“Basamo Mangko Kajadi”: Catatan Perjalanan ke Vietnam dan Kamboja

BAGIAN 3

Minggu, 04/05/2025 22:55 WIB
-

-

OLEH Alfitri dan Ardi (Dosen FISIP dan Fakultas Pertanian Unand)

SENIN, 21 April 2025 — Setelah kunjungan ke KJRI Ho Chi Minh City (HCMC), rombongan kami kembali ke Aluna Hotel untuk check-out. Tepat pukul 12.00, kami dijemput oleh minibus IVECO buatan Italia yang baru dan nyaman, milik An Giang University (AGU), lalu segera meluncur ke Kota Long Xuyen.

Jarak antara HCMC dan Long Xuyen sekitar 186 km, yang dapat ditempuh dalam waktu sekitar 3,5 jam, sebagian besar melalui jalan tol. Keluar dari HCMC, kiri-kanan jalan dipenuhi kawasan industri. Namun, semakin menjauh dari kota, terbentang hamparan sawah yang sangat luas, yang sebagian telah dikonversi menjadi kebun buah-buahan seperti durian, mangga, kelapa genjah, lengkeng, jambu, dan lain-lain.

Sawah di Vietnam berbeda dengan di Indonesia. Pematangnya lurus dan lahannya sangat luas, sehingga memungkinkan petani menerapkan sistem mekanisasi secara menyeluruh—mulai dari pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, panen, hingga pengangkutan gabah ke pabrik penggilingan dengan kapal-kapal kecil melalui kanal buatan. Para petani juga telah memanfaatkan teknologi drone untuk pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit.

Perjalanan dari HCMC ke Long Xuyen melewati dua jembatan panjang, masing-masing sekitar 500 meter, yang melintasi anak-anak Sungai Mekong. Dari atas jembatan, kami dapat melihat kapal-kapal kecil bersandar dan membongkar gabah di dekat unit penggilingan padi (Rice Milling Unit/RMU) yang besar. Gabah dipindahkan dari kapal ke RMU menggunakan belt conveyor, lalu langsung digiling, disortir, dan dikemas oleh mesin sesuai dengan grade atau kualitas berasnya.

Seluruh proses berlangsung secara efisien dan terintegrasi. Tak heran jika Vietnam menjadi eksportir beras terbesar ketiga di dunia setelah India dan Thailand. Tahun 2024, misalnya, ekspor beras Vietnam mencapai lebih dari 7,6 juta metrik ton (Kontan.co.id, 10/10/2024). Sebagian di antaranya diekspor ke Indonesia.

Rombongan tiba di Long Xuyen sekitar pukul 16.00 dan langsung check-in di Dong Xuyen Hotel. Ini adalah hotel langganan Prof. Ardi setiap kali berkunjung ke Long Xuyen sejak tahun 2013. Setelah salat Zuhur dan Asar yang dijamak takhir, rombongan makan siang di KFC dekat hotel, karena sebelumnya belum sempat makan.

Saat hendak berangkat dari hotel, Vo Trung Tinh sudah menunggu di lobi. Ia adalah mahasiswa AGU yang pernah mengikuti Inbound Program di Unand selama 25 hari pada tahun 2023. Sejak saat itu, Tinh selalu hadir setiap kali ada kunjungan dari Unand ke An Giang. Rencananya, semester depan Tinh akan melanjutkan studi S2 di Unand.

Setelah makan siang yang agak terlambat, rombongan berjalan kaki menuju Masjid Salamat Indonesia, sekitar 600 meter dari hotel. Masjid Salamat dibangun pada 1953 berupa bangunan kayu sederhana berukuran 6 x 5 meter, yang menjadi tempat salat bagi sekitar 300 warga Muslim di Kota Long Xuyen.

Komunitas Muslim terbesar di Vietnam, sekitar 20.000 orang, berada di Kampung Champa yang berjarak 60 km dari Long Xuyen. Di sana terdapat 12 masjid dan musala. Prof. Ardi dan mahasiswa Unand selalu menyempatkan diri salat di Masjid Salamat setiap kali melaksanakan KKN Internasional, credit earning, dan kegiatan lain di Long Xuyen.

