevendus Ali Sukri resmi menyandang gelar doktor setelah berhasil mempertahankan penciptaan karya tari “Silek Sitaralak” di hadapan 9 orang penguji dari ISI Surakarta dan ISI Padang Panjang, Jumat (20/1/2023) di Nagari Pilubang, Sungai Limau, Padang Pariaman dengan predikat Cum Laude (pujian) pada Program  Studi Seni Program Doktor Penciptaan dan Pengkajian Seni Tari di Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta.

“Setelah melihat pertunjukan karya cipta tari promevendus Ali Sukri di dua lokasi berbeda, dan akumulasi dari proses perkuliahan yang diikuti selama 3,5 tahun pada Program  Studi Seni Program Doktor Penciptaan dan Pengkajian Seni Tari di Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta, maka dengan selesainya presentasinya, tim penguji telah ambil keputusan dalam rapat, malam ini Ali Sukri dinyatakan lulus predikat Cum Laude dengan nilai 3,86,” kata Prof. Dr. Bambang Sunarto,  S.Sen., M.Sn, Ketua  Tim Penguji, Jumat (20/1/2023) malam diiringi tepuk tangan ratusan penonton.   

Bambang Sunarto lebih jauh mengatakan, Ali Sukri merupakan sosok penting dalam dunia seni tari di Indonesia. Ia salah seorang seniman, koreografer yang kini sudah menyandang gelar doktor.      

“Ini capaian terbak pada jenjang akademik di ISI Surakarta. Ali merupakan “aset” penting dalam dunia kesenian. Untuk itu, perlu didukung pelbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, institusi, dan sebagainya agar karya-karya ciptanya terus mengalir dan berdampak pada kebudayaan kita,” tambah Bambang Sunarto, yang juga Wakil Rektor ISI Surakarta ini.

BACA JUGA:  Sukri Hadirkan “Silek Sitaralak” untuk Raih Doktor Cipta Tari

Sementara itu, Dr. Sahrul N, S.S., M.Si, salah seorang penguji dari ISI Padang Panjang menjelaskan, secara keseluruhan apa yang ditampilkan Ali Sukri dalam “Silek Sitaralak”, sudah tepat dengan apa yang dikonsepkan dan dideskripsikan dengan karya yang dihasilkan kendati beberapa hal teknis perlu dibenahi

Menurut alumnus Program Doktor Penciptaan dan Pengkajian Seni Teater di Pascasarjana ISI Surakarta ini, karya Ali Sukri “Silek Sitaralak” memperlihatkan bahwa silek hanya sebagai dasar untuk menggambarkan fenomena yang lebih luas. Penampilan bagian pertama di Pantai Mangguang tentang lingkungan alam dan abrasi pantai mengancam kehidupan sosial di sekitar. Lalu pada pertunjukan kedua di halaman rumah gadang di Pilubang yang menggambarkan kegagalan alih generasi lapis kedua terhadap silek tradisi sitaralak yang tidak berjalan dengan baik. Sementara lapis pertama warisan silek berjalan baik.

“Penampilan "Silek Sitaralak" secara tontonan cukup menarik, namun ada beberapa yang perlu dibenahi seperti musik yang monoton terutama pada karya yg di pantai. Hal ini mungkin disebabkan oleh gerak penari utama yang juga sedikit monoton,” kata Sahrul N, yang juga dosen Fakultas Seni Pertunjukan ISI Padang Panjang.

Dalam pertunjukan “Silek Sitaralak”, Ali Sukri menampilkan tari “Silek Sitaralak”  di dua lokasi dalam waktu yang berbeda. Untuk pertunjukan pertama digelar di Pantai Mangguang, Kota Pariaman.  

