Malam Ini Pembukaan Pameran Patung Internasional 95 Tahun Maestro Arby Samah

PAMERANNYA DIKUNJUNGI 2 PRESIDEN

Kamis, 19/06/2025 07:43 WIB
Konferensi pers panitia pelaksana pameran patung internasional 95 tahun maestro Arby Samah yang dihadiri Anita Dikarina (Ketua Pelaksana), Ali Umar (Kurator), Zulkifli (Plt Kepala Taman Budaya Sumbar), Ade F Dira (Kasi Produksi dan Kreasi Seni Budaya Taman Budaya Sumbar), Syuhendri (Pamong Budaya), Jon Wahid, Jon Wahid, John Hardi, dan Christina Quisumbing Ramilo (Filipina) dari kalangan seniman pada Rabu (18/6/2025).

Konferensi pers panitia pelaksana pameran patung internasional 95 tahun maestro Arby Samah yang dihadiri Anita Dikarina (Ketua Pelaksana), Ali Umar (Kurator), Zulkifli (Plt Kepala Taman Budaya Sumbar), Ade F Dira (Kasi Produksi dan Kreasi Seni Budaya Taman Budaya Sumbar), Syuhendri (Pamong Budaya), Jon Wahid, Jon Wahid, John Hardi, dan Christina Quisumbing Ramilo (Filipina) dari kalangan seniman pada Rabu (18/6/2025).

MALAM ini, Kamis (19/6/2025), pameran patung berskala internasional memperingati 95 tahun Arby Samah, pelopor patung abstrak asal ranah Minangkabau, akan dibuka secara resmi di Galeri Taman Budaya Sumatera Barat. Rencana pembukaan akan dihadiri Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Wakil Gubernur Sumatera Barat Vasko Ruseimy, pejabat-pejabat dan para seniman, budayawan Sumatera Barat, serta masyarakat pencinta seni.

Kegiatan yang digelar kerja kolaboratif antar-komunitas-institusi: Komunitas Gaung Ekpose-Dinas Kebudayaan-UPT Taman Budaya Sumatera Barat, dan Kementerian Kebudayaan, serta para seniman, pegiat seni di Padang dan Yogyakarta ini, diselenggarakan sejak 19–23 Juli 2025 dengan pelbagai kegiatan.

Arby Samah merupakan pelopor patung abstrak asal ranah Minangkabau yang menjadi tokoh penting dalam sejarah seni rupa Indonesia. Dalam perjalanan sejarahnya, Arby Samah merupakan salah seorang yang mungkin satu-satunya seniman yang berpameran dikunjungi dua presiden Indonesia, yakni Soekarno dan Soeharto.   

Pameran bertajuk "Abstraksi Tanpa Batas: 95 Tahun Arby Samah" ini menghadirkan karya-karya Arby Samah serta 24 pematung terpilih, terdiri dari 5 seniman internasional dan 19 seniman Indonesia yang berasal dari Yogyakarta dan Sumatra Barat—dua kota ini merupakan pusat penting pendidikan seni rupa di tanah air.

Pameran diinisiasi Anita Dikarina dan Armeynd Sufhasril dari Komunitas Gaung Ekspose Padang. “Tujuan utama dari pameran ini adalah  mengenalkan kembali sosok Arby Samah kepada publik, Masyarakat luas, terutama generasi muda. Banyak yang tidak tahu bahwa tokoh pematung abstrak Indonesia berasal dari Sumatera Barat,” kata Anita Dikarina ketua panitia yang juga anak kedua Arby Samah kepada sumbarsatu, Rabu (18/6/2025) di Padang.

Menurutnya, Arby Samah menciptakan lebih dari 250 karya selama hidupnya, baik dalam bentuk patung maupun lukisan. Beberapa karya ikoniknya seperti "Sujud" (1960) dan "Ibu" (1991) akan ditampilkan dalam pameran ini.

Ia juga menyebutkan, alasan pemilihan Galeri Taman Budaya Sumatera Barat sebagai lokasi pameran karena kedekatan emosional dan historis Arby Samah dengan Taman Budaya. Ia turut berperan dalam pendirian Taman Budaya Sumatera Barat dan aktif berkarya semasa hidupnya.

