Sawahlunto Milik Bersama

SETELAH DITETAPKAN SEBAGAI WARISAN DUNIA

Senin, 08/07/2019 07:34 WIB
Penetapan Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto ditetapkan menjadi warisan dunia UNESCO dalam sidang Tim Ahli Warisan Budaya Dunia sesi-43 di Kota Baku, Azerbaijan

Penetapan Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto ditetapkan menjadi warisan dunia UNESCO dalam sidang Tim Ahli Warisan Budaya Dunia sesi-43 di Kota Baku, Azerbaijan

Azerbaijan, sumbarsatu.comWarisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto atau Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto ditetapkan sebagai Warisan Dunia Unesco, Sabtu, 6 Juli 6 Juli 2019 di Kota Baku, Azerbaijan, pukul 12.20 waktu setempat. Penetapan ini diumumkan pada gelaran Sesi ke-43 Pertemuan Komite Warisan Dunia.

Penantian ini menjadi momentum yang menegangkan bagi belasan rombongan dari Sumatera Barat yang dipimpin Gubernur Irwan Prayitno. Dalam rombongan ini, ada Wali Kota Sawahlunto Deri Asta, Kepala Dinas Kebudayaan Sumatera Barat Gemala Ranti, dan pihak terkait lainnya.

"Mewakili masyarakat Sumatera Barat, saya menyampaikan rasa syukur dan bangga karena Sawahlunto sudah masuk sebagai situs Warisan Dunia UNESCO," kata Irwan Prayitno tak lama setelah penetapan itu diuumumkan di Baku, Azerbaijan.

Irwan menyebutkan, sebagai situs warisan dunia, Kota Sawahlunto akan memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal, terutama yang berkaitan dengan pariwisata dan nilai-nilai sejarah. Pemerintah akan menetapkan Kota Sawahlunto menjadi destinasi wisata sejarah.

Untuk itu, Gubernur Sumatera Barat mengimbau agar semua pihas bersama-sama berkomitmen untuk menjaga warisan budaya dunia ini. Dampaknya akan sangat besar mendatangkan kebaikan, penghasilan untuk kesejahteraan masyarakat.

Wali Kota Sawahlunto Deri Asta mengaku sangat gembira dan senang atas penetapan Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto sebagai Warisan Dunia Unesco.

“Hari ini akan dikenang sebagai hari yang sangat bersejarah bagi warga Kota Sawahlunto. Hari yang luar biasa dan akan selalu kita kenang," kata Deri Asta dengan wajah gembira.

Dikatakannya, penetapan tersebut tidak hanya membuat bangga masyarakat Sawahlunto, tapi juga masyarakat Sumatera Barat dan Indonesia.

"Ini penghargaan yang luar biasa. Usaha kita akhirnya membuahkan hasil. Tambang batu bara ini merupakan tambang yang secara masif dan besar-besaran pertama di Asia Tenggara," katanya.

Lebih lanjut Deri Asta mengatakan, penetapan ini merupakan upaya yang sangat luar biasa dan hasil kerja sama semua pihak; yaitu masyarakat pada umumnya, Pemerintah Kota Sawahlunto, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, serta kementerian terkait.

Ia menegaskan komitmennya, khususnya Pemerintah Kota Sawahlunto untuk melestarikan warisan dunia ini dengan segala dukungan kebijakan dan infrastruktur yang memadai. Sebagai informasi, selain Kota Sawahunto, wilayah penetapan nominasi ini juga melintasi beberapa kota/kabupaten lainnya di Sumatera Barat, yaitu Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kota Solok, dan Kabupaten Solok.

Tantangan Berat

Sementara, Nurmatias, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BLCB) Sumatera Barat yang berperan penting dalam proses pengusulan beberapa tahun lalu agar Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto ditetapkan sebagai Warisan Dunia Unesco.

“Dengan ditetapkan Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto sebagai Warisan Dunia oleh Unesco merupakan langkah awal bagi Kota Sawahlunto untuk melakukan kerja sama dan komitmen melestarikan kebudayaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini jelas sangat membanggakan bagi Sawahlunto, Minangkabau, dan Indonesia,” kata Nurmatias.

Menurut sosok sederhana Keapala BLCB ini, penetapan ini akan member arti besar dan penting untuk memperkenalkan Sawahlunto kepada masyarakat dunia. Ini merupakan promosi, publikasi dan diplomasi kebudayaan  Indonesia dengan masyarakat dunia. One way ticket bagi kita untuk memperkenalkan Indonesia dalam komunikasi dan pergaulan dunia,” urainya.

