Jalan-jalan Budaya: Rumah Gadang di Tepian Kota Padang

-

Minggu, 06/02/2022 15:49 WIB
Rumah Gadang Kajang Padati Bawah Mangga  Koto Tangah, Padang

Rumah Gadang Kajang Padati Bawah Mangga Koto Tangah, Padang

OLEH Yenny Narny (Dosen FIB Unand)

Rumah gadang menjadi simbol fisik adat yang ikonik di Sumatra Barat. Bentukya yang unik, dengan ukiran-ukiran yang indah serta memiliki atap bergonjong (berbentuk runcing di ujungya) menjadi ciri khas tersendiri bagi rumah adat Minangkabau. Namun, banyak yang tidak mengetahui bahwa terdapat jenis rumah gadang yang tidak memiliki atap bergonjong, yaitu rumah gadang Kajang Padati (Refisrul1 (dkk), 2021). Jenis rumah gadang ini banyak ditemukan di daerah-daerah pesisir Sumatra Barat, terutama Kota Padang.

Disebut Kajang Padati dikarenakan bentuk atapnya menyerupai atap pedati, sebuah alat transportasi tradisional Minangkabau yang ditarik oleh kuda atau kerbau. Ciri khas yang mencolok, yang membedakan rumah gadang ini dengan rumah gadang di daerah pedalaman (darek) adalah bentuk atapnya yang tidak memiliki gonjong. Atap rumah gadang ini berbentuk melengkung di bagian tengah dan sedikit meninggi di bagian ujungnya, seakan-akan membentuk gonjong yang tak sampai.

Hasil penelitian dari Fefisrull (dkk) (2021), menyebutkan bahwa arsitektur rumah gadang Kajang Padati dipengaruhi budaya Aceh, di mana Kesultanan Aceh pernah menjadi penguasa di pesisir pantai barat Sumatra.

Kisah perjodohan yang tak sampai antara Putri Raja Aceh, Putri Lembuaja, dengan Raja Ibadat, berujung  penyerangan ke Kerajaan Pagaruyung,  yang terletak di daerah darek dan keluarnya penyataan Raja Aceh yang tidak membolehkan masyarakat Minangkabau di wilayah pesisir untuk membuat rumah gadang dengan arsitektur yang persis sama dengan arsitektur rumah gadang di wilayah darek. Dari sinilah kemudian muncul desain arsitektur rumah gadang kajang padati.  Rumah gadang jenis ini dapat ditemukan diberbagai daerah di pinggiran Kota Padang, salah satunya di Koto Tangah.

Menyusuri Sungai Aia Dingin, Koto Tangah, kita akan bertemu dengan salah satu rumah gadang Kajang Padati yang masih sangat terawat hingga sekarang. Rumah gadang jenis Kajang Padati ini milik keluarga suku Balai Mansiang. Suku ini masih merupakan keturunan suku Saniang Baka di Kabupaten Solok. Rumah gadang ini bernama Rumah Gadang Bawah Mangga dan telah berdiri selama kurang lebih 200 tahun. Disebut Rumah Gadang Bawah Mangga karena dahulunya di depan rumah gadang ini terdapat banyak pohon mangga yang berbuah lebat. Saking banyaknya, hasil penjualan manga tersebut dapat dibelikan suntiang yang masa itu masih tergolong ke dalam barang yang cukup mahal.

Dikisahkan bahwa rumah gadang ini dibangun dari kayu-kayu yang diambil dari atas bukit yang disekitar sungai Aie Dingin. Jenis kayu yang digunakan untuk pembuatan rumah ini beragam, di antaranya kayu ulin dan meranti. Untuk mempermudah pengangkutan, kayu-kayu ini dihanyutkan melalui sungai. Beberapa kayu ada yang berbentuk melengkung yang berfungsi sebagai tiang utama atau sebagai penguat dinding rumah.

Kondisi rumah gadang Bawah Mangga kini masih terawat dan terjaga bentuk aslinya. Meskipun beberapa kayu telah diganti dengan kayu baru akibat terjadinya pengeroposan, tetapi bentuk rumah gadang tersebut masih sama dengan bentuk sebelumya. Di depan rumah gadang terdapat tangga. Dikisahkan oleh yang punya rumah bahwa pada awalnya material tangga berasal dari kayu, namun seiring perkembangan zaman material kayu diganti dengan semen dan bata. Tidak diketahui kapan penggantian material itu dilakukan, namun yang pasti material semen baru mudah didapat pada awal abad ke-20.      

Suatu hal yang disayangkan adalah, keberadaan rumah gadang Kajang Padati ini kini mulai berkurang. Rumah adat ini seakan terus terpinggirkan. Masa sekarang, masyarakat cenderung membangun rumah-rumah berbahan semen.

Lambat laun, rumah-rumah gadang tak bergonjong ini bisa punah, dan  kisah-kisah menarik yang mengikutinya hilang dimakan zaman. Pembangunan kota dengan bentuk rumah yang modern membuat jumlah rumah gadang ini terus mengalami penurunan. Untuk itu, pelestarian dan pemugaran sangat diperlukan agar eksistensi rumah gadang terus terjaga. ***



BACA JUGA