Koalisi Penyelamatan Hutan Mentawai laporkan perusak koral ke Polisi Daerah Sumatera Barat
Padang, sumbarsatu.com—Koalisi Penyelamat Hutan Masa Depan Mentawai mencurigai adanya pembangunan logpond (tempat penimbunan kayu gelondongan) di Pantai Polimo, Desa Silabu, Kecamatan Pagai Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Koalisi menduga logpond ini berasal dari pihak Koperasi Minyak Atsiri Mentawai. Aktivitas logpond dikhawatirkan merusak ekosistem terumbu karang di Pantai Polimo Mentawai.
Agar tidak merusak ekosistem terumbu karang yang lebih parah, Koalisi Penyelamat Hutan Masa Depan Mentawai melaporkan aktivitas ini kepada 3 institusi terkait, Selasa (15/2/2022). Tiga institusi ini ialah bagian Direskrimsus Polda Sumbar, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat.
“Hari ini Selasa (15/2/2022) kita melaporkan aktivitas ilegal logpond di Pantai Polimo ke Polisi Daerah Sumbar, dan juga kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat. Kita meminta Polda Sumbar mengusutnya dan dua dinas terkait turun ke lapangan. Kami menduga aktivitas logpond (penumpukan kayu) ini illegal,” kata Tommy Adam dari Koalisi Penyelamat Hutan Masa Depan Mentawai kepada sumbarsatu, Selasa (15/2/2022).
Menurut Tommy Adam yang juga Kepala Departemen Kajian, Advokasi, dan Kampanye Walhi Sumatra Barat, diduga aktivitas pembangunan logpond memiliki perizinan yang cukup. Walaupun pihak Koperasi Minyak Atsiri Mentawai membantah dengan klaim telah adanya izin, tetapi belum ada bukti dan atau konfirmasi resmi dari pihak terkait akan kebenaran diizinkannya aktivitas pembangunan logpond itu.
“Semua pihak wajib menjaga fungsi ekositem terumbu karang. Kerusakan terumbu karang menyebabkan hilangnya gudang makanan yang produktif untuk perikanan, tempat pemijahan, bertelur, dan mencari makanan berbagai biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Terumba karang juga sebagai pemecah ombak dan pelindung pantai dari sapuan badai,” katanya.
Dikatakannya, merusak terumbu karang merupakan tindak pidana, yang dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja) yang diancam 2 tahun penjara dan paling lama 10 tahun serta pidana denda paling sedikit 2 milyar rupiah dan paling banyak Rp10 miliar.
Sementara itu Uslaini, Perwakilan koalisi dan juga Direktur Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Barat menyayangkan penggunaan terumbu karang sebagai bahan material pembangunan jalan oleh perusahaan, apalagi proses pengambilan batu karang menggunakan alat berat yang juga pasti menimbulkan kerusakan bagi terumbu karang dan ekosistem pantai Palimo.
“Tidak adanya pengawasan dari Pemerintah setempat sehingga aktifitas perusakan terjadi di pantai Palimo juga perlu menjadi perhatian pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Penegak Hukum,” terangnya.
Untuk itu, Koalisi Penyelamat Hutan Masa Depan Mentawai mendesak agar Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat meminta pertanggungjawaban hukum atas dugaan perusakan terumbu karang di Pantai Polimo Desa Silabu dengan koordinatnya.
“kami mendesak agar Dinas Kelautan dan Perikanan memberikan informasi atau klarifikasi status perizinan pembanguan logpond di Pantai Polimo itu dan mendesak Dinas Lingkungan Hidup melakukan pemeriksaan dan peninjauan ke lapangan terhadap pembangunan logpond tersebut,” tegas Uslaini. SSC/MN