Masyarakat Mentawai Desak Moratorium Konsesi Hutan

HUTAN MENTAWAI PORAK-PORANDA

Kamis, 03/02/2022 22:50 WIB
Masyarakat dan anak muda Mentawai tergabung dalam Koalisi Sikerei dan Penyelamatan Hutan Mentawai menggelar aksi damai Plaza Andalas Padang, Kamis (3/2/2022). Foto SSC

Masyarakat dan anak muda Mentawai tergabung dalam Koalisi Sikerei dan Penyelamatan Hutan Mentawai menggelar aksi damai Plaza Andalas Padang, Kamis (3/2/2022). Foto SSC

Padang, sumbarsatu.com—Masyarakat dan anak muda Mentawai yang menamakan dirinya Koalisi Sikerei dan Penyelamatan Hutan Mentawai menggelar aksi damai di depan pusat perbelanjaan Plaza Andalas Padang, Kamis (3/2/2022). Jumlahnya tak banyak, tapi isu yang mereka teriakkan representasi dari 92.021 jiwa penduduk Kabupaten Kepulauan Mentawai dan juga masyarakat dunia.

Aksi damai digelar di pusat perbelanjaan ini agar masyarakat luas tahu bahwa hutan di Kepulauan Mentawai sudah di kapling-kapling dan eksploitasi  sejadi-jadinya, dan ini ancaman serius bagi masa depan masyarakat, bukan saja yang berada di Mentawai, tapi masyarakat dunia karena mempercepat krisis iklim.

Di bawah Janjang Gantuang yang berada di depan mal itu, mereka membentangkan spanduk. Ada tulisan di sana dengan ukuran huruf cukup besar: “Selamat Masa Depan Hutan Menatawai”. Hanya jiwa yang mati yang diam ketika ada orang merusak sumber daya kehidupan kita. Karena kita Mentawai sejatinya hidup masih bergantung pada alam.” Tulisan di spanduk yang dipegang dua gadis Mentawai yang berpakaian tradisinya, terasa sarat makna dan dalam, serta penuh sindiran.    

Daerah yang sebelumnya masuk dalam kawasan administrasi Pemerintahan Kabupaten Padang Pariaman ini—yang total luasnya 6.011,35 km2 —kemudian menjadi sebuah kabupaten pada 4 Oktober 1999 dengan dasar hukum UU Nomor 49 Tahun 1999.

Menjadi sebuah daerah yang otonom sejak 23 tahun lalu ternyata tak begitu banyak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Kabupaten Kepulauan Mentawai. Malah hutan Mentawai—yang merupakan jantung kehidupan masyarakat— menjadi medan perebutan penguasaan secara membabi buta.

Para anak muda yang peduli dengan masa depan Kepulauan Mentawai ini menolak keras keputusan pemerintah yang dengan mudahnya mengeluarkan izin pemanfaatan kayu kegiatan nonkehutanan (PKKNK) kepada Koperasi Minyak Atsiri Mentawai seluas 1.800 hektare yang ditengarai tidak melibatkan masyarakat pemilik lahan sama sekali.

BACA: Lahan Dicaplok, Masyarakat Mentawai Mengadu ke Komnas HAM Sumbar

Diki Rafiqi, Kepala Bidang Agraria dan Lingkungan Lembaga Bantuan Hukum Padang menilai, keluarnya perizinan beroperasinya Koperasi Minyak Atsiri Mentawai sejak awak sudah tak beres. Pemerintah tak melibatkan masyarakat sama sekali padahal lahan itu tanah adat.

“Tak ada keterlibatan dan  partisipasi masyarakat dalam tata keloka hutan mereka itu. Izin PKKNK ini tidak mempertimbangkan prinsip hukum lingkungan di antaranya prinsip keadilan antargenerasi, prinsip keterpaduan antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan dan prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat,” kata Diki Rafiqi, yang juga koordinator lapangan aksi simpatik kepada sumbarsatu Kamis siang itu.  

Ia menjelaskan lebih jauh, perkara eksploitasi hutan di Kepulauan Mentawai itu sudah jadi sengkarut yang dalam dengan melibatkan banyak para pihak dan sudah terlalu banyak konsesi izin alih fungsi atau pemanfaatan kawasan hutan yang tak terkendali lagi. Sudah tumpang tindih dan semua itu muaranya merugikan masyarakat Mentawai.

