Nazif Lubuk, Kepala Biro Humas Paling Heboh

--

Rabu, 03/05/2023 08:00 WIB
Foto Ed Zoelverdi/Tempo

Foto Ed Zoelverdi/Tempo

Kalau ada pejabat-pejabat selevel di Kantor Gubernur Sumatra Barat berkumpul, lalu ada Drs. Nazif Lubuk, dipastikan suaranya yang paling terdengar. Ibarat iklan rokok, kalau tak ada Acip (panggilannya), tidak ramai. Pokoknya ia memang Kepala Biro Humas paling hebohlah.

Meski bersuara besar dan lantang, Acip sebenarnya orang sangat baik dan akrab dengan siapa saja. Yang sama besar diba­wanya bergaul gaya parewa, yang lebih muda selalu diperhatikan dan dimbim­bingnya. Lebih-lebih lagi para war­tawan ketika ia menjadi juru bicara umah Bagonjong (sebutan Kantor Gubernur Sumbar).

 “Da Cip,” wartawan menyapa.

Ngapain nyapa saya, sudah makan kau, sudah ngopi?”

“Cek sound saja”

“Ha ha ha ha, kamarilah angku.”

Kamarilah angku, itu maksudnya tak lain, mengajak si wartawan ngopi baik di ruangannya atau di kafe kantor gubernur.

“Di ruangan saya saja mengetik berita, dingin,” katanya lain hari.

Itulah Drs Nazif Lubuk yang akrab disapa wartawan dengan panggilan Uda Acip. Orangnya humoris, akrab ke atas dan ke bawah. Suaranya agak keras, tapi lebih keras dan enak tawanya. Jangan mengaku demam atau sakit di depannya, segera saja ia kasih atau belikan obat.

Jabatannya Kepala Biro Humas Pemprov Sumatera Barat semasa Gubernur Azwar Anas. Dia adalah Kepala Biro Humas terlama, yakni hampir lima tahun sejak 1984 hingga 1988. Tidak ada Kepala Biro Humas sesudahnya yang menjabat lebih dari tiga tahun.

Acip dilantik jadi Kepala Biro Humas pada 1984. Sejak itu ia pijak gas terus-menerus sehingga kemanapun Azwar Anas bertugas, Acip selalu ikut. “Dalam seminggu hanya dua hari tidur di rumah, selebihnya mendampingi Pak Azwar bertugas ke daerah-daerah atau ke Jakarta,” kata istrinya Titi Nazif Lubuk, mantan Wakil Ketua DPRD Sumbar dari Golkar. Kebiasaan pergi bersama gubernur itu selalu ia lakukan sampai masa jabatannya berakhir 1988.

Ia boyong wartawan “segerobak” ke Malaysia meliput acara pemberian gelar untuk Azwar Anas. Juga ke acara “Tong Tong” di Belanda. Kepada wartawan ia bertanya apa yang mesti dilakukan lagi dan apa yang mesti dipidatokan Azwar Anas. Acip juga terlibat aktif bersama Ketua Bappeda Thamrin Nurdin menyusun laporan visual pembangunan di provinsi itu, sehingga kemudian Sumatera Barat meraih Prasamya Purna Karya Nugraha Pelita III, akhir tahun 1984.

Sarjana ekonomi Universitas Andalas tamatan 1968 ini adalah adik kandung Annas Lubuk, pemimpin redaksi Harian Haluan. Meski  kakaknya wartawan senior, sekalipun tak pernah ia menyebut hal itu kepada wartawan manapun. Cuma, wartawan Haluan saja menaruh hormat, agak sungkan. Meski begitu bagi Acip semua reporter yang berpos di kantor gubernur adalah adik-adiknya, nyaris tidak ada jarak. Suasana batin saat Azwar Anas jadi gubernur jauh berbeda dengan “zaman now” sehingga pergaulannya begitu dekat. Gubernurnya punya beban kerja yang juga tak sama dengan zaman sekarang.