Kurator pameran, Ali Umar, menjelaskan bahwa sebagian besar peserta merupakan seniman yang memiliki kedekatan historis maupun emosional dengan Arby Samah.

“Peserta pameran sebagian besar adalah adik kelas Pak Arby Samah saat kuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta (kini ISI Yogyakarta) atau mereka pernah terinspirasi langsung dari karya beliau. Dari sisi usia pun tidak terlalu jauh,” kata Ali Umar terkait dengan latar belakang peserta pameran.

Ali Umar juga menjelaskan, Arby Samah merupakan seniman satu-satunya di Indonesia yang berpameran disaksikan dua presiden Indonesia: Presiden Soekarno dan Soeharto. “Tetapi kedua presiden itu kurang apresiatif terhadap karya patung abstrak Arby Samah,” sebut Ali Umar, yang juga seorang seniman patung.

Seniman internasional yang berpartisipasi antara lain Masahito Iwano (Jepang), Christina Quisumbing Ramilo (Filipina), Laxman Bahadur Guarti (Nepal), Jorg Van Daele (Belgia), dan Dr. Rosli Bin Zakaria (Malaysia). “Seorang pematung dari Italia yang semula dijadwalkan hadir, batal ikut karena kendala jadwal.”

Seniman Indonesia yang turut ambil bagian di antaranya Jon Wahid, John Hardi, Alexis, Nardi, Asnam Rasyid, Lisa Widiarti, Angga Elpatsa, Herisman Tojes, Harnimal, Basrizal Albara, Erlangga, Yusman, Abdi Setiawan, Ali Umar, Yulhendri, Anusapati, Komroden Haro, dan Ardim.

Christina Quisumbing Ramilo, seniman patung dari Philipina menyampaikan kesannya terhadap karya Arby, “Karya-karyanya bukan hanya soal bentuk, tapi juga menyentuh sisi spiritual dan kemanusiaan—tentang anak, perempuan, dan Tuhan. Saya sangat tersentuh.”

Selain pameran, agenda ini juga akan dimeriahkan oleh pertunjukan seni pendukung seperti teater, tari, dan musik. Bahkan, untuk mendukung regenerasi pematung, workshop selama dua hari (20–21 Juli) akan digelar oleh seniman asal Jepang, ditujukan khusus bagi siswa SD dan SMP di Padang.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala UPTD Taman Budaya Sumbar, Zulkifli, menyatakan dukungan penuh atas kegiatan ini. “Kami sangat mengapresiasi. Ini adalah momen bersejarah karena pertama kalinya Padang menjadi tuan rumah pameran patung internasional. Harapannya ini bisa menjadi agenda rutin, bahkan festival seni patung tahunan,” ujarnya.

Zulkifli juga mengungkapkan bahwa pameran ini didukung Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Kebudayaan dan direncanakan akan dibuka langsung oleh Menteri Kebudayaan, Fadli Zon. Ia menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Barar telah memberikan penghargaan Anugerah Kebudayaan kepada Arby Samah pada tahun 2022 atas kontribusinya di bidang seni rupa.

Meskipun sempat menghadapi kendala teknis, seperti pengiriman karya dari luar negeri dan urusan bea cukai, semangat panitia dan para seniman tetap membara. “Banyak prosedur teknis baru yang harus disesuaikan, tapi kami optimis ini adalah awal yang baik,” kata Anita.

Arby Samah, yang lahir di Pandai Sikek pada 1930, merupakan mahasiswa pertama asal ranah Minangkabau di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta. Karya-karyanya dikenal berani, spiritual, dan menolak pengulangan.

Ia turut membentuk generasi perupa Minangkabau di Yogyakarta—yang kini berjumlah lebih dari 200 orang—menjadikan pameran ini bukan hanya sebagai penghormatan, tapi juga selebrasi warisan artistik yang hidup.

