
-
OLEH Sudarmoko (Dosen Sastra Indonesia, FIB Unand
Di daftar hadir pengunjung pameran, sudah tertera sekitar 80 orang lebih yang menandatanganinya. Saya hadir pada hari Jumat siang, 3 September 2021 di galeri Taman Budaya Sumatera Barat. Sebuah pameran fotografi Bung Edy Utama, bertajuk Minangkabau Cultural Landscape.
Foto-foto yang dihadirkan kebanyakan memang lanskap alam, berupa hamparan sawah, gunung, ngarai, lurah, danau, pantai, dan sebagainya. Sebagian lagi adalah peristiwa kebudayaan atau prosesi adat, terutama perempuan yang menjadi bagian di dalamnya. Sebagian lainnya adalah ikon budaya dan kegiatan seperti lomba pacu jawi.
Di beberapa bagian ruang pameran juga dipajang pernyataan-pernyataan dari sejumlah pakar, Dirjen Kebudayaan, dan biografi sang fotografer. Seluruh foto yang dipajang tanpa penyertaan informasi lokasi dan deskripsi lainnya, hanya nama fotografer dan tahun pengambilan. Dari informasi yang ada, hal tersebut disengaja untuk menyembunyikan objek dan lokasi dari keinginan dan kekhawatiran akan kerusakan atau pengaruh lain jika kemudian menjadi daerah yang ramai dikunjungi.
Bagi saya, hal ini mengisyaratkan pandangan Edy Utama untuk turut menjaga lokasi objek fotonya. Kita hanya disajikan keindahan atau juga objek foto dari tempat yang tidak kita ketahui, namun nyata adanya.
Lanskap budaya yang dijadikan sebagai fokus foto-foto Edy Utama memang sebagian besar berkaitan dengan alam. Bukan hanya alam yang terberi saja, namun alam yang memberi sumber dan pendukung dari kehidupan masyarakat. Alam yang diolah dan dimanfaatkan untuk menghasilkan makanan, misalnya. Interaksi dan kegiatan masyarakat dan alam ini yang kira-kira menjadikannya dapat disebut sebagai lanskap kebudayaan Minangkabau. Sebuah sisi dari keberlangsungan kehidupan. Faktor pendukung yang jarang ditampilkan atau diangkat dalam membicarakan kebudayaan.
Akan tetapi, melihat foto-foto dan pemahaman di atas, keberadaan objek yang ditampilkan ini memang menimbulkan kesan lain, bahwa sisi lain yang ditampilkan tersebut merupakan latar belakang, background, dari kehidupan dan kebudayaan. Pada titik tertentu, saya berharap munculnya sebuah lanskap yang lebih luas, beragam, kompleks, dari kebudayaan Minangkabau. Misalnya dengan sebuah upaya eksplorasi atau etnografi terhadap satu kawasan atau daerah, dibandingkan dengan memilih objek dari berbagai daerah yang pada tahap tertentu menunjukkan kemiripan.
Cultural landscape, dalam pengertiannya secara umum, sering dirumuskan sebagai sebuah daerah geografis, termasuk di dalamnya sumber daya budaya, alam, lingkungan alami yang berkaitan dengan peristiwa bersejarah, orang-orang, atau nilai-nilai budaya dan estetika. Dalam kajian yang lazim dilakukan, cultural landscape dibagi ke dalam situs atau wilayah bersejarah, lanskap terdesain yang bersejarah, landscape asli yang bersejarah, dan lanskap etnografis yang biasanya dipahami sebagai beragam kekayaan alam dan hubungannya dengan manusia.
Pada pembagian yang terakhir ini foto-foto Edy Utama sepertinya diletakkan, meskipun juga memasuki wilayah lain seperti terlihat pada pengolahan sawah-sawah yang berada pada perbukitan yang membutuhkan desain khusus dalam pembuatannya.
Berbicara mengenai cultural landscape juga menuntut langkah-langkah berikutnya. Bagaimana menjaga, merawat, mengatur strategi masa depan, meneliti, mengeksplorasi beragam isu, melaporkan kondisi secara periodik, atau memperbaiki bagian-bagian yang rusak atau terancam rusak.
Konsep cultural landscape, seperti yang diangkat oleh Edy Utama dalam pameran fotografi ini, membutuhkan sejumlah strategi untuk membawanya dalam isu dan praktik hubungan alam dan manusia. Keindahan atau estetika yang dihadirkan dalam objek fotografi Bung Edy Utama tidak perlu diragukan lagi. Namun ketika dikaitkan dengan cultural landscape, perspektif yang digunakan melalui lensa untuk melihat objek dari jauh, dan meluas, sering mengaburkan detil-detil yang sebenarnya cukup menarik.
Contoh kecil yang dapat diajukan di sini misalnya mengenai tata ruang dalam konsep kebudayaan Minangkabau. Dalam beberapa foto yang dipamerkan, terlihat bagaimana perkampungan penduduk berada di samping hamparan sawah. Rumah-rumah penduduk berada di luar kawasan persawahan,yang sebenarnya juga memiliki kompleksitas faktor pendukung dan infrastrukturnya; jalan, pemakaman, rumah ibadat, saluran air, jaringan listrik, dan sebagainya.
Ancaman yang mungkin terjadi adalah penambahan populasi yang akan menyusutkan lahan sawah, atau pengalihan fungsi, seperti yang terjadi pada masyarakat atau kawasan urban atau yang lebih padat dibandingkan dengan gambaran dalam foto-foto tersebut.
Kemungkinkan pembicaraan lain berkaitan dengan cultural landscape dan foto-foto yang dipamerkan oleh Edy Utama adalah bagaimana site atau kawasan yang diolah dalam kesatuan tema etnofotografi ini didekati dengan sebuah atau beberapa pendekatan konseptual yang jelas. Misalnya saja bagaimana proses pembentukan atau terbentuknya kawasan, misalnya dari taratak-dusun-kampung-koto atau hal-hal yang terkait dengan proses itu. Baik secara alamiah maupun terdesain. Dengan begitu, cultural landscape yang diusung akan mendapatkan alasan rasional dan konseptual yang dapat dirujuk.
Sebenarnya pengemasan dan peluang kerja fotografi, khususnya etnofotografi ini, sangat berkemungkinan untuk dikembangkan. Apalagi Edy Utama merupakan sosok pekerja keras dalam bidang fotografi sekaligus kebudayaan, yang menghabiskan banyak waktunya di lapangan kebudayaan, dan memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam terhadap bidang ini. Foto-foto yang dihadirkan dalam pameran ini telah memberikan inspirasi dan sekaligus juga membuka peluang bagi pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut seperti yang saya uraikan di atas.
Foto-foto yang dibalut dalam tema Minangkabau Cultural Landscape ini setidaknya menambah cara dan strategi dalam memahami dan mengungkap kekayaan budaya. Sebuah hasil dari kerja keras yang menawarkan gambaran bagaimana sesungguhnya realitas dan kondisi lingkungan Minangkabau. Respon kita untuk memasuki dan mencari penafsiran atas foto-foto lanskap ini mungkin akan beragam. Seperti yang dilakukan oleh Edy Utama, yang menyimpan dan menyembunyikan informasi lokasi foto-fotonya, sepertinya tugas kita sebagai penikmat dan pencinta budaya adalah menggali dan mencari sisi-sisi lain untuk dikembangkan. Alam takambang jadi guru. Alam yang menjadi guru masih terkembang untuk dijelajahi dan digali.Atau diabadikan dalam foto-foto yang menyajikan banyak pelajaran. ***