Komunitas Seni di Agam Berkomitmen Bangun Ekosistem Kesenian yang Sehat

-

Jum'at, 20/11/2020 07:46 WIB
Dialog yang dipenuhi kekeluargaan sesama seniman di Agam ini, dihadiri 8 kelompok seni: Saraso Badunsanak, Balai Baca Rumah Bako, Ganto Rang Sapuluah, Sanggar Sari Banilai, Sarueh, KSB Kiek, Komunitas Batang Pua, dan Tambua Maninjau.

Dialog yang dipenuhi kekeluargaan sesama seniman di Agam ini, dihadiri 8 kelompok seni: Saraso Badunsanak, Balai Baca Rumah Bako, Ganto Rang Sapuluah, Sanggar Sari Banilai, Sarueh, KSB Kiek, Komunitas Batang Pua, dan Tambua Maninjau.

Lawang, sumbarsatu.com—Komunitas seni yang digerakkan seniman-seniman yang tersebar di pelbagai nagari di Kabupaten Agam, menggelar Dialog Interaktif Sinergisme Komunitas Seni di Pelataran Puja Sera Soul Puncak Lawang, Agam, pada Kamis (19/11/2020).  

Dialog berjalan akrab, serius tapi santai diikat dalam satu tema “Merangkai Ruang Budaya Ranah Agam” ini, menghasilkan komitmen bersama antarkomunitas untuk memajukan, memperkuat jaringan, membangun sinergisme, dan kesamaan pandangan dalam pemajuan kebudayaan di Agam.

Menurut Sukra Maulana, dari  Komunitas Kiek Sungai Landia, dialog interaktif nonformal antarkomunitas dan pegiat seni di Kabupaten Aga ini, selain silaturahmi, juga membincangkan pemajuan kebudayaan, memperluas jaringan dan menyamakan pandangan seniman di Agam.

“Kegiatan ini merupakan bentuk silaturahim antarseniman dan penyamaan pandangan tentang kondisi kesenian hari ini dan yang akan datang di Agam. Kita dialogkan dan sekaligus cari solosinya. Dan semua berkomitmen dalam satu langkah menggerakkan seni budaya sembari terus berbenah di sana-sini,” kata Sukra Maulana kepada sumbarsatu, Kamis (19/11/2020).

Pertemuan yang diinisiasi Dedi Novaldi, salah seorang putra Agam, yang juga pelaku dan aktivis seni ini dan difasilitasi Zola Pandoe, pengelola Soul Puncak Lawang, para seniman sepakat secara berkesinambungan menata manajamen dan tata kelola komunitas serta memperbanyak festival-festival yang berkualitas di Agam.

“Sembari membenahi manajemen dan tata kelola komunitas, yang sangat penting itu membuka jejaring seluas mungkin dengan komunitas dan festival-festival lainnya dalam skala nasional dan tentu saja diproyeksikan secara global (internasional). Ini perlu ditata berlahan dalam komunitas tapi jelas capaiannya,” jelas Dedi Novaldi, memancing dialog.  

Sementara Zola Pandoe merespons positif pertemuan ini. Ia menilai, pemajuan kesenian dan kebudayaan, tak mungkin dilepaskan dari kepariwisataan. “Kesenian dan kebudayaan maju, pastilah pariwisatanya juga ikut maju. Hal ini tak bias dipisahkan. Tapi menuju itu, kita butuh sinergisme dan tata kelola yang profesional. Kita saat ini sedang menuju ke sana,” kata Zola Pandoe bersemangat.

Dalam pertemuan yang tetap menerapkan protokol kesehatan Covid-19 ini, semua bersepakat, membangun ekosistem kesenian,khusnya di Agam, harus dilakukan bersama-sama, melibatkan semua elemen terkait, dan berbasis nagari.

“Saya kira hasil dialog kita ini harus dipresentasikan ke Pemerintah Kabupaten Agam dan DPRD. Komunitas dan seniman harus terlibat aktif menyusun peta jalan kesenian dan kebudayaan di Agam ini. Kita tak ingin ada lagi keluhan minimnya koordinasi, taka ada lagi pemerintah yang cuek dengan perkembangan kesenian dan kebudayaan. Visi kebudayaan Agam harus dibincangkan secara serius,” tambah Dedi Novaldi.

Dialog yang dipenuhi kekeluargaan sesama seniman di Agam ini, dihadiri 8 kelompok seni: Saraso Badunsanak, Balai Baca Rumah Bako, Ganto Rang Sapuluah, Sanggar Sari Banilai, Sarueh, KSB Kiek, Komunitas Batang Pua, dan Tambua Maninjau.

Semua komunitas itu membentuk jaringan dan membangun ekosistem kebudayaan di Agam.

“Jaringan antarkomunitas ini akan membangun ekosistem kesenian dengan menggelar pelbagai festival-festival di Agam dengan tata kelola yang bermutu. Hadir jaringan ini diharapkan menjawab kondisi kurang bergairahnya ketertarikan generasi muda terhadap kesenian Minangkabau,” urai Sukra Maulana. SSC/MN



BACA JUGA