Suasana sosialisasi HPL di Balai Adat Nagari Sungai Kamuyang yang dihadiri sedikit nini mamak karena belum jelasnya status KAN Sungai Kamuyang
Reportase RANDI RAIMENA
Sungai Kamuyang, sumbarsatu.com—Dari dokumen Keputusan Kementerian ATR/BPN NoMOR 131/HPL/KEM-ATR/BPN/X/2023, tentang Pengakuan Tanah Ulayat Menjadi Hak Pengelolaan yang didapat sumbarsatu, permohohan penerbitan HPL untuk Nagari Sungai Kamuyang diajukan oleh Irmaizar Datuak Rajo Mangkuto, Ketua KAN versi Mubeslub ke Kementerian ATR/Kepala BPN pada 7 September 2023.
Hanya dalam waktu sebulan setelah diajukan terbitlah sertifikat HPL. Di dokumen sertifikat tanda bukti hak yang dikeluarkan Kementerian ATR/Kepala BPN, tertera Kerapatan Adat Nagari Sungai Kamuyang sebagai pemegang hak. Ini adalah salah satu poin keberatan masyarakat, salah satunya Pak Siu di atas dan beberapa niniak mamak seperti A. Datuak Magek Mangkuto.
“Ulayat nagari bukan milik organisasi tapi milik pasukuan di Nagari Sungai Kamuyang. Milik Nagari Sungai Kamuyang. Kenapa yang disebut pemegang hak adalah KAN? Ini sangat berbahaya sekali, di masa depan bisa menimbulkan konflik antaranak nagari atau paling parah konflik dengan negara,” kata A. Datuak Magek Mangkuto saat dihubungi via telepon, akhir Oktober lalu.
BACA: Sarat Intrik dan Rugikan Nagari, Masyarakat Sungai Kamuyang Gugat Sertifikasi HPL
Datuak Mangkuto Mogek sendiri merupakan anggota Tim Pendamping Pelaksanaan Pemasangan Tanda Batas Pilot Project Tindak Lanjut Data Tanah Ulayat Nagari Sungai Kamuyang. Namun sepanjang kegiatan yang didampingi oleh PAgA Unand itu, ia sama sekali tidak pernah diberitahu model sertifikat yang akan diterbitkan untuk ulayat Nagari Sungai Kamuyang.
“Setelah mendata tanah ulayat, dan menyelesaikan tumpang tindih batas ulayat kaum dan ulayat nagari, Kita inginnya sertifikat milik bersama untuk ulayat nagari. Tapi tiba-tiba yang keluar HPL. Sepertinya diajukan diam-diam, niniak mamak lain tidak ada juga yang diberitahu tampaknya,” lanjutnya
Sertifikat HPL Nagari Sungai Kamuyang
Ia menambahkan, bahwa sepanjang pertemuan-pertemuan dan sosialisasi dalam beberapa tahun terakhir dengan pihak Unand dan PAgA sendiri, niniak mamak anggota tim pendampingan sama sekali tidak pernah diajak diskusi atau diberitahu soal kemungkinan terbitnya HPL sebagai hasil dari pendataan tanah ulayat.
Dari dokumen rekap pertemuan dan sosialisasi antara niniak mamak, pemerintah nagari dan perwakilan Kementerian ATR/BPN, serta dengan para ahli dari Unand, yang berlangsung sejak Juni 2023, hanya ada satu kalimat yang mencantumkan frasa “Hak Pengelolaan Ulayat”.
Frasa ini tertera di hasil rapat sosialisasi Pilot Project Tindak Lanjut Data Tanah Ulayat Nagari Sungai Kamuyang pada 13 Juni 2023. Di sana tertulis di poin 7 bahwa “dalam hal penatausahaan tanah ulayat dan/atau penerbitan sertifikat hak pengelolaan tanah di Sungai Kamuyang maka akan tertulis milik Nagari Sungai Kamuyang, bukan Pemerintah Nagari Sungai Kamuyang.
Namun dalam notulensi rapat-rapat dan sosialisasi selanjutnya, frasa ‘Hak Pengelolaan Ulayat’ tidak muncul lagi. Yang muncul secara konsisten malah persoalan batas tanah ulayat. Sama sekali tidak ada pembahasan mengenai model sertifikasi.
Dalam dokumen Laporan Tim Pendamping Pelaksanaan Pemasangan Tanda Batas Pilot Project Tindak Lanjut Data Tanah Ulayat Nagari Sungai Kamuyang, juga tidak ditemukan adanya rekomendasi dari Tim Pendamping untuk menerbitkan sertifikat HPL Tanah Ulayat.