Pameran ini adalah bukti nyata bahwa Sumatra Barat, dengan jejak sejarahnya yang kaya, adalah ladang subur bagi tumbuhnya pematung-pematung ulung Indonesia. Lebih dari sekadar nostalgia, ini adalah deklarasi masa depan.

Rangkaian Pameran

Pameran yang mempertemukan berbagai pendekatan artistik terhadap bentuk, material, dan gagasan mengenai “abstraksi” yang ditafsirkan secara lokal oleh masing-masing seniman juga diisi dengan beragam kegiatan.

Sebagai bagian dari peringatan ini, digelar pula workshop Art in Dome pada 20 dan 23 Juni di area Taman Budaya Sumbar, yang dipandu oleh seniman Jepang Masahito Iwano. Workshop ini memperkenalkan metode ekspresi dalam ruang kubah, sebagai metafora akan keterhubungan dan keintiman dalam proses penciptaan seni.

Pada 21 Juni, digelar diskusi panel bertajuk Melampaui Tradisi Menuju Eksplorasi, di Ruang Diskusi Taman Budaya Sumbar. Diskusi ini menghadirkan sejumlah tokoh pemikir dan seniman seperti Yusman, pematung asal Yogyakarta yang akan membahas sosok Arby Samah sebagai inspirator dan guru dalam berkarya; Muharyadi dari Padang yang mengulas Arby Samah sebagai tonggak sejarah; serta Prof. Dr. Indrayuda,  M.Pd., yang akan menyoroti peran Arby Samah dalam pemajuan seni di Sumatera Barat.

Sebagai bentuk napak tilas atas jejak kehidupan dan inspirasi sang maestro, digelar Tur Budaya dan Inspirasi pada 22 Juni ke kampung halaman Arby Samah di Pandai Sikek, dilanjutkan ke Istano Basa Pagaruyung dan kawasan bersejarah di Bukittinggi.

Rangkaian acara akan ditutup dengan pertunjukan seni pada 23 Juni di Galeri Taman Budaya Sumbar, sebagai penghormatan sekaligus perayaan atas warisan artistik Arby Samah.

Kegiatan ini digagas oleh Komunitas Gaung Ekspos, dengan dukungan komunitas seni seperti Rumah Anjuang, Sinema Sentosa Art, Bunga Padi Official, dan Hamas. Kegiatan ini juga difasilitasi oleh UPTD Taman Budaya-Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar, dan Kementerian Kebudayaan RI.

Anita menambahkan., peringatan ini bukan sekadar penghormatan kepada seorang maestro, tetapi juga refleksi terhadap hubungan antara identitas budaya Minangkabau dan kebebasan berekspresi dalam seni modern. Ia menegaskan bahwa acara ini dirancang sebagai ruang ekspresi bagi seni kontemporer di Sumbar, sekaligus menjembatani kekayaan tradisi dengan semangat zaman yang terus bergerak.

“Dalam perencanaan, hal serupa akan dilaksanakan sebagai agenda dua tahunan,” tambahnya.

Sekilas Arby Samah

Semasa kuliah di ASRI Jogjakarta, saat masih berusia 24 tahun, ia telah melahirkan karya seni patung nonfiguratif yang dinilai baru, inovatif dan diluar dari “pakem”  karya-karya pematung lainnya. Media cetak yang berpengaruh menurunkan beritanya soal terobosan yang diciptakan Arby Samah. Karya patung abstraknya pada saat itu memicu “reaksi” dari pelbagai kalangan, terutama perupa Indonesia.

Dalam sejarah seni rupa di Indonesia, mungkin hanya seniman Arby Samah yang berpameran dikunjungi dua Presiden Republik Indonesia, yakni Soekarno dan Soeharto. Kendati kedua orang nomor satu di Indonesia itu kurang tertarik dengan karya-karya Arby Samah. “Puji-pujian itu hanya untuk Tuhan,” kata Arby Samah suatu ketika dalam sebuah wawancara.

