
Iyut Fitra, inisiator kegiatan ini memberikan sambutan (foto kacamata gober)
Harau, sumbarsatu.com--Bukit batu berdiri kaku. Mengurung. Dindingnya kokoh. Malam kian dingin. Suara-suara lantang bersipongang dari puluhan penyair yang melisankan puisinya.
Sesekali ada musikalisasi puisi, tari, dan pertunjukan teater di atas dan bawah panggung yang tak begitu luas. Bukit bebatuan itu seolah membungkus ratusan khalayak dengan khidmat.
Penyair ini menyatu dalam lapangan rumput bersama tenda-tenda sederhana. Di titik inilah, di Jorong Harau, Nagari Harau, Kecamatan Harua, Limapuluh Kota, menjadi "Malam Silaturahmi Panyair Sumbar, Riau, dan Anak-anak Jorong Harau" diikat dalam satu kehendak mengisi pergantian tahun dari 2016 ke 2017 bersastra bersama masyarakat, Sabtu (31/12/2016).
Malam merangkak menuju nadir waktu 00.00 WIB ke tahun 2017. Lalu, lima jam jelang pergantian tahun, daun pisang berpelepah dibentang di tengah lapangan rumput yang sehari-hari digunakan untuk berkegiatan anak Jorong Harau. Nasi bersama lauk-pauknya, serta lado hijau disajikan di atas daun pisang batu itu. Tak perlu basa-basi, dengan paduan lado hijau dan goreng daun pucuk kawa (makanan khas masyarakat Lembah Harau), makan ala kampung itu menjadi sangat bermakna. Silaturahmi kian erat.
Tak berapa lama, panggung silaturahmi dibuka penampilan Komunitas Seni Intro Payakumbuh, disusul anak-anak Ikatan Pelajar Nagari Harau dengan tariannya. Lalu dilanjutkan dengan para panyair melafazkan puisinya. 2017 kian mendekat.
"Pertemuan penyair Sumbar-Riau, dan anak-anak Nagari Harau ini merupakan salah satu ajang silaturahmi antarpenyair dan masyarakat. Awalnya digagas di Pekanbaru bersama dengan Kunni Masrohanti, seorang perempuan penyair dari Riau, untuk mengisi tahun baru. Lalu, disepakati di Harau," kata Iyut Fitra, koordinator acara ini.
Kunni Masrohanti membacakan puisinya (foto Kacamata Gober)
Selain pembacaan puisi juga digelar pameran puisi dengan tema Lembah Harau, Musik Puisi Akustik, Tari Rakyat Harau, Kasidah, Teater, dan Dramatisasi Puisi. Menurutnya ini merupakan persembahan dari Komunitas Harau bersama penyair Sumbar, Riau, dan Ikatan Pelajar Nagari Harau, serta lintas komunitas dalam merayakan tahun baru 2017.
"Selain itu, dengan adanya kegiatan ini, kita berharap dunia sastra semakin diminati oleh berbagai kalangan. Kemudian juga diberikannya wadah atau ruang bagi penyair, masyarakat, dan penikmat karya sastra di Kabupaten Limapuluh Kota dan Kota Payakumbuh," kata Iyut Fitra didampingi Roni Keron.
Penampilan para pegiat seni ini berakhir dini hari bersamaan dengan embun turun menusuk tulang. Dingin kian menggigil. "Cimeeh Kebudayaan" yang disampaikan Nasrul Azwar menandai pergantian tahun dari 2016 ke 2017.
"Pada 2017 agar sastrawan lebih sensitif pada masalah sosial dan ketidakadilan di tengah masyarakat. Puisi adalah kontrol sosial. Bukan ruang melankolis. Berikan kontrbusi kita kepada masyarakat lewat puisi," kata Nasrul Azwar.
Jorong Harau menjadi sesuatu yang unik karena di kawasan ini tak ada sinyal yang terdeteksi untuk gawai (handphone) atau pun internet, sehingga sepanjang kegiatan, semua terlihat khusyuk mengikuti setiap penampilan.