Acip lahir 3 April 1942 dan meninggal dunia 23 Desember 2014. Semasa hidupnya ia merupakan pejabat yang disukai semua orang. Suatu hari, beberapa tahun sebelum ia meninggal masih terlihat duduk ngopi bersama teman-temannya di kedai kopi langganannya di Pondok Padang.

“Ia sudah sakit-sakitan, tapi Uda Acip marah ketika saya menolak dibayarkan kopi. Lah kayo ang, ndak amuah den bayia lai,” katanya kepada Pemimpin Redaksi Harian Singgalang, Khairul Jasmi. Maksudnya, kenapa ditolak apakah Anda sudah kaya? Tentu saja, Khairul Jasmi, pasrah sambil keduanya sama-sama tertawa. Begitulah Acip, ia tak peduli wartawan muda doeloe yang kini sudah jadi pemred, tak boleh membayarkan minumannya. Bagi dia, menolong kawan, atau sekadar membayar kopi teman, adalah obat.

Pertama masuk menjadi PNS di Provinsi Sumatera Barat, pria asli Padang ini, dipercaya sebagai Kepala Perusahaan Daerah (PD) Dinamika. Saat itulah perusahaan ini ditunjuk sebagai perwakilan pemasaran mobil VW dan Chevrolet untuk Sumatera Barat. Tak lama, ia ditarik sebagai Kepala Protokol Kantor Gubernur Sumatera Barat. Jabatan itu cocok benar dengannya. Ia memang berpenampilan dandy dan punya postur yang gagah.

Sebentar di protokol, Gubernur Azwar Anas lantas mempercayainya sebagai  Kepala Sub Dinas Retribusi Dispenda. Pada 1984 jadi Kabiro Humas, empat tahun kemudian dipercaya pula menjadi Kepala Dinas LLAJ semasa  Gubernur Hasan Basri Durin. Tak lama kemudian, dia diangkat lagi menjadi Kepala Dinas Pariwisata.

Semasa menjadi Kepala Dinas Pariwisata, Acip gencar melakukan promosi, termasuk membuat buku saku dan brosur obyek wisata di provinsi itu. Sukses di sana, ditarik ke dekat ruang kerja gubernur, sebagai Asisten IV dan jabatannya terakhir Kepala Badan Pembangunan Masyarakat sampai ia pensiun. Di kantor manapun ia berada, jabatan apapun yang ia sadang, ia selalu akrab dengan wartawan. Jika sudah lama tak datang, ia telepon.

Indak paralu berita dari den dek angku lai?” (Sudah tidak perlu lagi berita dari saya?). Lalu wartawan pun datang.

“Kenapa mengintip-ngintip, pintu itu pakai engsel, masuk saja,” katanya terkekeh. Ternyata Nazif Lubuk ini akrab bukan dengan wartawan saja, tapi dengan semua kalangan. Gayanya yang lepas, apa adanya, asli gaya Minang, membuat suasana jadi hangat.

“Oleh Uda Cip semua sama di matanya, dari orang kecil sampai pejabat, orang kaya dan miskin, semua dekat di hatinya dan itu di antara yang sampai sekarang bisa Uni kenang dengan bahagia sampai detik ini. Alhamdulillah,” kata istrinya Titi Nazif Lubuk, awal Januari lalu. Istri cantiknya itu, kini bahagia bersama empat anak dan tujuh cucunya.

Bagaimana hubungannya dengan Gubernur Azwar Anas? Bisa hilang akal gubernur kalau Acip tak ada, sebab semua buhul sekuat apapun bisa lepas olehnya. Masalah selesai, urusan beres, berita gubernur mendarat di halaman surat kabar. Khairul Jasmi

Sumber: Buku 121 Wartawan Hebat dari Ranah Minang & Sejumlah Jubir Rumah Bagonjong, 2018



BACA JUGA