Selanjutnya, tambahnya, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menindaklanjuti dengan konkret semacam perjanjian kesepahaman dengan semua pemangku kepentingan baik dengan pemerintah kabupaten-kota, kementerian  dan lembaga-lembaga relevan.

“Semua pemangku kepentingan harus membuat badan pengelola dan rencana aksi menjaga Sawahlunto. Masyarakat, pemerintah dan akademisi serta anak-anak muda komunitas pencinta warisan budaya untuk bersinergi agar Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto terjaga dan berkembang,” urai Nurmatias.

Warga Sawahlunto Tak Tahu

Kendati penetapan Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto sebagai Warisan Dunia oleh Unesco disambut gembira para pejabat bai pemerintah pusat maupun daerah, dari bincang-bincang Khazanah dengan warga Sawahlunto beberapa jam setelah pengumuman di Baku, Azerbaijan, banyak yang mengaku tak tahu dan kurang memahami penetapan kotanya sebagai Warisan Dunia.

“Tidak tahu saya kota ini ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh Unesco. Yang jelas bagi kota ini jangan sampai sepi. Pemerintah harus sering buat kegiatan yang bisa mengumpulkan orang ramai. Hendaknya setiap hari. Apakah Unesco atau lainnya, bagi kami panggaleh yang hebat itu keramaian setiap malam ada di Sawahlunto,” kata Imahniati, 57 tahun, pedagang goreng pisang, bakwan, dan anekak lontong di Pasar Remaja Sawahlunto.

Yang senada dengan Imahniati cukup banyak di Kota Sawahlunto yang umumnya mereka berdagang kecil-kecilan.

Rutin

Pertemuan komite Unesco diselenggarakan sejak 30 Juni hingga 10 Juli 2019 merupakan acara rutin tahunan Komite Warisan Dunia (World Heritage Committee) yang dimandatkan oleh Konvensi tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia (Convention concerning the Protection of World Cultural and Natural Heritage) atau yang secara singkat disebut sebagai Konvensi Warisan Dunia 1972.

Di tahun 2019 ini, terdapat total 36 situs yang dinominasikan untuk masuk ke dalam Daftar Warisan Dunia, dan Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto menjadi salah satunya. Di Kota Sawahlunto, masih berdiri kokoh sisa-sisa industri pertambangan batu bara di era kolonialisme. Menjadi bagian dari sejarah dan perkembangan kebudayaan di Sumatera Barat, Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto dianggap memenuhi kriteria internasional untuk diinskripsi menjadi warisan dunia.

Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto pantas diposisikan sebagai warisan dunia karena konsep tiga serangkai yang dicetuskan oleh Pemerintah Belanda pada masa itu. Tiga serangkai meliputi industri pertambangan Batu Bara di Sawahlunto, yang selanjutnya dibawa keluar Sawahlunto dengan menggunakan transportasi kereta api melalui wilayah Sumatera Barat, dan sistem penyimpanan di Silo Gunung di Pelabuhan Emmahaven, atau Teluk Bayur sekarang.

Ini menunjukkan perkembangan teknologi perintis abad ke-19 yang menggabungkan antara ilmu teknik pertambangan bangsa Eropa dengan kearifan lingkungan lokal, praktik tradisional, dan nilai-nilai budaya dalam kegiatan penambangan Batu Bara yang dimiliki oleh masyarakat Sumatera Barat.

Hubungan sistemik industri tambang Batu Bara, sistem perkeretaapian, dan pelabuhan ini berperan penting bagi pembangunan ekonomi dan sosial di Sumatera dan di dunia. Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto menggambarkan dinamisnya interaksi sosial dan budaya antara dunia timur dan barat, yang berhasil mengubah daerah tambang terpencil menjadi perkotaan dinamis dan terintegrasi.

Adapun pengajuan kriteria Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto yang menjadi Nilai Universal Luar Biasa (Outstanding Universal Value) karena adanya pertukaran penting dalam nilai-nilai kemanusiaan sepanjang masa atau dalam lingkup kawasan budaya dalam perkembangan arsitektur dan teknologi, seni monumental, perencanaan kota dan desain lansekap.

Selain itu, keunikan Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto menunjukkan adanya pertukaran informasi dan teknologi lokal dengan teknologi Eropa terkait dengan eksplotasi Batu Bara di masa akhir abad ke-19 sampai dengan masa awal abad ke-20 di dunia, khususnya di Asia Tenggara. Ada juga karya arsitektur dan kombinasi teknologi atau lanskap yang menggambarkan tahapan penting dalam sejarah manusiayang menunjukkan rangkaian kombinasi teknologi dalam suatu lanskap kota pertambangan yang dirancang untuk efisiensi sejak tahap ekstraksi Batu Bara, pengolahan, dan transportasi, sebagaimana yang ditunjukkan dalam organisasi perusahaan, pembagian pekerja, sekolah pertambangan, dan penataan kota pertambangan yang dihuni oleh sekitar 7000 penduduk.

Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Prof. DR. Arief Rachman menyatakan bahwa penetapan status warisan dunia bukanlah tujuan utama dari diplomasi budaya kita.

Dikatakannya, pengakuan internasional ini, Indonesia harus dapat memastikan identifikasi, perlindungan, konservasi dan transmisi nilai-nilai luhur warisan bangsa dapat terjadi dan berkelanjutan dari generasi ke generasi.

Selain perlindungan dan edukasi, status warisan dunia sudah seyogyanya juga dapat dimanfaat secara optimal untuk mendatangkan manfaat ekonomi.

“Pada akhirnya, status warisan dunia ini harus bisa meningkatkan harkat hidup dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya,” terangnya.

Hingga saat ini Indonesia telah memiliki total 9 Warisan Dunia. Lima pada kategori Warisan Budaya, yaitu Kompleks Candi Borobudur (1991), Kompleks Candi Prambanan (1991), Situs Manusia Purba Sangiran (1996), Lanskap Budaya Provinsi Bali: Sistem Subak sebagai Manifestasi dari Filosofi Tri Hita Karana (2012), dan Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto (2019). Adapun pada kategori Warisan Alam terdapat empat warisan, yaitu Taman Nasional Ujung Kulon (1991), Taman Nasional Komodo (1991), Taman Nasional Lorentz (1999), dan Hutan Hujan Tropis Sumatera (2004).

Tentang Komite Warisan Dunia

Konvensi tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia (Convention Concerning on the Protection of World Cultural and Natural Heritage), atau Konvensi Warisan Dunia 1972, diadopsi oleh Konferensi Umum (General Conference) Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization/UNESCO) pada tanggal 16 November 1972. Melalui konvensi ini, UNESCO berupaya mendorong identifikasi, perlindungan, dan pelestarian warisan budaya dan alam di seluruh dunia yang dianggap memiliki nilai luar biasa bagi kemanusiaan.

Konvensi Warisan Dunia 1972 merupakan landasan dari program Warisan Dunia (World Heritage) UNESCO. Program Warisan Dunia UNESCO bermisi untuk mendorong negara-negara untuk menandatangani Konvensi Warisan Dunia 1972 dan memastikan terlaksananya upaya perlindungan atas warisan alam dan budayanya; mendorong negara-negara pihak (States Parties) dari Konvensi Warisan Dunia 1972 untuk menominasikan situs-situs di dalam wilayah nasionalnya untuk masuk ke dalam Daftar Warisan Dunia (World Heritage List); mendorong States Parties untuk membuat rencana pengelolaan dan mengatur sistem pelaporan tentang konservasi situs Warisan Dunianya; membantu States Parties dalam melindungi situs Warisan Dunia dengan memberikan bantuan teknis dan pelatihan profesional; memberikan bantuan darurat untuk situs Warisan Dunia yang terdampak bencana; mendukung kegiatan pembangunan kesadaran publik di States Parties akan konservasi Warisan Dunia; mendorong partisipasi penduduk lokal dalam pelestarian warisan budaya dan alam; serta mendorong kerja sama internasional dalam pelestarian warisan budaya dan alam dunia.

Untuk memastikan terlaksananya kedelapan misi tersebut, program Warisan Dunia UNESCO memiliki sebuah komite yang bernama The World Heritage Committee. Komite ini beranggotakan perwakilan dari States Parties dari Konvensi Warisan Dunia 1972 yang dipilih oleh Majelis Umum untuk jangka waktu hingga enam tahun.

Saat ini The World Heritage Committee terdiri dari 21 States Parties, yaitu Angola, Australia, Republik Azerbaijan, Bahrain, Bosnia dan Herzegovina, Brazil, Burkina Faso, Cina, Kuba, Guatemala, Hungaria, Indonesia, Kuwait, Kirgizstan, Norwegia, Saint Kitts dan Nevis, Spanyol, Tunisia, Uganda, Republik Bersatu Tanzania, dan Zimbabwe.

