
-
Padang Pariaman, sumbarsatu.com– Masyarakat Nagari Katapiang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, menyatakan kekecewaan dan kemarahan atas pembatalan sepihak Festival Baghalek Gadang Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) I Padang Pariaman 2025, yang sedianya digelar 10–12 Juli mendatang.
Bupati Padang Pariaman, H. John Kenedy Azis (JKA), membantah tudingan bahwa pembatalan dilakukan tanpa dasar.
Pembatalan itu disebut-sebut terjadi karena anggaran sebesar Rp240 juta yang dialokasikan untuk kegiatan budaya tersebut "tidak dapat dipertanggungjawabkan". Informasi ini disampaikan oleh Kabid Pariwisata, Ade Novelia, dalam pertemuan informal dengan tokoh masyarakat pada Jumat malam (4/72025).
“Kami kecewa dan marah. Ini bukan sekadar pembatalan acara, ini pelecehan terhadap marwah adat kami,” tegas Emil Syah Datuak Rajo Panyinggahan, Wakil Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Katapiang, Minggu (6/7/2025) seperti dilansir https://www.dirgantaraonline.co.id/.
Menurut Emil Syah, pembatalan dilakukan tanpa dialog dengan masyarakat atau ninik mamak yang selama ini telah terlibat dalam berbagai persiapan, termasuk rapat resmi yang sebelumnya dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Anwar.
Tidak tinggal diam, masyarakat Katapiang memutuskan tetap menggelar Alek Nagari secara swadaya, tanpa dana dari APBD.
“Sudah ba iya, ba indakan. Kami tetap menyelenggarakan acara ini. Mamak kami, Bahrul Hikmah Rajo Sampono, siap memimpin pelaksanaan acara secara mandiri,” ucap Emil Syah.
Acara tetap akan berlangsung selama tiga hari sesuai rencana, dengan tekad bahwa tidak ada sepeser pun dana pemerintah daerah yang digunakan.
Respons Bupati: “Ini Demi Efisiensi dan Keadilan Antar Nagari”
Bupati Padang Pariaman, H. John Kenedy Azis (JKA), membantah tudingan bahwa pembatalan dilakukan tanpa dasar. Dalam keterangan persnya, JKA menyebut pembatalan dilandaskan pada Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran.
“Kami tidak ingin ada kesan pemerintah menghambur-hamburkan anggaran saat efisiensi sedang digalakkan secara nasional. Anggaran Rp240 juta untuk satu nagari tidak proporsional,” kata JKA.
Bupati juga menyinggung soal kurangnya koordinasi antara Bidang Kebudayaan dan pimpinan dinas terkait. Ia menegaskan, kegiatan serupa sebelumnya di nagari lain diselenggarakan tanpa menggunakan dana APBD.
“Jangan sampai nagari lain merasa dianaktirikan. Kita punya 103 nagari, semua harus diperlakukan adil,” ujarnya.
Untuk menampung aspirasi dan karya para seniman yang telah bersiap, Bupati menyebut akan mengalihkan bentuk kegiatan ke format lain yang lebih efisien dan langsung dikelola oleh pemerintah nagari, tanpa melibatkan dinas.
“Kami minta maaf kepada masyarakat Katapiang. Tidak ada pretensi lain selain efisiensi. Kegiatan ini akan tetap berjalan dalam bentuk lain. Semangat berkesenian harus tetap hidup,” tutup JKA.
DPRD Diminta Gelar RDP
Sebagai bentuk tanggung jawab politik, tokoh adat Katapiang berencana mengajukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Kabupaten Padang Pariaman pasca acaraberlangsung. Tujuannya untuk meminta kejelasan dan pertanggungjawaban Bupati atas pembatalan sepihak ini.
“Ini soal harga diri dan marwah budaya Minangkabau. Kita akan minta penjelasan resmi di forum DPRD,” ujar Emil Syah.
Peristiwa ini menunjukkan bagaimana gesekan antara birokrasi dan budaya dapat memicu krisis kepercayaan. Namun masyarakat Katapiang memilih bertahan dan melawan dengan cara bermartabat: tetap menghidupkan budaya, meski tanpa sokongan negara.
Dengan atau tanpa anggaran pemerintah, Alek tetap digelar. Kini, bukan hanya sebagai pesta budaya, tetapi juga sebagai simbol perlawanan terhadap sikap birokrasi yang dianggap mengabaikan kehormatan masyarakat adat. ssc/mn