Aliansi Mentawai Bersatu yang terdiri pelbagai elelen masyarakat mendesak agar Gubernur Provinsi Sumatra Barat mengajukan revisi terhadap Undang-undang No 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatra Barat. UU ini sudah diteken Presdien Joko Widodo, bertanggal 22 Juli 2022.
Padang, sumbarsatu.com—Aliansi Mentawai Bersatu yang terdiri pelbagai elelen masyarakat mendesak agar Gubernur Provinsi Sumatra Barat mengajukan revisi terhadap Undang-undang No 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatra Barat. UU ini sudah diteken Presdien Joko Widodo, bertanggal 22 Juli 2022.
Desakan itu dilakukan dengan aksi damai Aliansi Mentawai Bersatu di depan Kantor Gubernur Sumatra Barat di Jalan Sudirman Padang itu, dengan mengambil momentum Hari Masyarakat Adat Sedunia, 9 Agustus.
Aksi damai tanpa dihadiri satupun para pejabat di Kantor Gubernur Sumatra Bara itu, berjalan tertib. Silih berganti mereka berorasi dan menyampaikan tuntutan dan desakan agar aspirasi merera direspons Gubernur Sumatra Barat.
“Kami minta Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi sefera mengajukan merevisi Undang-undang Nomor 17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat, UU ini sangat melecehkan kebuadayaan dan masyarakat adat Kepulauan Mentawai karena tidak menyebut budaya Mentawai sebagai salah satu karakteristik masyarakat Provinsi Sumatra Barat,” Eko Zebua, Ketua Mahasiswa Mentawai Sumatra Barat kepada sumbarsatu, Selasa (9/8/2022).
Kebudayaan dan kultur masyarakat Mentawai setara dan sejajar dengan budaya Minangkabau, tapi dalam UU yang sidah ditandayangani Presiden Jokowi, tidak sama sekali menyebut masyarakat budaya dan adat Mentawai. “Ini ada apa sebenarnya” Ada apa di balik semua ini,” ucap Eko mempertanyakan.
Juru Bicara Aliansi Mentawai Bersatu Sabri Siritoitet membacakan tuntutan aliansi di depan Kantor Gubernur Sumatera Barat. Salah satu tuntutannya ialah mendesak Gubernur ikut memperjuangkan Mentawai agar diakomodasi dalam UU tersebut.
“Aliansi merasa Mentawai tidak diakui sebagai bagian Sumbar karena UU tidak menyebut budaya Mentawai sebagai salah satu karakteristik masyarakat provinsi ini,” kata Sabri Siritoitet.
Sementara itu, aktivis perempuan Tuba Falopi dalam oransinya menyebutkan, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat secara terang benderang dalam UU tersebut tidak mengakui eksistensi masyarakat adat Mentawai.
“Ini sangat menyakitkan! "Kami bukan pendatang, kami asli masyarakat Sumbar. Dalam suasana merayakan kemerdekaan Republik Indonesia, kita diperlalukan dengan cara begini. Tidak diakuai dalam sebuah UU,” tegasnya.
Masyarakat Bumi Sikerei sudah memiliki budaya, adat, dan tradisi dengan karakternya yang beda dengan budaya Minangkabau. “Jadi jangan disamaratakan dan dikucilkan, Minangkabau dan Mentawai itu setara," kata Eko lagi.
Aliansi berjanji akan terus melakukan aksi unjuk rasa sebelum ada perubahan atau revisi UU No 17 tahun 2022 itu. Bagaimana dengan wacana dijadikan saja Provinsi Kepulauan Mentawai. SSC/MN