Arby Samah lahir di Nagari Pandai Sikek, Tanah Datar, Sumatra Barat, 1 April 1933 dari pasangan Abu Samah-Siti Jalilah. Masyarakat Nagari Pandai Sikek memiliki tradisi kerajinan ukiran kayu seak dulunya. Ia anak bungsu dari tiga bersaudara kandung: Arbay Samah dan Asmara. Sedangkan saudara yang sebapak di antaranya Ayunis Samah (istri Arbi Sanit, pengajar di UI), Ayernis Samah, Asmaedy Samah dan Asma Elly Samah. Arby Samah bersuku Tanjung.Kursus seni online

Arby Samah menyelesaikan pendidikan SD tahun 1945 dan SMP (1948) di INS Kayutanam, Padang Pariaman, dan (ASRI) Yogyakarta pada tahun 1957. Saat Agresi Belanda II tahun 1948, ia bergabung dengan tentara pelajar Devisi INS Kayutanam (1948-1950). Setamat INS Kayutaman, ia menjadi guru di sekolah agama di Bukittinggi dan Padang Panjang yang juga sekaligus sebagai tenaga sukarela di Gedung Kebudayaan Sumatra Tengah di Padang Panjang. Setelah menyelesaikan pendidikan seni rupa di ASRI Yogyakarta, ia bekerja antara lain pada Museum Angkatan Darat di Yogyakarta, dan di Direktorat Jenderal Kebudayaan Depdikbud di Jakarta. Pada tahun 1970-an, ia pindah ke Padang, Sumatra Barat.

Di Sumatra Barat, Arby Samah menjabat sebagai Kepala Bidang Kesenian di Kanwil Depdikbud Sumbar (1971-1989), Kepala SMSR Negeri Padang (1989-1993). Tahun 1993, suami Murtina ini, pensiun sebagai pegawai negeri.

Selain patung, ia juga banyak menghasilkan karya momumen-monumen sejarah yang dalam bentuk realis, antara lain  “Monumen Bagindo Aziz Chan”, di kawasan Taman Melati Kota Padang pada tahun 1975. Pada tahun yang sama, Arby Samah membuat monumen “Pejuang Revolusi” di Sungai Buluh, Batang Anai, Padang Pariaman.

Selain berpameran di Taman Budaya Sumatra Barat, Arby Samah juga pernah berpameran tunggal antara lain “Seni Patung Arby Samah Mengangkat Batang Terendam” (1994) di Galeri Lontar Jakarta, Duta Fine Art Foundation, dan Galeri Nasional Indonesia. Salah satu karya lukisnya berjudul “Minangkabau” (1959) dikoleksi Galeri Nasional Indonesia. Saat di ASRI Yogyakarta, Arby Samah sempat belajar melukis dan sketsa kepada Hendra Gunawan, S. Soedjojono, Widayat, dan Trubus.Kursus seni online

Kehadiran Taman Budaya Sumatra Barat sebagai ruang aktivitas dan ekspresi seniman, juga tak lepas dari peran dan kontribusi Arby Samah. Sebelumnya, kawasan ini bernama Lapangan Dipo atau Pusat Kesenian Padang. Ia ikut terlibat langsung merintis hadirnya salah satu unit pelaksana teknis (UPT) di bidang seni dan pengembangan budaya ini.

Selain itu, Arby juga ikut menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam proses pengusulan Bagindo Aziz Chan, Wali Kota Padang kedua untuk ditetapkan pemerintah sebagai Pahlawan Nasional, yang akhirnya diputuskan pada 9 November 2005. Arby Samah termasuk 15 seniman patung Indonesia yang terkenal dan berpengaruh. Pada tahun 2005, Dewan Kesenian Sumatra Barat menganugerahinya sebagai maestro patung abstrak Indonesia. 

Pernikahannya dengan Murtina diberi lima orang anak, yaitu Aurora Murnayati, Anita Dikarina, Lenggo Geni, Nurkesuma, dan Adek Sukma Murti, serta 8 orang cucu. Arby Samah meninggal dunia pada Rabu 6 September 2017 dalam usia 84 tahun di Kota Padang dan dikebumikan di pandam pekuburan masyarakat Tanah Datar di Kelurahan Banuaran Nan XX (Banuaran), Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang. (nasrul azwar)



BACA JUGA