
OLEH Alfitri (Dosen Departemen Sosiologi FISIP Unand
GAMBARAN umum tentang orang Vietnam biasanya kita dapatkan dari film-film produksi Hollywood, terutama yang menampilkan semangat militan mereka saat melawan tentara Amerika Serikat. Padahal, seperti yang disampaikan Prof. Ardi kepada saya, mereka umumnya adalah orang-orang yang baik.
Bukti pertama saya alami saat penerbangan dari Kuala Lumpur ke Ho Chi Minh City. Seorang pemuda Vietnam yang duduk di dekat saya dengan senyum menawarkan sekotak ayam goreng Burger King miliknya. Tawarannya saya tolak dengan halus karena sebelumnya saya sudah memesan makanan melalui aplikasi maskapai.
Kebaikan dan keramahan orang Vietnam itu pula yang kembali kami rasakan pada hari ketiga kunjungan di Vietnam, Selasa, 22 April 2025.
Saat sarapan pagi di hotel, kami turut ditemani Dr. Nguyen Van Thu dari International Office Tay Do University yang berlokasi di Can Tho City, sekitar 62 km dari hotel kami di Long Xuyen City. Ia menyampaikan keinginan agar universitasnya dapat menjalin kerja sama dengan Unand. Ia tampak sangat senang ketika Prof. Ardi dan kami menyambut baik hal tersebut, dan berjanji akan menyampaikan hal itu kepada Rektor Unand setelah kembali ke Padang.
Pukul 08.45 kami dijemput minibus IVECO milik An Giang University (AGU), dan segera meluncur ke kampus AGU. Di lobi rektorat, kami disambut Ms. Kim dan staf dari International Office AGU yang sebelumnya sudah akrab dengan Prof. Ardi.
Sambil menunggu, Ms. Kim, Prof. Ardi, dan Prof. Rudi berbincang, sedangkan Dr. Gamal, Dr. Eka, dan Dr. Widya, dibantu Febrian, sibuk berfoto-foto. Saya sendiri melipir ke dispenser air minum di pojokan lobi. Dispenser itu berfungsi. Beberapa tahun lalu saya juga mencoba dispenser air minum di ITS Surabaya, yang juga berfungsi. Di beberapa kampus lain, ada juga dispenser air minum, tetapi sering hanya sekadar pajangan.
Seperti kita tahu, dispenser air minum adalah fasilitas umum yang disediakan untuk warga kampus atau kota. Air bisa diminum langsung atau diisi ke tumbler masing-masing. Dengan demikian, konsumsi air minum dalam kemasan plastik berkurang, dan lingkungan pun lebih terjaga.
Tak lama, Dr. Nguyen Huu Tri—Wakil Rektor AGU Bidang Hubungan Eksternal—datang menyapa dan menyalami kami satu per satu dengan ramah. Bersama beliau, kami naik ke ruang pertemuan di lantai dua. Selain staf rektorat, hadir pula beberapa dekan dari berbagai fakultas di AGU.
Ruang pertemuan yang representatif dan nyaman itu sudah tertata rapi. Air minum, papan nama, serta lembar acara tersedia di depan masing-masing kursi. Sejak penjemputan di hotel hingga pertemuan ini, saya terkesan dengan penyambutan pihak AGU yang well-prepared, efisien, dan tetap hangat.
Setelah sambutan dari Dr. Tri, Prof. Ardi menyampaikan apresiasi atas kerja sama yang telah berjalan. Prof. Rudi dan Dr. Widya lalu mempresentasikan beberapa skema kerja sama, terutama terkait studi lanjut S2 dan S3 di Sekolah Pascasarjana Unand. Di akhir pertemuan, masing-masing dari kami menerima cendera mata yang diserahkan langsung oleh Dr. Tri.
Siang itu kami dijamu makan oleh mahasiswa-mahasiswa Vietnam yang sedang S3 di Unand dan tengah melakukan penelitian lapangan di Vietnam. Kami makan di salah satu restoran terbaik di Long Xuyen City, mencicipi aneka menu Vietnam yang disajikan dalam gaya hot pot. Hadir pula Dr. Doung Van Nha, Thuan, dan Suri, yang sekaligus menjemput kami untuk melanjutkan kunjungan ke Kien Giang University.
