Zuiyen Rais, Wartawan Pertama yang Jadi Wali Kota

--

Jum'at, 11/11/2022 01:00 WIB
Zuiyen Rais

Zuiyen Rais

OLEH FIRDAUS ABIE (Wartawan Senior)

 Zuiyen Rais–lengkapnya Drs. H Zuiyen Rais, M.S–adalah wartawan per­tama di Indonesia menjadi wali kota. Ia menjadi Wali Kota Padang selama 10 tahun, dua periode (1993-1998 dan 1998-2003). Bela­kangan, lama kemudian, jejaknya diikuti Rizal Effendi, wartawan yang menjadi Wali Kota Balikpapan, Kalimantan Timur setelah era reformasi.

Zuiyen Rais dilahirkan di Nagari Kapau, Bukittinggi, 13 Desember 1940. Pendi­dikan SD (Sekolah Rakyat) ia selesaikan di kampungnya, lalu melanjutkan ke SMP dan SMA Negeri di Kota Bukittinggi. Setelah itu ia merantau ke Padang untuk kuliah di Jurusan Sejarah Fakultas Kegu­ruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Andalas (belakangan menjadi IKIP Padang dan akhirnya Universitas Negeri Padang sejak tahun 2000).

Karier wartawannya bermula di Harian Aman Makmur tahun 1963, setelah Zuiyen selesai pendidikan sarjana muda di FKIP tapi saat itu belum di wisuda. Dia mendaftar jadi wartawan Aman Makmur dan diterima, sejak koran tersebut masih dalam persiapan penerbitan bulan Februari 1963. Tugas pertamanya bersama kawan seangkatannya, Marwan Zein dan Radjalis Kamil adalah sebagai korektor berita. Setelah koran itu resmi terbit sejak 1 Maret1963, Zuiyen mulai ditugaskan sebagai reporter yang ia jalani hingga koran itu dibredel pemerintah Orde Lama menjelang G30S/PKI.

Setelah Aman Makmur berhenti terbit, peralatannya dipakai oleh Harian Angkatan Bersenjata (AB) Edisi Padang. Zuiyen pun bekerja di surat kabar yang dikontrol oleh Kodam 17 Agustus tersebut. Ketika Zuiyen menjadi wartawan AB edisi Padang itulah, diadakan Kongres PWI di Banjarmasin, awal tahun 1968. Zuiyen dan Pasni Sata menjadi utusan PWI Sumbar.

Selesai Kongres, Zuiyen mampir ke Kantor PWI Pusat di Jakarta, dan menemui Ketua PWI yang baru terpilih, Mahbub Djunaedi. Dia datang dengan move hebat, mengatakan PWI Sumbar akan memisahkan diri dari PWI Pusat karena selama ini daerah selalu dianak-tirikan. Misalnya dalam mengirim wartawan untuk sekolah ke luar negeri. Selalu yang dikirim adalah wartawan dari Jakarta.

Mahbub terpana, lalu bertanya: “Jadi Bung serius ingin ikut pendidikan ke luar negeri. Kebetulan ada permintaan dari Belanda,” kata Mahbub serius. Zuiyen mengangguk.

Kembali ke Padang, Zuiyen Rais kemudian terpilih menjadi Ketua PWI Sumbar dalam musyawarah semua wartawan anggota PWI di Padang. Ia menggantikan Ketua Sementara yang dijabat oleh Kapten Warjono, Kepala Penerangan Kodam 17 Agustus. Tak lama setelah terpilih jadi Ketua PWI itu, surat undangan untuk mengikuti pendidikan ke Belanda pun ia terima. Makra berangkatlah Zuiyen ke Belanda untuk pendidikan selama enam bulan. Dia termasuk generasi wartawan Indonesia pertama setelah Orde Baru yang memperoleh keberuntungan seperti itu.

Selesai pendidikan, Zuiyen tidak langsung pulang ke Padang. Ia mendapat pula undangan melakukan kunjungan jurnalistik ke Amerika Serikat selama dua pekan. Setelah dari Negeri Paman Sam itulah ia balik ke Padang via Malaysia dan Singapura.