"Kepulauan Mentawai menerima beban berat dengan dikeluarkannya banyak izin oleh pemerintah, bahkan hampir setengah wilayah Kepulauan Mentawai sudah diberi konsesi izin. Saat ini sudah tumpang tindih antara hutan masyarakat adat dengan konsesi yang diberikan kepada perusahaan,” urai Diki Rafiqi.

Disebutkannya, masyarakat adat Mentawai sudah tujuh tahun lalu mengajukan luasan hutan adatnya kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tapi sampai sekarang tak ada respons sama sekali. Padahal luasan kawasan hutan adat yang diajukan oleh masyarakat adat Mentawai itu saat ini tumpang tindih dengan beberapa izin yang direkomendasikan pemerintah.

“Pemerintah seperti tak punya sensitivitas terhadap keberadaan masyarakat adat. Selain menolak izin :pemerkosaan terhadap hutan Mentawai, aksi ingin mengabarkan kepada masyarakat luas bahwa ada masalah besar di Kepulauan Mentawai. Dan jadi masalah bersama.  

Sementara itu, Rospita Saurei, seorang mahasiswa Mentawai yang ikut aksi mengatakan, aksi yang dilakukan di mal Plaza Andalas ini untuk menggugah dan mengajak masyarakat luas untuk peduli terhadap kondisi hutan Mentawai. “

“Hutan dalam tradisi sosial dan budaya masyarakat Mentawai itu menyatu dengan eksistensinya. Alam dan hutan bagian yang tak bisa dipisahkan dari masyarakat Mentawai. Tak sedikit izin yang diberikan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan yang merusakan hutan. Untuk masa depan kami, kami menolak izin-izin yang dikeluarkan untuk mengeruk dan merusak hutan Mentawai. Hutan merupakan kekayaan bagi orang Mentawai,” kata Rospita Saurei.

Selain aksi turun ke jalan, Koalisi ini juga melakukan negoasiasi dan perbicaraan intensif dengan pihak wakil rakyat DPRD Kepulauan Mentawai tapi belum menemukan solusi yang signifikan. Sementara Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai terkesan tarik ulur dan inkonsistensi. Satu sisi memberikan rekomendasi kepada perusahaan di sisi lain juga ada hutan adat yang diterbitkan SK-nya.

“Belum terlihat konsitensi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai terhadap masalah perhutanan milik masyarakat adat ini. Pemkab Mentawai seharusnya tidak mengeluarkan rekomendasi walaupun izin dikeluarkan pusat. Rekomendasi itu kan sebagai pijakan awal bagi pemerintah pusat untuk mengeluarkan izin,” tambah Diki Rafiqi.

Menurutnya, rangkaian aksi serupa ini akan terus dilanjutkan. Sebelumnya telah digelar di Dinas Kehutanan Sumbar dan juga menemui Komnas HAM Sumatra Barat.  

“Tak menutup kemungkinan kawan-kawan Koalisi  akan melanjutkan ke gugatan hukum ke KLHK, Kita mendesak agar segera dilakukan moratorium di kawasan hutan Mentawai. Tak ada lagi penerbitan izin-izin. Suratnya akan kita laying ke pemerintah,” jelasnya.

Sebelumnya, dilansir padang.harianhaluan.com Yozarwardi, Kepala Dinas Kehutanan Sumatra Barat mengatakan PKKNK atau izin pemanfaatan kayu adalah akibat atau dampak dari pembangunan nonkehutanan.

“Jadi ada izin perkebunan di situ. Izin usaha perkebunan. Yang mengeluarkan izin tersebut adalah Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai. Kemudian Koperasi Minyak Atsiri Mentawai sudah punya izin lingkungan juga dan sebagainya. Izin dari daerah setempat lengkap,” terang Yozawardi pada Kamis (2/12/2021).

Dijelaskannya, PKKNK adalah dampak dari adanya izin usaha perkebunan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat melalui pemerintah daerah. “Dinas Kehutanan mengeluarkan PKKNK karena koperasi akan berurusan dengan kayu. Apabila tidak ada kayu di lokasi itu, mereka tidak perlu berurusan dengan Dinas Kehutanan,” jelasnya.

Sementara Edison Saleleubaja, Ketua Koperasi Minyak Atsiri menolak dan membantah bahwa koperasi yang ia pimpin melakukan penyerobotan lahan masyarakat Desa Silabu Mentawai.

"Koperasi membangun kebun di lahan tersebut atas persetujuan masyarakat anggota koperasi. Koperasi tidak akan mengubah status lahan masyarakat," tegas Edison Saleleubaja mengutip padang.harianhaluan.com Rabu (8/12/2021). SSC/MN



BACA JUGA