Diguncang Demo Gen Z, Pemerintah Bulgaria Runtuh di Tengah Krisis Korupsi

PERTAMA DALAM SEJARAH EROPA

Sabtu, 13/12/2025 15:11 WIB
Seorang demonstran mengibarkan bendera Bulgaria selama protes anti-pemerintah di Sofia, Rabu (10/12/2025). Puluhan ribu orang, terutama Gen Z, menggelar protes anti-pemerintah di Bulgaria, memperluas gerakan anti-korupsi yang melanda negara termiskin Uni Erop. Foto AFP

Seorang demonstran mengibarkan bendera Bulgaria selama protes anti-pemerintah di Sofia, Rabu (10/12/2025). Puluhan ribu orang, terutama Gen Z, menggelar protes anti-pemerintah di Bulgaria, memperluas gerakan anti-korupsi yang melanda negara termiskin Uni Erop. Foto AFP

 

Sofia, sumbarsatu.com – Pemerintahan Bulgaria resmi runtuh pada Kamis (11/12/2025) waktu setempat setelah Perdana Menteri Rosen Zhelyazkov mengumumkan pengunduran dirinya di hadapan parlemen.

Keputusan ini diambil menyusul gelombang demonstrasi besar-besaran yang dimotori oleh Generasi Z (Gen Z), menjadikannya kemenangan politik pertama generasi muda tersebut di Eropa.

Dalam pernyataannya di parlemen, Zhelyazkov mengakui kuatnya tekanan publik dengan mengutip peribahasa Latin Vox populi, vox dei—suara rakyat adalah suara Tuhan.

“Kita harus bangkit untuk memenuhi tuntutan mereka, dan tuntutan itu adalah pengunduran diri pemerintah,” kata Zhelyazkov.

Aksi protes yang mengguncang Bulgaria berakar pada ketidakpuasan terhadap korupsi yang dianggap mengakar, lemahnya penegakan hukum, serta elite politik yang dinilai semakin menjauh dari realitas kehidupan rakyat.

Demonstrasi berlangsung selama beberapa pekan dan memuncak pada Rabu malam (10/12/2025), ketika puluhan ribu orang turun ke jalan di Sofia dan kota-kota lain.

Para demonstran—sebagian besar anak muda—dimobilisasi melalui TikTok dan media sosial, membawa poster bertuliskan “Gen Z Akan Datang” dan “Gen Z vs Korupsi”. Maria Tsakova, spesialis komunikasi berusia 27 tahun dari Sofia, menyebut generasi muda sebagai “kekuatan pendorong” utama protes. Menurutnya, peran media sosial meningkatkan energi dan jangkauan gerakan.

“Bulgaria membutuhkan reformasi besar untuk mengakhiri korupsi dan membangun sistem peradilan yang independen,” kata Tsakova.

 Ia juga menyinggung penangkapan Wali Kota Varna yang dipandang oposisi sebagai tindakan bermotif politik. Tsakova berharap partisipasi sipil tetap terjaga hingga pemilu berikutnya dan Gen Z mampu menjadikan aktivitas memilih sebagai gerakan massal.

Nada serupa disampaikan Rosina Pencheva, kurator seni berusia 38 tahun. Ia menilai mundurnya Zhelyazkov tidak terelakkan. “Orang-orang sudah lelah dibohongi, dan mereka tidak akan berhenti sampai pemerintah turun,” ujarnya.

Sebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan sekitar 70 persen warga Bulgaria mendukung gelombang protes tersebut.

Analis Bulgaria di German Marshall Fund, Dimitar Keranov, menilai bahwa protes ini pada dasarnya bukan semata soal anggaran, melainkan tentang korupsi dalam pemerintahan yang gagal melayani kepentingan publik.

Ia juga mencatat bahwa pergantian pemerintahan yang terlalu sering—tujuh kali pemilu parlemen dalam empat tahun terakhir—mencerminkan kejenuhan pemilih terhadap sistem politik yang disfungsional.

Keranov menambahkan, protes ini sekaligus menunjukkan menguatnya orientasi Bulgaria ke arah Barat, terutama di kalangan generasi muda, sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada 2022. “Persepsi bahwa Bulgaria ditarik antara Eropa dan Rusia tampak lebih besar daripada kenyataannya,” katanya.