Dr. Doung Van Nha adalah alumni Jerman yang kini menjabat Dekan Fakultas Pertanian di Kien Giang University. Penampilannya sederhana dan agak nyentrik. Thuan adalah mahasiswa S3 bimbingan Prof. Musliar Kasim dan Prof. Aswaldi Anwar. Dari penampilan bersahaja mereka, saya dan Dr. Gamal sempat mengira mereka adalah sopir Grab langganan Prof. Ardi.
Sementara itu, Suri adalah gadis berhijab asal Padang, lulusan sekolah pertanian di Lubuk Minturun, yang kini menempuh semester tujuh di Kien Giang University dengan beasiswa penuh. Bahasa Vietnam-nya sudah sangat lancar. Saya membayangkan, selepas kuliah nanti, ia tidak akan kesulitan mencari pekerjaan atau melanjutkan studi.
Selesai makan siang, kami meluncur ke Rach Gia, ibu kota Provinsi Kien Giang, dengan menumpang sedan Ford milik Dr. Nha dan Camry milik Thuan. Prof. Rudi memisahkan diri untuk meninjau lokasi penelitian mahasiswa S3-nya. Jarak Long Xuyen ke Rach Gia sekitar 62 km, dapat ditempuh hampir dua jam. Di sepanjang perjalanan, saya melihat banyak bus antarkota dengan standar AC eksekutif seperti bus Padang–Jakarta. Mereka menyebutnya Limousine Bus atau VIP Bus.
Setiba di Rach Gia City, setelah check-in hotel, kami melanjutkan perjalanan ke rumah Nguyen Cam, yang terletak di pinggiran kota. Cam adalah gadis Vietnam, alumnus AGU, dan kini mahasiswa S3 di Unand. Ia baru seminggu kembali dari program kursus bahasa Inggris selama tiga bulan di East-West Center, Hawaii. Malam itu, mungkin sekaligus syukuran, ia mengundang kami makan malam bersama keluarganya.
Rumah Cam berada di tepi kanal. Dari halamannya, terlihat kapal-kapal kecil membawa gabah ke Rice Milling Unit. Kanal itu juga dimanfaatkan keluarganya untuk tambak udang. Di belakang rumah, terbentang lahan pertanian keluarga yang luas, seperti yang sempat dilihat Dr. Eka dan Dr. Widya.
Kedatangan kami disambut hangat oleh Cam, kedua orang tua, dan keluarganya. Di teras rumah, hidangan gaya hot pot ala Vietnam telah tersaji di beberapa meja bundar. Menu spesial malam itu: kepiting, udang, dan bebek berbumbu khas Vietnam.
Cam dan orang tuanya melayani kami dengan penuh keramahan. Ibu Cam menyendokkan nasi dan udang ke piring kami. Ayah Cam memotong kepiting dengan gunting khusus lalu meletakkannya ke piring kami juga. “Silakan makan sepuasnya, semua ini hasil pertanian kami sendiri,” ujar Ibu Cam.
Suri membantu menerjemahkan percakapan orang tua Cam ke dalam bahasa Indonesia. Sesekali ia bercanda dalam bahasa Vietnam dengan Ibu Cam. Cam sendiri berbincang dengan kami dalam bahasa Inggris.
Orang tua Cam mencermati piring kami. Begitu mulai kosong, langsung mereka tambahkan makanan. Saya teringat cara seperti itu di kampung saya dulu. Prof. Ardi memberi saran agar makan pelan-pelan supaya tidak terus ditambahkan. Menyadari hal itu, Dr. Nha pun bergurau, “Ayo, habiskan makanannya, kalau tidak, kalian tidak boleh pulang!”
Untunglah, tak lama kemudian Prof. Rudi dan rombongan mahasiswa S3 datang. “Nah, ini dia jagoan makan yang bisa bantu menghabiskan semua,” kata saya. Kami pun tertawa riang.
Mendekati pukul 21.00, kami pamit pulang. Besok pagi, masih ada agenda kunjungan ke Kien Giang University. Kami mengucapkan terima kasih kepada Cam sekeluarga, termasuk neneknya yang di usia 86 tahun masih tampak sehat.