Saat mempertahankan karyanya depan 9 penguji itu, salah seorang penguji Dr. Dr. Eko Supriyanto, S.Sn., M.F.A, yang juga Ko Promotor I menanyakan keterkaitan abrasi pantai dengan pewarisan silek sitaralak dalam proses penciptaan karya tari “Silek Sitaralak”, Ali Sukri menjawab dengan lancar dan tepat.

“Pantai Manggung merupakan representasi dari rusaknya alam karena abrasi. Ancaman abrasi dan hempasan ombak ke pantai menjadi ancaman bagi masyarakat dan rusaknya lingkungan. Penanam pinus di Pantai Mangguang bukan solusi yang tepat untuk menyeimbangkan lingkungan di pantai itu. Hal yang sama juga terjadi pada silek sitaralak. Ancaman akan punahnya tradisi sangat besar karena pewarisan kepada generasi muda tidak berjalan dengan baik. Begitu keterkaitan dan benang merah menghubungkan keduanya pertunkukan itu,” urai Ali Sukri.  

Lebih jauh ia jelaskan, penciptaan karya tari “Silek Sitaralak” ini menggambarkan keprihatinan dan kecemasan terhadap dua hal itu. Kondisi silek tradisional di Pariaman yang sudah tergerus. Sama halnya dengan pantai yang tergerus air laut yang menyebabkan abrasi yang luar biasa.

“Penciptaan karya tari ini memiliki dua fokus, yaitu pelestarian silek dan kondisi alam kawasan pantai. Basis utama penciptaan tari ini adalah silek tradisi yang sudah mengakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau kendati kini sudah tergerus. Sama halnya dengan kondisi alam pesisir pantai di Piamanm,” kata Ali Sukri kepada sumbarsatu, setelah selesai ujian.

Ia menjelaskan, dalam proses kreatif penciptaan karya tari kontemporer ini, dikontruksi dari reinterpretasi tradisi silek yang bersentuhan dengan alam pantai.

“Karya ini sebagai salah satu upaya pelestarian silek sitaralak, juga sekaligus kritik “pemerkosaan” terhadap kawasan pantai dengan sewenang-wenang tanpa mempertimbangkan kearifan lokal sosial,” urai pendiri Sukri Dance Theater ini.

Dihadiri Wali Kota Pariaman

Wali Kota Pariaman Genius Umar memberikan apresiasi yang sangat positif terhadap capaian Ali Sukri, dan memilih Pantai Mangguang sebagai tempat pertunukannya.

“Sebuah kebanggaan, Pantai Mangguang, dijadikan tempat pagelaran seni tari kontemporer dan promosi doktor. Ini akan berdampak pada keingintahuan masyarakat terhadap pantai ini. Orang akan mengenal pantai yang memang rawan abrasi ini, tapi upaya untuk mengurangi dampaknya sudah dilakukan dengan mananam pohon pemasangan batu grid,” kata Genius Umar yang ikut menyaksikan pertunjukan tari “Silek Sitaralak”.     

Pertunjukan di Pantai Mangguang di petang hari ini direncanakan memanfaatkan bias cahaya matahari terbenam untuk efek artistik, namun karena mendung dan hujan, apa yang diharapkan tak tercapai. Tapi tak mengurangi nilai pertunjukan.

Ujian penciptaan karya tari ini dihadiri Dr. Febri Yulika, S.Ag., M.Hum, Rektor ISI Padang Panjang beserta sivitas akademika, budawayan dan sastrawan Dr Hermawan, M.Hum, Ary Sastra, S,S (sastrawan), Yeyen Kira (aktivis budaya), Asro (pegiat budaya), Delni Harlaku dan Yuni Ramadhani dari Sanggar Mutiara Minang, Aprimas, S.Pd., M.Pd., (Kepala Bidang Warisan Budaya dan Bahasa Minangkabau Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat, Camat Sungai Limau, Wali Nagari dan Kepala Korong Nagari Pilubang, tokoh masyarakat Pilobang, mahasiswa ISI Padang Panjang dan lainnya. SSC/MN



BACA JUGA