
pembongkaran rumah dinas negara di Kompleks Perumahan Dosen Universitas Andalas di Limau Manih Padang, Jumat 30 Juli 2021
Padang, sumbarsatu.com—Sengkarut pembongkaran rumah dinas negara di perumahan dosen (Perumdos) Universitas Andalas di kawasan Limau Manih Padang memasuki babak baru.
Pasalnya, Yuliandri, Rektor Universitas Andalas dilaporkan ke Kepolisian Daerah Sumatra Barat terkait pembongkaran perumahan dosen yang sedang dihuni di lokasi itu. Rektor diduga melakukan penyalahgunaan wewenang.
Pelapor bernama Zuldesni, perempuan (46), Dosen Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unand, salah seorang penghuni rumah dinas negara perumdos itu.
Surat tanda penerimaan laporan pengaduan (STPLP) Zuldesni diterima Ipda Defri Syahreza, SH, MH, di Kepolisian Daerah Sumatra Barat, pada Sabtu, 31 Juli 2021 pukul 14.30.
Di dalam surat laporan tertulis, ‘Telah melaporkan terkait penyalahgunaan wewenang tentang pencabutan penunjukan penghuni rumah negara di Komplek Universiotas Andalas di Limau Manih dan pembongkaran rumah dinas negara yang masih dihuni yang dilakukan oleh Rektor Universitas Andalas atas nama Prof Dr Yuliandri SH MH sehingga saya selalu penghuni rumah dinas marasa dirugikan.’
Menurut Zuldesni, permasalahan penghunian rumah dinas negara di perumdos ini sebenarnya masih dalam proses di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Padang tetapi kejadian pembongkaran rumah dinas tanpa sosialisasi itu benar-benar membuat warga penghuni repot dan khawatir, termasuk anak-anak mereka.
“Pembongkaran terkesan dipaksakan itu, benar-benar membuat keluarga saya merasa sangat khawatir dan cemas. Ada 10 rumah, empat di antaranya telah dilakukan pembongkaran pada Jumat 30 Juli lalu. Pembongkaran dilakukan secara paksa dengan pengawalan aparat. Anak anak saya juga sangat ketakutan, maka saya melapor ke Polda Sumbar berharap ada perlindungan hukum,” kata Zuldesni, kepada sumbarsatu, Minggu (1/8/2021).
Kepada sumbarsatu, Zuldesni mengaku telah menghuni rumah dinas di perumahan dosen itu sejak Juni 2014. Zuldesni mengajukan diri untuk tinggal di rumah dinas perumdos agar tak mengganggu aktivitasnya sebagai Sekretaris Jurusan Sosiologi dan tidak terlalu jauh mobililtasnya karena dirinya dalam kondisi hamil anak ke 2 saat itu.
“Permintaan saya dikabulkan untuk menghuni rumah milik negara itu sejak Juni 2014,” tambahnya.
BACA: Wawancara sumbarsatu dengan Zuldesni
Zuldesni menjelaskan lebih jauh, pembongkaran perumahan dinas ini merupakan rangkaian panjang yang bermula dari dikeluarkannya Surat Keputusan Rektor Universitas Andalas Nomor 011/XIV/R/KPT/2021 tentang Penunjukkan Penghunian Rumah Negara.
“Surat Keputusan Rektor Universitas Andalas kami terima tanggal 14 April 2021. Di dalam Surat Keputusan Rektor Universitas Andalas dinyatakan bahwa kami hanya dapat menempati rumah negara sampai tanggal 31 Mei 2021. Kami penghuni perumdos dibuat bingung bercampur kaget tentang Surat Keputusan Rektor Universitas Andalas. Kami hanya diberi waktu 1,5 bulan untuk pindah rumah, Kami belum siap,” urai perempuan kelahiran Aie Bangih, Pasaman Barat, ini.
Langgar Aturan
Terbitnya Surat Keputusan Rektor Universitas Andalas Nomor 011/XIV/R/KPT/2021 dikonfirmasi dosen dan tenaga pendidik kepada Wakil Rektor II Universitas Andalas meminta penjelasan secara rinci terkait dengan isi surat keputusan itu. Maka, jawabannya, pada tanggal 22 April 2021, mereka menerima surat keputusan kedua sebagai penegasan agar warga penghuni rumah dinas segera pindah, yaitu Surat Keputusan Rektor Universitas Andalas Nomor 1336/UN 16.R/KPT/2021 tentangPencabutan Penunjukan Penghuni Rumah Negara.
“Artinya rumah dinas yang kami tempati sudah harus kosong pada tanggal 31 Mei 2021,” tegas perempuan bersuku Piliang ini.
Proses pembongkaran rumah dinas negara di Perumdos Unand, Jumar 30 Juli 2021
Dalam Surat Keputusan Rektor Universitas Andalas itu, diterakan pengosongan dan pembongkaran perumahan dosen itu karena akan dibangun rumah susun untuk pegawai, mahasiswa, tenaga pendidik, dan dosen. Tetapi informasi lain menyebutkan akan dibangun perumahan untuk rektor dan wakil rektor.