"Ini sesuatu yang luar biasa, kita hadir di sini tanpa sinyal dan malah membuat silaturahmi sastra ini jadi kian bermakna," kata Yeyen Kiram, salah seorang peserta.
Silaturahmi Sastra Tanpa Sinyal
Paginya, Minggu (1/1/2017), kegiatan dilanjutkan dengan bincang-bincang seputar persoalan yang sedang dihadapi sastra dan kepenulisan di tengah media sosial yang kian memperlihatkan pengaruhnya di tengah kehidupan sosial-masyarakat kekinian.
Bincang-bincang masalah kesasastraan dan tantangan, serta kepedulian sastrawan pada bahasa Indonesia (Foto Kacamata Gober)
Hasil diskusi itu yang menjadi catatan penting ialah bagaimana para penyair dan sastrawan harus bertarung lebih gigih lagi melawan serbuan media sosial sebagai dampak perkembangan teknologi informasi. Dampak ini secara tidak langsung berimplikasi pada rendahnya militansi dari para kreator, penyair serta sastrawan.
Selain itu, yang perlu digarisbawahi adalah perlunya tanggung jawab moral dan sosial dari para penyair maupun sastrawan terhadap keberlangsungan bahasa Indonesia, baik yang digunakan di ruang publik oleh pihak manapun, termasuk birokrat.
"Penyair atau sastrawan dinilai sangat terkait dengan bahasa, maka posisi mereka ini diharapkan bisa mengawal penggunaan bahasa Indonesia yang benar," kata Dr Hermawan, peneliti sastra dan jsastrawan senior dari Sumatra Barat.
Sementara itu, Hang Kafrawi, penyair dari Riau mengatakan, aktivitas silaturahmi penyair ini tetap dilaksanakan di Harau ini.
"Terus saja lanjut di sini. Tak harus tahun baru. Menurut saya kapan bisa dilaksanakan. Tahun depan kawan-kawan Riau akan pilih daerah yang juga tak ada bersinyal, yaitu di Okura," kata Hang Kafrawi.
Yusril Katil, sutradara teater dan pimpinan komunitas seni Hitam Putih Padang Panjang, dalam diskusi pagi itu mengatakan, iven-iven seperti ini layak dikembangkan dan dipertahankan dengan catatan harus ada peningkatan dalam menata kegiatan.
"Ke depan harus lebih tertata dan disiapkan secara rapi dan matang. Memperhitungkan berbagai kemungkinan terkait durasi acara. Partisipasi masyarakat harus dimaksimalkan agar seni tak seperti menara gading," kata Yusril Katil yang malam itu tampil membacakan puisi dengan tafsir kontemporer.
Selain pembacaan dan pertunjukan, para penyair juga memyerahkan buku untuk Komunitas Harau dan bantuan dana untuk masjid yang sedang dibangun di Jorong Harau.
"Kami sangat senang dengan adanya kegiatan ini. Ini memberi arti kepada masyarakat Jorong Harau. Kegiatan ini mendorong masyarakat dan generasi muda Harau lebuh mengenal sastra dan literasi," jelas Fajrul Huda atau akrab disapa Caun, Ketua Komintas Harau.
Penyair dan para pegiat sastra yang hadir dalam silaturahmi penyair Sumbar, Riau, dan masyarakat Harau, serta lintas komunitas itu antara lain Asqalani Enesta, Yusril Katil, DM Ningsih, Yudilfan Habib, Dellorie Ahada, Berlian, Teater Matan Riau, Pretty Granforg, Roni Keron, Awi Uyung, Masnawir, Erik, Komunitas Seni Rumah Sunting, Riki, Soetan Radjo Pamoentjak, Komunitas Seni Intro, Ikatan Pelajar Nagari Harau, Hermawan, Dang Mawar, Okta Piliang, Selaiman Djunet, Endut Ahadiat, Muhammad De Putra, Hanani, Muhammad Subhan, Kunni Masrohanti, Ruang Belajar Minggu Pagi Harau, T Thendra BP, Syarifuddin Arifin, Murdock, Yeyen Kiram, dan Zalmasri, Wali Jorong Harau, Hang Kafrawi, dan Komunitas Pena Terbang. (SSC/ade)