Konvensi Warisan Dunia 1972 mengindentifikasi warisan ke dalam kategori warisan budaya dan warisan alam, serta warisan campuran budaya dan alam. Warisan budaya mengacu pada monumen, kelompok bangunan, dan situs yang memiliki nilai historis, estetika, arkeologis, ilmiah, etnologis, maupun antropologis. Adapun warisan alam mengacu pada formasi fisik, biologis dan geologis yang luar biasa, atau habitat spesies hewan dan tumbuhan yang terancam punah, yang mengandung nilai ilmiah, konservasi, dan estetika.

Fitur terpenting dari Konvensi Warisan Dunia 1972 adalah bahwa konvensi ini menghubungkan antara konsep konservasi alam dengan pelestarian kekayaan budaya. Konvensi ini mengakui cara manusia berinteraksi dengan alam, dan kebutuhan mendasar untuk menjaga keseimbangan di antara keduanya.

Identifikasi situs-situs di seluruh penjuru dunia sebagai warisan budaya dan alam ini kemudian menghasilkan sebuah daftar. Daftar inilah yang disebut sebagai Daftar Warisan Dunia (World Heritage List).

Daftar ini merupakan kumpulan warisan-warisan yang tersebar di seluruh dunia yang memiliki Nilai Universal Luar Biasa (Outstanding Universal Value/OUV) yang berperan bagi kemanusiaan. Sebuah situs dapat ditetapkan menjadi Warisan Dunia melalui nominasi yang diajukan oleh Negara-Negara Pihak (States Parties) dari Konvensi Warisan Dunia 1972.

Situs-situs yang tercantum dalam Daftar Warisan Dunia dapat menjalin sebuah kerja sama, baik lokal maupun internasional. Berada di dalam Daftar Warisan Dunia juga dapat membawa manfaat dari elaborasi dan implementasi rencana manajemen komprehensif yang menetapkan langkah-langkah pelestarian yang memadai dan mekanisme pemantauan, yang kemudian dapat menciptakan peningkatan kesadaran publik tentang situs tersebut dan nilai-nilai yang luar biasa yang dimilikinya. Hal ini dapat memengaruhi tingkat kegiatan wisata di situs tersebut yang kemudian berdampak pula pada kondisi perekonomian, terutama masyarakat lokal.

Bukan Hanya Tambang

Kota Sawahlunto memiliki banyak peninggalan dari masa kolonial Belanda. Sisa-sisa kejayaaan itu dapat disaksikan melalui infrastruktur, bangunan, dan bekas galian tambang. Namun, daya tarik Sawahlunto sebenarnya tidak hanya berupa benda saja. Terdapat tradisi dari beragam etnik yang hidup di Kota Sawahlunto dan terus dilestarikan.

Hal itu dikatakan sejarawan dan peneliti dari UIN Imam Bonjol Padang Dr Sudarman dalam bincang-bincang dengan Khazanah, Minggu (7/7/2019).

"Di Sawahlunto, terdapat tradisi dari berbagai etnik yang muncul sebagai kearifan lokal masyarakat akibat pembauran hubungan sosial kemasyarakatan yang tercipta sejak berabad-abad silam. Hal ini bisa menjadi atraksi budaya yang disuguhkan selain dari tinggalan bangunan dan bekas kawasan tambang," ujar Sudarman.

Sejak dijalankannya proyek pertambangan di akhir abad ke-19 silam, Sawahlunto dikenal sebagai kota multietnik. Ribuan pekerja etnis Jawa, Sunda, Batak, Cina, dan Minangkabau didatangkan untuk menambang batu bara. Sampai sekarang, mereka berdampingan di kota ini.

"Oleh sebab itu, Sawahlunto bisa dikatakan sebagai miniatur Indonesia," tambahnya.

Salah satu etnik yang memberi warna di Sawahlunto adalah Jawa. Meski sudah lebih dari seratus tahun tinggal di Ranah Minang, warna budaya Jawa kental terasa. Dari tradisi Jawa, kita bisa saksikan kesenian wayang kulit, kuda lumping, dan Grebeg Suro.

"Di Sawahlunto, etnik Jawa menyumbang persentase terbesar setelah Minang. Saat ini, tercatat sebanyak 30 persen penduduk Sawahlunto merupakan etnis Jawa," jelas Sudarman.

Dari Batak, ada kesenian musik gondang sembilan dan tari tor-tor. Adapun dari Minang, ada tradisi makan bajamba.

Sudarman mengapresiasi Pemerintah Kota Sawahlunto memberi ruang bagi tiap etnik untuk mengekspresikan dan melestarikan budaya.

"Terlebih saat ini Sawahlunto telah mendapat pengakuan sebagai Warisan Dunia dari Unesco. Setiap tradisi yang ada di dalamnya harus lestari," tandasnya. SSC/MN/ denas



BACA JUGA