Berselang waktu, surat keberatan yang dikirimkan penghuni perumdos kepada Rektor Univesitas Andalas dibalas dengan Surat No B/55/UN16.R/BMN/2021 tertanggal 11 Mei 2021. Salah satu poinnya menyatakan bahwa Rektor akan melakukan perbaikan terhadap SK Rektor No 1336/UN16.R/KPT/2021 tentang Pencabutan Penunjukkan Penghuni Rumah Negara di Kompleks Universitas Andalas Limau Manis.
“Namun sampai saat ini belum jelas bentuk perbaikan terhadap SK tersebut,” katanya.
Lalu, Zulhesni berkisah lebih lanjut, di saat pandemi Covid-19 sedang berkecamuk dan kampus Universitas Andalas sedang melakukan lockdown karena tingginya orang terpapar wabah mematikan ini, bagaikan petir di siang bolong, tetiba beberap orang pekerja yang dikawal aparat TNI, perumahan dinas tersebut dibongkar paksa pada Jumat 30 Juli 2021.
“Rumah dinas yang dibongkar sebanyaj 4 unit yaitu C-21, C-22, C-27 dan C-28. Empat rumah ini berada satu blok dengan dengan rumah negara yang saya tempati yaitu C-25. Khawatir pembongkaran akan sampai ke rumah negara yang sedang saya huni,” urai Zulhesni.
Penghuni rumah dinas negara di Perumdos Universitas Andalas llainnya, Yudhi Andoni, dosen di Jurusan Sejarah Falultas Ilmu Budaya, mengalami kekhawatiran yang sama dengan penghuni di sana.
Yudhi Andoni mengatakan, pembongkaran paksa rumah dinas negara perumdos yang didukung aparat TNI ini merupakan tindakan sewenang-wenang karena tak pernah melibatkan penghuni perumdos.
“Pihak Universitas Andalas telah melelang rumah dinas negara tanpa melibatkan penghuni. Dalam pengumuman lelang disebut rumah dinas negara Golongna 2 tipe A seluas 80 m2 dalam kondisi rusak berat. Rumah yang akan dihancurkan ada di Blok C21-C31. Lelang itu telah dimenangkan Sarah Wini, status eks pelajar/mahasiswi,” kata Yudhi Andoni.
Menurutnya, pengumuman lelang oleh Pihak Universitas Andalas telah melanggar hokum dan aturan. Pertama, status rumah yang dilelang bukan Golongan 2 tipe A. “Merujuk pada SK Rektor Unand tentang pengusiran warga tanggal 23 Maret 2021, yakni Golongan 2 tipe C dengan luas 70 m2,”, katanya.
Selain itu, tambah sejarawan muda ini, 10 rumah yang dilelang, 7 di antaranya masih dalam keadaan baik dan masih berpenghuni yang saat ini tengah berpekara di PTUN Padang. “Makanyam saat pembongkatan terjadi, antara penghuni dengan pihak pemenang lelang bersitegang keras.”
Sementara itu, Yuliandri, Rektor Universitas Andalas, sebagai pihak terlapor yang dilaporkan Zuldesni kepada Kepolisian Daerah Sumatra Barat, saat dikonfirmasi, mengatakan, pihak Universitas Andalas akan terus berupaya mencari jalan terbaik dari masalah ini. Terkait dengan sebagai terlapor, ia menjelaskan akan memberikan keterangan resmi hari ini (Senin 2 Agustus 2021).
“Kita sudah tawarkan kepada penghuni rumah dinas negara di Perumdos Limau Manih itu agar mau pindah ke rumah susun sewa (rusunawa) yang masih berada di kawasan perumdos itu, tapi seperinya belum maksimal. Kita akan terus mencari penyelesaian yang terbaik,” kata Yuliandri, kepada sumbarsatu, Minggu malam (1/8/2021).
Hal serupa juga disampaikan Wirsma Arif Harahap, Wakil Rektor II Universitas Andalas.
"Bagi penghuni perumdos hingga tenggang waktu yang diberikan dan tidak memiliki perumahan akan disediakan tempat sementara pada rusunawa yang yang berlokasi di kompleks tersebut," jelas Wirsma Arif Harahap.
Kendati sudah disediakan rusunawa oleh pihak Universitas Andalas untuk hunian sementara bagi yang belum memiliki rumah sendiri, namun sebagian besar warga perumdos enggan pindah karena rusunawa itu seperti kamar kos-kosan mahasswa dan tak layak dihuni keluarga.
“Rata-rata kamar di rusunawa itu seperti kamar anak kos. Kamar mandi di luar. kamar cukup untuk 2 orang. Rata rata 1 keluarga di perumdos punya 2 anak. Rusunawa tak punya ruang masak buat tiap keluarga. Ada 24 keluarga di perumdos. Rusunawa tak layak huni bagi yang berkeluarga,” terang Yudhi Andoni.
“Maka, banyak yang tak mau pindah ke rusunawa. Cobalah pihak rektorat mengecek ke rusunawa itu, apakah layak dihuni untuk satu keluarga kamar-kamar itu,” tambah Yudhi Andoni.
Yuliandri menjelaskan, Perumdos Limau Manih itu rata-rata sudah berusia di atas 30 tahun. Menurutnya, secara fisik sudah tidak layak huni lagi.
“Inilah salah satu alasan mengapa harus dibongkar dan akan dibangun dengan bangunan yang layak dan representatiufm,” kata Yuliandri. SSC/MN