Etnofotografi Edy Utama, Alam Takambang Manjadi Guru

-

Kamis, 09/09/2021 11:41 WIB
“Minangkabau Cultural Landscape” salah satu foto karya Edy Utama yang dipamerkan pada 28 Agustus-7 September 2021 di Galeri Taman Budaya Sumatra Barat

“Minangkabau Cultural Landscape” salah satu foto karya Edy Utama yang dipamerkan pada 28 Agustus-7 September 2021 di Galeri Taman Budaya Sumatra Barat

OLEH Yori Antar (Arsitek, Pendiri Rumah Asuh dan Fotografer)

Pertama kali diajak membangun rumah gadang datang dari sahabat saya, almarhum Uda Eko Alvarez, yang saya kenal cukup lama, sama sama di Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), dan sama memiliki minat yang sama pada pelestarian.

Eko menunjukkan beberapa penelitian dan dokumentasi yang sangat lengkap dilakukannya bersama para mahasiswa dari berbagai jurusan di Universitas Bung Hatta.

Eko juga bercerita selama hidupnya ingin sekali bisa membangun rumah gadang. Dan siapa yang menyangka, beberapa waktu kemudian kebakaran hebat melanda Nagari Sumpur, dan menghanguskan 6 rumah gadangnya yang bersejarah. Di saat itulah kami dihubungi untuk membantu membangun kembali rumah-rumah gadang yang hangus terbakar.

Kami urun rembuk, berdiskusi, menyampaikan bahwa rumah gadang harus dibangun kembali oleh masyarakatnya sendiri secara bergotong royong. Sampai kini sudah 2 rumah gadang yang bisa dibangun kembali secara gotong royong bersama mulai dari masyarakat Nagari Sumpur, Universitas Bung Hatta, Rumah Asuh, BPPI dan didukung sepenuhnya oleh Yayasan Tirto Utomo.

Selama proses pembangunan yang sangat menarik dari kacamata kami sebagai arsitek. Rumah adat tidak hanya bisa dilihat dari kaca mata arsitektur saja, tapi juga kacamata budaya yang sarat dengan kearifan setempat dan berbasis tradisi dan budaya setempat.

Pertama kali, kami mengetahui rahasia membangun rumah gadang tersimpan dalam tradisi pantun, di mana para datuk/tetua adat yang dipilih akan menyampaikan petatah-petitih selama lebih dari 4 jam. Di dalam petatah-petitih itu tersimpan rahasia membangun rumah gadang: mulai dari bagaimana memilih pohon, memotong pohon, mendirikan tiang tuo dan seterusnya.

Selain itu, kami juga menemukan nama seorang Guru Besar Arsitektur Minangkabau, Tan Tedjo Gurhano yang sebelumnya kami tidak pernah dengar sama sekali. Apakah ada nama seorang arsitek Nusantara yang membangun rumah-rumah adat di Indonesia? Kami hanya tahu Gunadarma, arsitek yang merancang dan membangun Borobudur, dengan metode arsitektur tektoni, batu tumpuk, tapi arsitektur Nusantara dengan konstruksi kayu dan material alam nyaris tidak pernah didengar.

Beruntunglah Minangkabau—bila di dunia ada nama Michael Angelo yang banyak merancang seni arsitektur yang indah di Roma, Italia, atau arsitek Mimar Sinan yang legendaris merancang di Istanboel-Turki—Minangkabau memiliki Tan Tedjo Gurhano yang makamnya sangat unik, panjang dan rimbun di Nagari Pariangan, Tanah Datar.

Semoga inspirasinya melahirkan Tan Tedjo Tan Tedjo baru di masa depan. Alam takambang menjadi guru merupakan sebuah kalimat sakti mengenai kearifan lokal yang tersimpan dalam pantun, yang seharusnya menjadi pegangan bagi kita semua, tidak hanya untuk para arsitek di Minangkabau, tapi juga di Indonesia. Bagaimana arsitektur itu dibangun dengan menghargai alam dan melestarikan alam dan budayanya serta berguna bagi manusia, keselarasan untuk menjaga budaya dan segala keindahan dan pesona alam di Minangkabau.

Kini "alam takambang manjadi guru" jelas terlihat dari jepretan foto Edy Utama, yang juga sahabat almarhum Eko Alvares. Alam, manusia dan budaya semuanya tidak bisa dipisahkan. Alam yang indah dan cantik, rumah gadang yang mempunyai karakter yang sangat kuat dan mendunia sejak dahulu, dan manusianya yang hadir dengan budaya Minangkabau yang kental dengan nuansa perkampungan, persawahan, dan hutan serta gunung yang kuat, seakan akan menggambarkan suasana pada lukisan dan foto-foto tempo doloe.

Arsitektur rumah gadang seakan memang diciptakan menjadi bagian dari bentang alam/landskap di Minangkabau, baik berupa rumah tinggal maupun surau yang hadir dipelosok-pelosok persawahan, dalam keadaan makin berusia, dan karatan pun tampak tetap indah dan tidak tergantikan dengan bangunan baru modern seindah apapun.

Sandang-pangan-papan adalah kehidupan sehari hari yang sarat dengan kearifan lokal. Hasil foto-foto Edy Utama, selain indah dan sarat budaya juga mengusik dan menyisakan pertanyaan besar: Akankah budaya Minangkabu ini akan lestari di masa depan? Atau akankah budaya Minangkabau juga semakin tergerus modernisasi seperti yang bisa kita lihat di kota-kota besar di Indonesia, di mana kelokalan dikalahkan oleh kehidupan serba modern, instan dan cepat.

Foto-foto Edy Utama juga menyimpan harapan dan tantangan bagaimana generasi muda Minangkabau sadar bahwa budaya itu bukanlah sesuatu yang beku, tapi terus berkembang dengan akar yang kuat, tidak mudah diombang-ambingkan. Tradisi dan budaya bukanlah masa lalu tapi masa depan kita semua.

Sukses pamerannya Uda Edy Utama dengan foto-foto yang indah tapi tetap bisa mengusik hati untuk terus menjaga dan melestarikan keindahan alam, tradisi dan budaya Minangkabau. ***

Iklan

BACA JUGA