Mengenang Eksistensi dan Letak Makam William Hendrik De Greve Sang Ahli Geolog di Jorong Koto-Hilia Nagari Durian Gadang

--

Senin, 28/11/2022 09:51 WIB

OLEH Arriyansyah Putra (Mahasiswa Ilmu Sejarah FIB Unand)

Batang Kuantan sudah banyak menjadi saksi sejarah dan peradaban dimasa lalu. Batang Kuantan digunakan oleh masyarakat setempat dan para penambang sebagai jalur transportasi batu bara, emas dan lainnya. Batang Kuantan memiliki cerita menarik sehingga ditemukannya makam sang ahli geologi muda asal Hindia Belanda di Jorong Koto-Hilia, Nagari Durian Gadang, Kabupaten Sijunjung.

Makam merupakan tempat tinggal, kediaman, atau tempat peristirahatan terakhir bagi manusia. Di setiap daerah hampir memiliki makam-makam bersejarah dan menjadi situs cagar budaya. Biasanya semua makam terdiri dari orang-orang yang sangat berpengaruh dan berkontribusi banyak terhadap suatu wilayah.

Pengelolaan dari makam itu sendiri langsung diawasi dan ditangani oleh pemerintah daerah setempat. Terdapat banyak makam makam orang-orang berpengaruh di daerah Minangkabau sekitaran Batang Kuantan. Dikarenakan dahulunya Batang Kuantan menjadi salah satu transportasi bagi masyarakat banyak. Fungsi dan peranan Batang Kuantan menjadi kunci peradaban hingga saat sekarang ini, khususnya penemuan makam William Hendrik De Greve.

Tepatnya di Sawahlunto, sosok William Hendrik De Greve sudah tidak asing lagi bagi masyarakat disana. Dia merupakan ahli geologi yang menjadi kontribur utama dalam menguak batubara yang ada di Sawahlunto. Dia memiliki banyak pencapaian sukses diusia muda serta memiliki banyak kontribusi terhadap pertambangan di Sawahlunto.

Sesuai yang tertulis didokumen resmi, ia dimakamkan di Durian Gadang-Silokek. Namun ternyata, makam sebenarnya terletak di Jorong Koto-Hilia yang termasuk ke dalam Kecamatan Sijunjuang, Kabupaten Sijunjuang sedangkan Silokek sendiri merupakan nagari yang bertetanggaan dengan Nagari Durian Gadang.

Letak persis makam De Greve terletak di wilayah yang bernama Pulau Godang. Tempat ini bersebrangan langsung dengan Batang Kuantan. Untuk menuju ke tempat tersebut, kita harus melewati jembatan gantung yang terbentang di atas Batang Kuantan. Makam De Greve ini berada di tanah milik Pasukuan Melayu.

Kondisi dari makamnya ini pun bisa dibilang sangatlah sederhana. Hanya ada nisan dengan ukuran Panjang 107 cm dan lebar 88 cm. kualitas dari batu nisan ini sendiri membuat seakan akan masih terlihat baru.

Ada sebuah tulisan dalam Bahasa Belanda yang berada di batu nisannya yaitu “Hier rust de mijn ingenieur W.H. de Greve den 22 October 1872 door een ongelukkig toeval alhier omgekomen R.I.P.” yang berarti “Di sini beristirahat dengan tenang insinyur pertambangan W.H. de Greve yang pada 22 Oktober 1872 meninggal di tempat ini karena kecelakaan.”.

Perjalanan hidup De Greve ini cukup singkat, ia dilahirkan di Freneker, Belanda pada tanggal 15 April 1840. Dalam usia 19 tahun, ia meraih gelar insinyur pertambangan dari Akademi Delft pada 1959. Lalu ia pergi ke Hindia Belanda untuk mengadu nasib. Pada 14 Desember 1861, Pemerintah Kolonial Belanda menunjuk De Greve untuk menangani penelitian tentang bahan tambang di Hindia Belanda.

Pada 27 Desember 1861, ia menikah dengan E.L.T Baroness, seorang putri dari pasangan W.R. Baron Hoevanlinggi dan E.J.W. Shutter. Mereka dikaruniai tiga orang anak.

De Greve semasa hidupnya sudah melakukan penelitian kemana-mana, antara lain ke Seram dan Bangka. Ia berhasil melakukan perkembangan eksploitasi timah disana. Pada 1 September 1863, De Greve masih merupakan insinyur level ketiga dan pada tanggal 9 Desember 1865 menduduki insinyur kedua. Pada 26 Mei 1867, datanglah surat keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk memerintahkan De Greve pergi ke Ombilin untuk melakukan penelitian mengenai kandungan mineral yang ada di pedalaman Minangkabau. 

