Opakai Bukittinggi Nilai PT KAI Langgar UU

RENCANA PENGGUSURAN WARGA STASIUN

Jum'at, 07/07/2017 08:27 WIB
Warga Bukittinggi yang tergabung dalam Opakai menggotong keranda mayat yang yang ditempelkan gambar Wali Kota Bukittinggi saat berunjuk rasa, Kamis (7/6/2017).

Warga Bukittinggi yang tergabung dalam Opakai menggotong keranda mayat yang yang ditempelkan gambar Wali Kota Bukittinggi saat berunjuk rasa, Kamis (7/6/2017).

Bukittinggi, sumbarsatu.com--Dalam relis Organisasi Penyewa Aset Kereta Api Indonesia (Opakai) yang diterima sumbarsatu, Kamis (6/7/2017) dikatakan, rencana reaktivisasi kereta api di Bukittinggi keniscayaan dan kedok di balik kapitalisasi atas aset negara untuk pembangunan hotel, homestay dan balkondes.

Atas nama pembangunan, PT. KAI telah mengabaikan hukum dan kepentingan nasional serta memarjinalkan masyarakat. Hal ini tercium sejak 25 Februari 2017 ketika Menteri BUMN RI (Rini Soemarno) melakukan kunjungan kerja ke Kantor PT. KAI di Bukittinggi. Di mana terpampang sebuah spanduk, site plan yang bertuliskan “Pembangunan Balkondes dan Homestay Bukittinggi Sumatera Barat”.

Pada 13 April 2017, PT KAI melalui surat bernomor KA. 203/IV/05/DIVRE II SB-2017 memberitahukan penyewa tanah eks PJKA untuk mengosongkan lahan dimaksud. Bahkan, melalui Surat Pemberitahuan pengosongan lahan yang diterbitkan oleh PT KAI pada 15 Mei 2017 bernomor KA.203/V/8/DIVRE II SB-2017 yang berisi tentang pemberitahuan penertiban bangunan di atas tanah milik PT. KAI di Emplesemen Bukittinggi, tampak jelas salah satunya merujuk kepada Nota Kesepahaman antara PT KAI dengan PT Patrajasa No. KL.703/III/8/KA-2017 – 05/DIRUT PJ/NKB/III/2017 tanggal 20 Maret 2017 tentang Kerja Sama Pengembangan Optimalisasi Lahan.

“Hal ini memperlihatkan bahwa pemutusan kontrak sepihak oleh PT. KAI terhadap sewa bekas lahan PJKA yang ditempati masyarakat Stasiun Bukittinggi telah melanggar UU No. 5/1960 tentang UUPA, UU No. 23/2007 tentang Perkeretapian, UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengolaan Lingkungan Hidup, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan beserta peraturan pelaksananya,” kata Kumar Z Chan, Ketua Opakai Bukittinggi.

Rencana sepihak PT KAI mengadakan kerja sama pembangunan hotel, homestay dan balkondes dengan PT. Patrajasa tersebut bertentangan dengan Perda Kota Bukittinggi No 6/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bukittinggi Tahun 2010-2030, yang memperuntukan bahwa wilayah yang direncanakan sebagai tempat pembangunan hotel, homestay dan balkondes dimaksud adalah bagian dari pengembangan jaringan jalan kereta api yang merupakan jalur Padang-Padang Panjang-Bukittinggi-Payakumbuh-Pekanbaru-Dumai.

Jalur ini merupakan simpul jaringan jalan kereta api antarkota yang dikembangkan pada stasiun kereta api yang telah ada di Jalan Angkatan 45 Kelurahan Tarok Dipo, Kecamatan Guguk Panjang (Pasal 38).

Dalam konteks pembangunan, rencana PT. KAI tersebut, selain telah melanggar UU Penataan Ruang, patut diduga juga tidak dihormatinya prinsip otonomi daerah dan administrasi pemerintahan serta perlindungan lingkungan hidup oleh PT. KAI.

Jika tanah emplasmen yang dikuasai oleh PT KAI dipandang sebagai tanah negara, maka tidak dibenarkan untuk diperuntukkan di luar ketentuan yang diatur sesuai dengan peruntukan yang diatur oleh UU Penataan Ruang.

“Karena itu, rencana pembanguan hotel, homestay dan balkondes di Kelurahan Tarok Dipo, Kecamatan Guguk Panjang patut diduga belum memenuhi persyaratan hukum mengenai perizinan. Apalagi terkait dengan berperspektif perlindungan lingkungan hidup sebagaimana diatur oleh UU No. 32/2009 beserta peraturan pelaksananya yang mengamanatkan harus adanya amdal terlebih dahulu,” terangnya.

Sebab, tambahnya, perizinan terhadap pembangunan secara adminsitratif merupakan hak dan kewenangan Pemda Kabupaten/Kota menurut UU Adminstrasi Pemerintahan, harus memperhatikan asas legalitas dan perlindungan HAM (Pasal 5 & 6) serta harus memperhatikan tata kelola pemerintahan yang baik; dan otonomi daerah.

Jika pembangunan hotel, homestay dan balkondes dimaksud telah memenuhi segela persyaratan sebagaimana yang telah diuraikan, satu hal yang perlu diingat, bahwa Penyelenggaraan bangunan gedung di kabupaten/kota, termasuk pemberian IMB sertifikat layak fungsi bangunan gedung merupakan urusan konkuren bagi kabupaten/kota.

Oleh karena itu, kami warga stasiun Bukittinggi dengan ini secara tegas, menyatakan, warga stasiun yang tergabung dalam Opakai menolak pengosongan lahan untuk pembangunan hotel, homestay, balkondes dan sejenisnya berdalih reaktivitasi kereta api.

Selain itu, meminta jajaran Pemerintahan Kota Bukittinggi untuk mengambil langkah pelindungan terhadap aset negara dan melindungi warga Bukitinggi atas rencana PT KAI yang bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan.

“Kami meminta pemerintah, khususnya PT KAI untuk menghormati hak-hak asasi (hak konstitusional) warga Bukittinggi sekaligus menghormati hukum dan peraturan perundang-undangan. Dan meminta PT KAI untuk segera menghentikan segala aktivitas rencana pembanguan dalam bentuk apapun di luar ketentuan yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan,” tambah Kumar Z Chan. (SSC)



BACA JUGA