Runtuhnya pemerintahan terjadi hanya beberapa minggu sebelum Bulgaria dijadwalkan beralih ke mata uang euro pada 1 Januari. Meski dilanda krisis politik, transisi euro dipastikan tetap berjalan. Namun sebelumnya, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde telah memperingatkan bahwa transisi tersebut berpotensi memicu kenaikan inflasi dalam jangka pendek.

Pengunduran diri Zhelyazkov memperpanjang ketidakstabilan politik Bulgaria dan membuka kemungkinan pemilihan umum dini dalam beberapa bulan mendatang.

Situasi ini berpotensi mengubah lanskap geopolitik negara tersebut. Salah satu figur yang diperkirakan mengambil keuntungan adalah Presiden Rumen Radev, politisi paling populer di Bulgaria, yang dikabarkan tengah mempertimbangkan pembentukan partai baru. Radev dikenal kritis terhadap dukungan Barat kepada Ukraina.

Bulgaria, negara Balkan berpenduduk sekitar 6,5 juta jiwa, telah lama dicap sebagai salah satu anggota Uni Eropa paling korup oleh Transparency International.

Kegagalan menjatuhkan vonis tingkat tinggi terhadap kasus korupsi selama bertahun-tahun menjadi bahan bakar kemarahan publik—hingga akhirnya meledak menjadi gelombang protes yang dipimpin Generasi Z.

Krisis Legitimasi

Runtuhnya pemerintahan Rosen Zhelyazkov menandai lebih dari sekadar pergantian kabinet. Peristiwa ini mencerminkan krisis legitimasi struktural yang telah lama menghantui politik Bulgaria, di mana pemilu yang berulang tidak pernah benar-benar menghasilkan stabilitas pemerintahan maupun kepercayaan publik.

Kekuatan utama gelombang protes kali ini terletak pada konsolidasi Generasi Z sebagai aktor politik baru. Berbeda dari protes-protes sebelumnya yang kerap terfragmentasi oleh kepentingan partai, gerakan Gen Z di Bulgaria muncul sebagai kekuatan lintas ideologi, dengan satu isu pemersatu: perlawanan terhadap korupsi dan oligarki politik. Mobilisasi melalui TikTok dan platform digital membuat gerakan ini cepat, cair, dan sulit dikendalikan oleh elite lama.

Namun, keberhasilan menjatuhkan pemerintah tidak otomatis menjamin perubahan struktural. Tantangan terbesar Gen Z ke depan adalah mentransformasikan energi jalanan menjadi kekuatan elektoral. Tanpa kendaraan politik yang jelas, gerakan ini berisiko mengalami apa yang kerap terjadi di Eropa Timur: protes besar yang berakhir dengan daur ulang elite lama dalam format baru.

Di titik inilah figur Presiden Rumen Radev menjadi krusial. Dengan tingkat popularitas tinggi dan sikap kritis terhadap Barat—khususnya soal Ukraina—Radev berpotensi mengisi kekosongan politik pasca-Zhelyazkov.

Jika ia membentuk partai atau memanfaatkan pemilu dini, arah politik Bulgaria bisa mengalami pergeseran halus dari arus pro-Uni Eropa yang tegas menuju posisi yang lebih ambigu secara geopolitik.

Di sisi lain, jatuhnya kabinet pro-Uni Eropa tepat menjelang adopsi euro menempatkan Bulgaria dalam posisi sensitif. Meski transisi mata uang dipastikan berlanjut, instabilitas politik dapat memperlemah kapasitas negara dalam mengelola dampak sosial-ekonomi, terutama risiko inflasi yang sebelumnya telah diperingatkan Bank Sentral Eropa.

Dalam konteks yang lebih luas, Bulgaria kini bergabung dengan rangkaian negara di mana Gen Z berperan sebagai katalis perubahan politik, mulai dari Asia Selatan hingga Afrika. Namun, berbeda dari negara-negara tersebut, Bulgaria adalah anggota Uni Eropa dan NATO. Artinya, dinamika domestik di negara ini berpotensi berdampak langsung pada keseimbangan politik Eropa Timur, terutama di tengah persaingan pengaruh antara Barat dan Rusia.

Singkatnya, kejatuhan pemerintahan Zhelyazkov bukanlah akhir krisis, melainkan babak baru pertarungan politik antara generasi lama yang terjebak dalam patronase dan generasi baru yang menuntut transparansi.

Apakah Gen Z mampu melampaui peran sebagai kekuatan moral menjadi aktor politik efektif, akan ditentukan dalam pemilu berikutnya. ssc/mn/*



BACA JUGA