
Agung Hermansyah
OLEH Agung Hermansyah (Analis Hukum Kemasyarakatan Fakultas Hukum Unand, Padang)
Prostitusi atau pelacuran merupakan salah satu penyakit yang berkembang di dalam masyarakat. Penyakit ini sudah menjadi suatu fenomena sosial dalam masyarakat yang sangat kompleks. Mulai dari segi sebab-sebabnya, proses maupun implikasi sosial yang di timbulkannya.
Prostitusi atau pelacuran adalah penjualan jasa seksual untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut dengan pekerja seks komersial (PSK) bagi wanita dan gigolo bagi pria. Meskipun banyak prasangka negatif terhadap perbuatan pelacuran datang dari masyarakat kita yang menjunjung tinggi norma-norma dan nilai agama, namun prostitusi tetap tumbuh subur di dalam lingkungan masyarakat.
Hal ini dikarenakan pada hakikatnya jasa pelacuran tetap dicari oleh anggota masyarakat yang tidak terpenuhi kebutuhan seksualnya. Pada saat ini, prostitusi telah bertransformasi menjadi komoditas ekonomi (walaupun dilarang UU) dan bagian dari bisnis yang dikembangkan. Himpitan masalah ekonomi menjadi faktor penyebab utama maraknya prostitusi.
Di Kota Padang, sudah menjadi rahasia umum jika sepanjang Jalan Diponegoro-Jalan Pancasila-Jalan Chairil Anwar, dan Jalan Samudera adalah kawasan prostitusi terselubung.
Di sini PSK tidak mangkal, tetapi keliling atau dikenal dengan istilah ‘’Prostitusi Mobil Sewaan’’. Pekerja seks di Ranah Minang ini menggunakan mobil untuk menjajakan dirinya. Miris memang, praktik haram ini ada di ibu kota provinsi Sumatera Barat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan adat yang kuat.
Berdasarkan hasil investigasi salah satu tayangan televisi swasta (Inews Tv), Tim Inews files (episode 63) yang saya pernah tonton, diketahui bahwa PSK di kota Padang berprofesi menggunakan perantara sopir mobil pribadi. Mereka berbagi keuntungan dengan sang sopir yang merangkap menjadi muncikari.
Menurut hasil wawancanra tim investgiasi inews files dengan salah satu PSK, sebut saja namanya Rini (bukan nama sebenarnya), diketahui bahwa dia mematok tarif mulai dari Rp250 ribu dan adakalanya lebih. Dia mulai berkeliaran menjadi ‘’kupu-kupu malam’’ mencari calon ‘’necktar’’ (lelaki hidung belang) sekitar pukul 22.00 hingga 05.00 WIB.
Sang sopir (driver) yang menemaninya selama berkeliaran, mendapatkan keuntungan sebesar 10% per kepala dari tarif PSK tersebut.
Ketika ditanya tentang razia aparat penegak hukum, Rini mengaku bahwa ia mendapatkan perlidungan dari sang driver yang memupnyai jaringan (link) dengan oknum aparat untuk membekingi Rini dan PSK lainnya di Kota Padang.
Selain itu, praktek prostitusi di Ranah Minang juga melibatkan anak-anak di bawah umur. Pada tanggal 25 februari 2016 yang lalu, aparat kepolisian Polda Sumbar menagkap 7 orang PSK dan 3 orang mucikari di sebuah hotel bintang tiga.
Dari hasil penyidikkan diketahui bahwa 3 orang diantara 7 PSK tersebut masih berstatus pelajar SMP dan SMA di Kota Padang.
Untuk membuktikan hasil investigasi tim Inews Files tersebut, saya dan senior saya melakukan observasi ke taman melati secara langsung.
Di sana saya menemukan beberapa mobil dengan plat pribadi yang di dalamnya ditemukan adanya wanita. Tak puas dengan itu saja, kami pun mencoba menyamar (pura-pura) menjadi calon pelanggan.
Dari hasil observasi saya tersebut, saya menyimpulkan bahwa sistem kerja dari praktek prostitusi mobil sewaan ini ialah sang sopir bekerja sebagi penghubung (connection) yang menghubungkan dan menawarkan PSK kepada lelaki hidung belang.
Sang sopir menawarkan ‘’cewek bang atau service bang’’ kepada calon pelanggan, kalau calon pelanggan ‘’meng-iyakan’’ maka sang sopir langsung memperlihatkan PSK yang ada di dalam mobilnya. Kalau ‘’klop’’ dengan si PSK, maka sang calon pelanggan pun dibawa kedalam mobil untuk membuka harga dan melakukan transaksi sambil berkeliling menuju hotel.
Tak hanya itu saja, di kawasan pasar raya, khususnya pasar burung blok A juga ditemui adanya wanita-wanita yang memakai pakaian tidak sewajarnya yang sangat bertentangan dengan ciri khas perempuan minang yang sopan.
Wanita-wanita ini acapkali meraba-raba para lelaki (bukan muhrim) yang lewat di sekitar wilayah itu. Saya juga mendengar di pasar burung blok A ini juga bisa di temukan praktek prostitusi.
Maraknya aksi prostitusi di Ranah Minang yang sudah sangat meresahkan dan mencoreng nama baik kota Padang, menunjukkan bahwa kinerja aparat penegak hukum masih jauh dari harapan.
Sungguh sangat disayangkan sekali, kota Padang yang memiliki peraturan daerah (Perda) Anti Maksiat (pekat) belum mampu menjamin dan menjaga ketertiban umum dan menciptakan suasana nyaman di wilayahnya.
Maka melalui tulisan ini, semoga pemerintah kota Padang dan jajarannya dapat mengambil pelajaran, menentukan sikap, dan membuat kebijakan yang tepat dan terarah berdasarkan hasil investigasi tim Inews files yang di tayangkan oleh Inews Tv dan observasi saya secara langsung ke TKP.
Para PSK yang terjaring razia oleh Satpol PP jangan hanya ditangkap dan lalu dua jam kemudian dilepaskan. Pemerintah kota Padang bersama satpol PP harus melakukan rehabilitasi dah resosialisasi kepada PSK agar mereka kemabali kejalan yang benar dengan cara sebagai berikut.
Pertama, intensifikasi dan pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian kepada para PSK.
Kedua, memberikan bimbingan dan penyuluhan sosial dengan tujuan memberikan pemahaman tentang bahaya dan akibat pelacuran.
Ketiga. Penyempurnaan tempat penampungan bagi para wanita tuna susila yang terkena razia disertai pembinaan sesuai minat dan bakat masing-masing.
Keempat, menyediakan lapangan kerja baru bagi meraka yang bersedia meninggalkan profesi PSK.
Satpol PP sabagai aparat penegak hukum (Perda) disatuan wilayah kerjanya harus memaksimalkan fungsi penegakkan Perda dan tidak hanya melakukan razia-razia saja. Diharapkan juga agar aparat Satpol PP dapat menyegel tempat-tempat maksiat dan razia yang dilakukan selama ini harus sesuai dengan standar operasional prosdural (SOP) dan memperhatikan HAM.
Selain itu, para oknum aparat yang menyalahgunakan fungsi dan tugasnya serta terbukti membekingi para mucikari dan PSK harus ditindak tegas dan diberi sanksi di berhentikan dari jabatannya secara tidak hormat.