Ilustrasi Foto dw.com
OLEH Ivan Adilla (Dosen Jurusan Sastra Indonesia, FIB Unand)
Suatu sore, saya melihat sebuah tas tangan wanita di bangku taman halaman asrama. Sejak dua hari belakangan, lingkungan asrama terlihat lebih sibuk. Kuliah musim panas telah berakhir, kampus akan memasuki libur semester, dan asrama segera dikosongkan.
Orang tua mahasiswa datang untuk menjemput anak-anak mereka untuk pulang menikmati liburan. Tas di bangku taman itu, agaknya, milik salah seorang orang tua mahasiswa yang menjemput anaknya.
Hingga senja bahkan malam hari, saya lihat tas itu masih di tempat yang sama. Malamnya saya mendatangi petugas sekuriti untuk memberitahukan bahwa ada tas yang tertinggal. Kami bersama-sama mendatangi taman untuk melihat tas itu. Setelah mengamati sebentar, sekuriti itu bilang,
“Biar saja di sana. Mungkin besok atau lusa pemiliknya datang mengambil,” ujarnya.
Wajahnya tenang sama sekali tak membayangkan kekhawatiran.
Tiga hari lamanya tas wanita berbahan kulit itu terlantar sendirian di bangku taman. Pada hari keempat, saya lihat sekuriti mengambilnya dan membawa tas itu ke kantornya. Seminggu kemudian, sekuriti yang sama memberitahu saya bahwa wanita pemilik tas telah menjemput barangnya yang tertinggal.
Kartu ATM
Maharani, ahli linguistik bahasa Melayu asal Malaysia, baru sebulan mengajar di kampus HUFS. Puan Rani, begitu kami biasa menyapa, datang bersama anak dan suaminya, Iwan. Keluarga kecil itu tinggal di lantai lima, satu lantai di atas kamar saya.
Suatu siang, selagi duduk di taman asrama. Saya lihat Puan Rani berjalan tergesa dari apartemen menuju minimarket. Sebentar kemudian, dengan wajah tegang, wanita itu meluncur menuju jalan setapak ke arah luar asrama.
Setengah jam kemudian, Puan Rani sudah kembali. Kini dengan langkah santai dan wajah cerah.
“Puan tadi dari mana?” tanya saya.
“Oh, saya baru saja dari kantor bank dekat kampus,” jawabnya.
“Tadi saya ketinggalan kartu bank di mesin ATM di mini market. Saya baru ingat ketika sudah sampai di kamar. Jadi saya buru-buru balik ke minimarket untuk melihat apakah kartu bank saya ada di sana. Ternyata tak ada. Ketika ditanya, petugas minimarket bilang tak tahu. Jadi saya cepat-cepat ke kantor bank untuk memblokir. Di sini siapa saja bisa menggunakan kartu ATM untuk belanja, kan? Tak perlu password. Tanda tangan pun, asal coret saja, sudah okelah”
“Terus gimana? Sudah diblokir?”
“O, tak perlu”
“Kenapa?”
“Nah, itulah…” katanya sambil menarik nafas. “Ternyata begitu saya sampai di bank dan melapor, petugasnya malah memberikan kartu bank saya yang hilang…”
“Kok bisa?” tanya saya heran.
“Ternyata ada mahasiswa yang menemukan kartu itu dan datang ke bank untuk melaporkannya”, jelas Puan Rani. “Duh, saya ni merasa berdosalah. Sudah berburuk sangka akan kehilangan uang. Ternyata, orang Korea baik sekali ya. Beda dari tempat saya…”
Polisi Bekerja Senyap
Polisi Korea tampaknya lebih suka bekerja dalam senyap. Kecuali di persimpangan jalan saat keramaian. Jarang sekali kita saksikan polisi di tempat terbuka. Hampir tak terlihat ada polisi yang petantang-petenteng berlagak menunjukkan seragamnya. Kerja polisi bukan petantang-petenteng, tapi mengawasi situasi melalui monitor yang terhubung dengan CCTV di wilayah sekitar. Jika ada masalah, baru mereka turun tangan.
Mbak Diyas, pengusaha biro perjalanan haji asal Yogyakarta, menceritakan pengalaman menarik tentang kepemilikan CCTV di apartemennya di Itaewon.
“Suatu pagi dua orang polisi datang ke rumah. Mereka minta izin untuk meminjam dan melihat rekaman video CCTV. Rupanya, ada yang membuang bayi di tempat sampah di toko di depan rumah saya. Kebetulan CCTV saya mengarah pas ke tempat sampah. Polisi bilang, mana tahu dari rekaman CCTV di tempat saya, pelakunya bisa ditemukan,” katanya memulai kisah.
Mbak Diyas mempersilahkan polisi membuka rekaman CCTV miliknya. Ia juga menyediakan teh dan penganan kecil untuk kedua aparat negara yang sedang bekerja itu. Setengah hari bekerja, polisi menemukan sosok pembuang bayi yang mereka cari. Data video itu dihubungkan dengan kantor polisi, dan dalam waktu singkat mereka bisa melacak identitas pelaku.
“Dua hari kemudian polisi datang lagi. Untuk mengucapkan terima kasih. Pembuang bayi itu telah ditangkap,” jelas Mbak Diyas. (ivan adilla)