Di akhir laporan, Tim Pendamping yang bertugas untuk 1) melaksanakan pendampingan pengukuran dan pemasangan tanda batas dan 2) melaksanakan pendampingan dalam kegiatan pemberkasan, memberi penekanan bahwa hasil kerja mereka dapat digunakan sebagai data awal Penatausahaan Tanah Ulayat Nagari Sungai Kamuyang sebagai Tanah Masyarakat Hukum Adat Nagari Sungai Kamuyang.
Sekali lagi, di laporan itu tidak ada ditulis rekomendasi hasil kerja tim sebagai data awal untuk penerbitan HPL Tanah Ulayat.
Kembali mengutip, Datuak Magek Mangkuto, dia dan niniak mamak lainnya di Tim Pendamping tidak pernah berniat untuk mendaftarkan sertifikasi HPL Ulayat. Adanya penyebutan sekali lalu soal HPL di awal-awal dimulainya Project Pilot itu, dianggapnya sebagai opsi, bukan keputusan final.
“Mana mungkin diputuskan dari awal bentuknya (sertifikatnya), sedangkan kita saja baru mau mendata dan menyelesaikan persoalan batas wilayah nagari dan kaum. Lagipula, ini jujur saja, mengenai HPL itu tidak semua kami paham sepenuhnya, apa resikonya, apa keuntungannya, tidak ada yang ajak kami berembuk,” jelasnya.
“Mana mungkin kami menyetujui barang yang belum jelas, sama saja membeli kucing dalam karung kalau begitu,” pungkasnya.
Para petani yang kini memanfaatkan tanah ulayat, juga mengaku tidak pernah menerima sosialisasi sebelum terbitnya HPL. Mereka mengaku baru diberi sosialisasi oleh wali nagari setelah terbitnya HPL. Sampai berita ini ditulis, Wali Nagari Sungai Kamuyang Isral, belum memberi tanggapan kepada sumbarsatu saat ditanya mengenai masifnya penolakan HPL oleh masyarakat.
Prof Kurnia Warman, Direktur PAgA Unand juga tidak berkomentar banyak terkait minimnya sosialisasi HPL, baik di tingkat niniak mamak, maupun masyarakat di bawah.
Di sisi lain, Donal dari Aliansi Peduli Nagari menyoroti sejumlah kejanggalan administratif terkait terbitnya HLP Ulayat. Ia melihat adanya skenario untuk meloloskan kepentingan pihak tertentu, mengingat proses yang sangat cepat serta pengabaian adanya indikasi maladministrasi oleh pihak-pihak terkait.
“Semua proses terbitnya HPL ini penuh kejanggalan. Ketua KAN yang mengajukan permohonan HPL ke Kementerian ATR/BPN pada 7 September 2023 itu, statusnya legalitasnya belum jelas. Karena belum dikeluarkan SK nya oleh LKAAM Kecamatan sesuai Perda No 1 Tahun 2018, serta belum diakui oleh mayoritas niniak mamak Sungai Kamuyang,” papar Donal sambil menambahkan bahwa dugaan maladministrasi ini merupakan salah satu alasan mengajukan surat pencabutan sertifikat HPL ke Kementerian ATR/BPN.
Pada 5 Oktober 2023, Kementerian ATR/BPN membalas surat tersebut, lanjutnya. “Dan sertifikat terbit dua hari kemudian, yaitu tanggal 7 Oktober 2023.”
“Anehnya,” sambung Donal, “Tiga hari setelah terbitnya SK HPL, Pemerintah Nagari menerbitkan PERNAG yang dijadikan dasar untuk menerbitkan SK KAN versi Mubeslub pada 10 Oktober 2023. PERNAG No 4, tahun 2023 itu juga terbit dihari yang sama 10 Oktober. Bayangkan Pernag dan SK KAN bisa terbit di hari yang sama, tanpa dibahas terlebih dahulu.”
Jadi, sertifikatnya diajukan dan diterbitkan sebelum KAN-nya memiliki SK, sebelum si pengajunya berstatus legal. Masih mengutip Donal, Ini terlepas dari sah atau tidaknya SK tersebut, karena penerbitan SK KAN oleh Pemerintah Nagari diduga telah langgar Perda No 1, Tahun 2018.
“Ibarat orang melahirkan, duluan anaknya dari pada hamilnya,” tutupnya. SSC/RAN