
Kedua paslon foto bersama dengan Gamawan Fauzi
Solok, sumbarsatu.com—Kedua pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar sama-sama berjanji menjaga harmonisasi, baik sesama dan juga dengan para bupati-walikota. Mereka berjanji tidak akan sampai pecah kongsi.
Harmonisasi dalam penatakelolaan pemerintahan saat ini adalah hal yang menjadi keniscayaan. Banyak praktik kepemerintahan terutama di daerah, justru pecah belah lantaran terjadinya disharmoni dalam hubungan antardaerah maupun antarkepala daerah dengan wakilnya.
Hal demikian tidak boleh lagi terjadi, paling tidak untuk tingkat Sumatera Barat kalau daerah ini akan berkejaran menuju arah yang lebih baik di masa depan.
Demikian benang merah yang dihasilkan dalam dialog pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur yang digelar Forum Editor Sumbar (Feds) kerja sama KPU Sumatera Barat, Rabu (11/11/2015) di Gedung Kubuang Tigo Baleh, yang terletak antara perbatasan Kota dan Kabupaten Solok.
“Soal disharmoni ini sudah lama dirasakan, bahkan sejak ia menjadi bupati selama sepuluh tahun di Kabupaten Solok. Penyebab disharmoni itu tidak bisa dipungkiri oleh lemahnya aturan dan perundang-undangan yang memayungi penatakelolaan pemerintahan di daerah,” kata Gamawan Fauzi merespons setelah kedua pasang calon menyampaikan visi misinya.
Gamawan memberi contoh-contoh betapa banyak kepala daerah pecah kongsi dengan para wakil sebelum habis masa jabatan. Bahkan ada yang dalam hitungan bulan saja sudah pecah kongsi. Belum lagi terdapatnya hubungan yang buruk antara gubernur dengan bupati/walikota.
“Semua itu memerlukan perhatian kita untuk dijadikan “PR” setelah pilkada serentak ini dilaksanakan,” kata Gamawan.
Dalam dialog yang disiarkan RRI Padang dan Radio Clasy FM serta siaran tunda di PadangTV itu, edisi III ini, Muslim Kasim (MK), calon gubernur nomor urut 1 menyatakan, bahwa harmonisasi antarlembaga atau antara kepala daerah dengan wakilnya sangat tergantung dengan kemampuan manajerial dari kepala daerah.
“Figur sentral tentu tetap di tangan kepala daerah, baik gubernur, bupati dan walikota. Jika figur sentralnya tidak pas memposisikan para wakilnya tentu akan muncul masalah dan akhirnya disharmoni tak terhindarkan,” kata Muslim Kasim tampil agak beda dengan sebelumnya. Kemarin MK bersama calon wakilnya Fauzi Bahar tampil dilengkapi sarung yang tersandang di pundak.
Irwan Prayitno (IP) calon gubernur nomor urutnya 2, yang tampil seperti biasa low profile, menyatakan bahwa persoalan disharmoni dalam penatakelolaan pemerintahan seperti yang diketengahkan oleh mantan Mendagri Gamawan Fauzi tidak merupakan hal yang berdiri sendiri. Selain soal payung hukum yang masih perlu penyempurnaan dalam relasi pusat-daerah, provinsi-kabupaten/kota juga adanya pengaruh dari luar.
“Pengaruh eks tim sukses, ring-1 kepala daerah, partai politik pendukung dan pengusung dan sebagainya, juga memberi kontrbusi perpecahan,” kata Irwan.
Ia menyatakan bahwa pada lima tahun yang akan datang, membangun dalam kondisi yang harmonis antarlembaga antara kepala daerah dengan wakil atau antara gubernur dengan para kepala daerah kabupaten/kota adalah sebuah hal penting yang mesti dijadikan modal dalam menatakelola pemerintahan.
Anggota DPD RI dari Sumbar, Nofi Chandra menanggapi semua yang dilontarkan kedua pasang calon mengatakan, sesungguhnya itulah yang kini juga sedang jadi perhatian Dewan Perwakilan Daerah.
“Keharmonisan hubungan di daerah akan memungkinkan para senator dan anggota parlemen untuk bisa menangkap berbagai aspirasi yang muncul untuk diperjuangkan di Jakarta,” kata Nofi.
Ketika Host Khairul Jasmi, menanyakan kepada kedua pasang calon, bagaimana pengalaman penatakelolaan pemerintahan selama ini yang dialami oleh Muslim Kasim dan Irwan Prayitno, mengaku keduanya selama ini tidak harmonis.
Muslim Kasim menyebutkan, selama ini hubungan antara Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar diakuinya tidak harmonis. “Koordinasi lemah, karena itu pada lima tahun ke depan saya akan mencoba untuk memperkuat dan meningkatkan koordinasi itu,” katanya.