Saat aktif menjadi wartawan, Zuiyen juga bekerja sebagai dosen PNS di IKIP Padang, sejak tahun 1963. Tapi Rektor IKIP Jakub Isman mengizinkannya kerja rangkap sebagai wartawan. Aktivitas sebagai dosen tersebut dijalaninya hingga ia kemudian masuk ke jajaran pemerintahan Kota Padang, tujuh tahun kemudian, sebagai Badan Pemerintahan Harian (BPH) Kota Padang ketika Walikota dijabat oleh Kolonel (L) Achiroel Jahja (1968-1972).

Kisahnya, ketika ia masih menjalani pendidikan jurnalistik di Belanda, kemudian melakukan perjalanan dua minggu ke Amerika, ada pemilihan anggota BPH Kota Padang. Oleh kawan-kawan wartawan, Zuiyen ikut didaftarkan, dan akhirnya terpilih. Jadi pulang dari Belanda, ia langsung jadi BPH Kota Padang.

Setelah Wali Kota Padang dijabat oleh Hasan Basri Durin sejak tahun 1971, Zuiyen akhirnya pindah menjadi pegawai Kota Padang dari PNS IKIP. Karena Walikota memerlukan tenaganya. Maka sejak itu, Zuiyen berkarier di Kota Padang. Ia pernah memegang berbagai jabatan, urusan kepegawaian, dan urusan perencanaan sebagai Kepala Bappeda.

Semasa kepemimpinan Walikota Sjahrul Udjud, Zuiyen Rais minta izin melanjutkan pendidikan S2 ke Institut Pertanian Bogor (IPB) hingga meraih gelar Magister Sains. Balik ke Padang, ia langsung diangkat menjadi Asisten II Bidang Pembangunan. Setelah sempat pindah menjadi Kepala Bidang Sosial Budaya di Bappeda Provinsi, Walikota Sjahrul Udjud memintanya menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Padang.

Rupanya jabatan Sekda ini adalah jenjang bagi Zuiyen untuk melangkah ke jabatan yang lebih tinggi. Beberapa bulan menjelang Sjahrul Udjud mengakhiri masa jabatannya yang kedua, DPRD Kota Padang memilih Zuiyen Rais sebagai Walikota Padang. Maka jadilah Zuiyen wartawan pertama di Indonesia yang dipercaya menjadi Walikota.

Ia menjabat Walikota Padang dua periode. Tahun 1998, menjelang Reformasi, ia terpilih untuk masa jabatan kedua periode 1998-2003. Pada masa jabatannya yang kedua, setelah Reformasi, kepemim­pinannya sempat digoyang. Ia bahkan kemudian dikriminalisasi hingga didakwa terlibat korupsi karena memberikan bantuan keuangan kepada semua anggota DPRD. Berkali-kali disidang, untuk dua kasus yang didakwakan, Zuiyen akhirnya lolos berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung. Ia bebas dari segela tuntutan hukum.

Pensiun sebagai Wali Kota Padang tahun 2003, Zuiyen tentu tidak kembali lagi sebagai wartawan. Tapi ketika masih menjabat wali kota, ia ditetapkan sebagai anggota Kehormatan PWI di masa Ketua PWI Tarman Azzam. Zuiyen juga hadir dalam Kongres PWI di Palangkaraya tahun 2003 sebagai peninjau. Dalam Kongres itu Tarman Azzam terpilih untuk masa jabatan kedua.

Setelah tidak lagi menjadi wali kota, Zuiyen bukannya tidak punya kesibukan. Hari-harinya banyak diisi dengan kegiatan mengurus Yayasan Pendidikan Bung Hatta yang dia ikut dirikan bersama Hasan Basri Durin tahun 1981. Di Yayasan yang mengelola Universitas Bung Hatta itu Zuiyen lama duduk sebagai sekretaris, lalu Wakil Ketua Badan Pembina.

Setelah Hasan Basri Durin meninggal bulan Juli 2016, Zuiyen diangkat menjadi Ketua Badan Pembina menggantikannya. Jadi, di usia menjelang 78 tahun saat ini, Zuiyen yang mantan wartawan ini tetap saja sibuk.***

 

Disadur dari buku 121 Wartawan Hebat dari Ranah Minang & Sejumlah Jubir Rumah Bagonjong (2018)



BACA JUGA