Peran yang diemban De Greve diumur yang masih relative muda, ia sangat berpedoman pada De Groot. Sebelumnya sudah dilakukan penelitian juga di pedalaman Minangkabau oleh Ir. C. De Groot van Embden pada tahun 1858. Alasan mengapa dikirimkannya De Greve bukanlah karena De Groot gagal melainkan dimasa De Groot belum tereksplorasi secara keseluruhan kekayaan bumi yang ada di pedalaman Minangkabau.

Pada 1868, ia menyatakan bahwa kandungan emas hitam yang ada di aliran Sungai Ombilin, ada lebih kurang dari 200 juta ton. Persebaran emas hitam ini ada beberapa tempat yaitu Parambahan, Sigaloet, Lembah Soegar, Sungai Durian, Sawah Rasau dan Tanah Hitam. Dia merampung hasil penyelidikannya dan mempublikasikan laporannya yang berjudul “Het Ombilien-kolenveld iin de Padangsche Bovenlanden en het Transportstesel op Sumatra’s Weskust”.

Lalu dia melaporkan ke Hindia Belanda dan Kembali melakukan ekspedisi lagi menghiliri Sungai Ombilin hingga Batang Kuantan pada tahun 1872. Saking semangatnya dalam penelitian, ia sering mengundur dan menolak promosi insinyur tingkat satu pada 27 Februari 1869.

Batang Kuantan terkenal akan sungainya yang luas dan berarus deras. Pada tanggal 22 Oktober 1872, Peristiwa naas terjadi ketika rombongan ekspedisi De Greve mengarungi sungai Kuantan, perahu yang dipakai De Greve terbalik dan dia terseret arus besar Batang Kuantan. Muatan perahu ekspedisi tersebut tumpah dan terseret sungai.

De Greve sempat berpegangan dengan kondisi perahu terbalik namun kuatnya hempasan arus sungai tak dapat membuatnya bertahan. Insinyur muda tersebut tak dapat menyelamatkan diri dan tidak ada pula orang yang bisa menyelamatkannya.

Perjalanan seorang ahli geologi termuda ini harus berakhir di Batang Kuantan. De Greve dinyatakan tewas tenggelam dan mayatnya berhasil ditemukan kemudian dimakamkan di Jorong Koto-Hilia, Nagari Durian Gadang, Kabupaten Sijunjung.

Ia ditemukan dalam posisi setengah jongkok dan kaku sehingga jenazahnya dimakamkan dalam posisi duduk. Penelitian De Greve ini telah membawa berbagai dampak bagi banyak orang, baik bagi Hindia Belanda maupun perkembangan infrastruktur di Sumatera Barat seperti jalan, gedung, pelabuhan dll. Pada tahun 1887 dimulainya pembangunan jalur kereta api Padang-Sawahlunto  dan selesai pada tahun 1894.

Serta kontribusnya terhadap kota Padang yaitu Pelabuhan Teluk Bayur yang kita kenal sekarang dulunya Bernama Emmahaven, dibangun pada tahun 1888 sampai 1893. Sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan, pemerintah Hindia Belanda membuat taman di Padang dengan nama “Taman De Greve”.

Di sekitaran taman juga dibangun monumen Bernama “Monumen De Greve”. namun pada masa kemerdekaan, kebijakan pembangunan di Padang mengakibatkan monument tersebut tidak dapat ditemukan keberadaannya. Ditambah dengan penemuan dermaga di tepian Batang Arau yang juga dinamakan “De Grevekade”.

Pada tahun 1991, para pelaku tambang memperingati satu abad tambang batu bara Ombilin. Pengorbanan De Greve telah memberikan wajah baru bagi kota Sawahlunto. Arsitektur bangunan khas belanda bahkan masih ada sampai saat ini. Di daerah lembah lunto (Lunto Kloo) yang memiliki atasan rumah khas Eropa.

Bangunan-bangunan itu sampai hari ini masih tetap kokoh walaupun berusia puluhan tahun bahkan ada yang lebih dari satu abad. Kota industri tambang batu bara telah dilahirkannya menjadi pemicu perkembangan yang pesat dalam berbagai perubahan di pedalaman Minangkabau.  Pengorbanan De Greve masih terasa sampai sekarang, tak lekang oleh waktu dan tak mati karena perubahan zaman.



BACA JUGA