Bagi Irwan Prayitno, disharmoni yang terjadi tidak boleh membuat kita jadi kehilangan semangat untuk terus bekerja bagi pembangunan Sumatera Barat. “Selama ini saya mengabaikan saja disharmoni itu. Dalam arti tidak menjadikannya sebagai hal yang mematikan langkah pembangunan,” katanya.
Sementara bagi Fauzi Bahar yang juga diminta oleh host Khairul Jasmi menanggapi ini mengatakan, jalan keluar apabila sampai pada kondisi disharmoni adalah kembali ke posisi masing-masing.
“Kalau gubernur, bupati, walikota kembali ke posisinya tentu para wakilnya juga tahu diri kembali ke posisinya dan tahu posisinya di mana. Disharmoni terjadi apabila kita tidak tahu menempatkan diri,” kata mantan Walikota Padang ini.
Nasrul Abit, calon wakil gubernur nomor urut 2 mengatakan, kembali ke posisi itu artinya sudah terlanjur. Sedangkan menurut dia, itu tidak perlu terjadi kalau semua memahami aturan.
“Taat asas dan aturan itu penting sekali. Bukankah sudah ada pembagian tugas yang jelas yang diatur oleh undang-undang dan peraturannya?” kata mantan Bupati Pesisir Selatan itu.
Sementara itu mantan wakil Bupati Solok Efi Sahlan Ben mengatakan, ketidakharmonisan akan membuat satu daerah dengan daerah lain saling berebut membuat program yang kadang saling bersaing tak sehat. “Sudah untuk diarahkan terciptanya one village one product,” kata dia.
Pemred Padang Ekspres, Nashrian Bahzen memandang ketidakharmonisan hubungan antara kepala daerah dengan wakilnya menimbulkan keraguan publik apakah daerah bisa dibawa ke arah yang lebih baik apabila muncul istilah ada “Gubernur Siang dan Gubernur Malam” untuk menyebutkan adanya kekuatan lain di luar kewenangan kepala daerah.
“Jadi tidak ada yang lebih baik kecuali pasangan kepala daerah dan wakilnya mengambil pola koordinasi dibanding pola komando untuk memobilisasi partisipasi masyarakat,” katanya.
Sawir Pribadi, anggota Forum Editor hanya berharap bahwa siapapun yang menang nanti, hindarilah pecah kongsi.
“Pecah kongsi itu menandakan sebenarnya hubungan yang terjadi bukan hubungan dari hati-ke hati melainkan hanya hubungan semu karena politik belaka,” ujar dia.
Lalu jika kedua paslon ini nanti ada yang menang, apa yang bisa mereka janjikan soal menjaga harmonisasi ini kepada pemilih?
Nasrul Abit menyebut bahwa perkara menjadi seorang wakil kepala daerah, dirinya sudah memiliki pengalaman selama menjadi wakil bupati di Pesisir Selatan.
“Setidaknya saya paham lah bagaimana posisi dan seharusnya seorang wakil kepala daerah. Insya Allah saya akan menjaga harmonisasi itu selalu dengan gubernur,” katanya.
Lalu Fauzi Bahar menanggapi janji paslon nomor 2 menyatakan bahwa pengalaman selama lima tahun Muslim Kasim jadi Wagub harmonisasi itu masih jauh.
“Selama lima tahun kan sudah sama-sama kita lihat hasilnya,” kata dia menyindir.
Disharmoni Tak Terelakkan
Dipungkas oleh dua akademisi Unand, Dr Asrinaldi dan Prof Helmi. Asrinaldi menyebutkan, disharmoni memang tak terelakkan tetapi jangan bikin itu jadi mati langkah. Secara bertahap aturan mesti diperbaiki.
“Disharmoni akan membuat semua urusan yang mesti memerlukan kebersamaan dengan kabupaten-kota akan jadi terhalang,” katanya.
Helmi menyatakan bahwa dukungan perguruan tinggi yang ada di daerah ini untuk kebaikan daerah juga bisa terhalang kalau harmonisasi tidak terjadi.
“Karenanya tetaplah saling berbaikan, jagalah keutuhan hubungan baik sampai kapanpun,” katanya.
Dialog yang berlangsung lebih kurang 2,5 jam ini tampak dihadiri masing-masing ketua pemenangan pasangan calon. Pasangan MK-Fauzi terlihat Syamsu Rahim, dan Budi Sukur untuk IP-NA.
Selain itu, puluhan simpatisan kedua pasang juga tampak memenuhi kursi-kursi yang disediakan panitia. Juga Ketua KPU Sumbar Amnasmen dan komisioner M Mufti Syarfie, serta semua anggota Forum Editor. (NA)