Pada tahun 2019, pemerintah Vietnam memberikan bantuan untuk pemugaran Masjid Salamat. Masjid lama dibongkar, dan pembangunan dimulai dengan pemasangan pancang beton. Namun, proyek terhenti karena pandemi Covid-19, termasuk kerja sama antara universitas-universitas.

Pada Februari 2023, setelah pandemi mereda, Prof. Ardi kembali ke Vietnam dan mendapati pembangunan masjid masih terhenti. Lalu, muncul ide untuk menggalang dana. Ia membuat video pendek tentang kondisi masjid, lalu membagikannya ke rekan-rekan di Fakultas Pertanian Unand, para alumni, guru besar, dosen dari berbagai fakultas, mantan dekan fakultas pertanian seluruh Indonesia, teman-teman dari berbagai profesi, keluarga, serta diaspora Indonesia di AS, Australia, Malaysia, Swedia, dan negara lainnya.

Alhamdulillah, dalam waktu hampir tiga bulan terkumpul dana sekitar Rp300 juta. Dengan keyakinan bahwa dana akan terus mengalir, kontraktor diminta memulai pembangunan dengan menggali basement, karena masjid direncanakan memiliki empat lantai dengan ukuran 11 x 12 meter. Pekerjaan dimulai pada 8 Mei 2023.

Kemudian, Prof. Ardi menghubungi Duta Besar RI untuk Vietnam, Bapak Denny Abdi, yang juga alumni Universitas Andalas Fakultas Ekonomi, serta Konsul Jenderal RI di HCMC, Bapak Agustaviano Sofjan. Duta Besar sangat antusias, dan pada 12 Juli 2023, beliau meninjau langsung pembangunan masjid. Tak lama kemudian, beliau melaporkannya kepada Menko PMK saat itu, Prof. Muhadjir Effendy, yang segera mengundang beberapa lembaga amal di Indonesia yang tergabung dalam Humanitarian Forum Indonesia (HFI), antara lain Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, Human Initiative, dan Darut Taufik Peduli.

Pada November 2023, Prof. Ardi bersama perwakilan HFI mengunjungi lokasi. Mereka menyepakati untuk membantu pembangunan masjid hingga selesai dengan biaya sekitar Rp3,5 miliar. Pada 27 Juni 2024, dilakukan peletakan batu pertama secara resmi oleh Menko PMK Prof. Muhadjir Effendy, Duta Besar Denny Abdi, serta rombongan dari Jakarta yang berjumlah sekitar 50 orang. Saat ini, pembangunan masjid telah mencapai 80%. Insyaallah dalam tiga bulan ke depan akan rampung. Karena dana pembangunan hampir seluruhnya berasal dari Indonesia, masjid ini kini dinamai Masjid Salamat Indonesia.

Pembangunan juga mendapat dukungan berupa 30 ton semen (600 zak) dari Thang Long Cement Company di Vietnam, melalui salah satu pimpinannya, Pak Myo Nanda, yang kebetulan adalah teman masa kecil putra Prof. Ardi di Padang. Partisipasi berbagai pihak dalam membangun masjid ini mengingatkan pada kearifan lokal Minangkabau: “Basamo Mangko Kajadi”, yang berarti “Dengan kebersamaan, maka sesuatu dapat terwujud”.

Dalam kunjungan kali ini, rombongan disambut oleh Imam Masjid, Haji Saleh Mach, beserta keluarganya, antara lain Mach Ly, Sanh Ho, Chau Du Ky, Salaymal, dan ibunda beliau yang telah berusia lebih dari 90 tahun. Setelah salat Magrib berjamaah, kami dijamu makan malam dengan masakan Vietnam yang lezat.

Turut hadir Emma Nguyen (alumni S2 Teknologi Pangan Unand angkatan 2019), beberapa mahasiswa S3 Fakultas Pertanian Unand asal Vietnam yang sedang meneliti, yaitu Le Thi A Dong, Tran Xuan Long, serta calon mahasiswa S2 Unand seperti Duyen, Vi, dan Tinh.

Usai makan malam, dalam perjalanan kembali ke hotel, rombongan menikmati durian Vietnam yang tak kalah enak dari durian tanah air. Sebelum kembali, kami juga berfoto bersama di depan patung Presiden kedua Vietnam, Ton Duc Thang, yang berasal dari Long Xuyen—tepatnya dari Tiger Island, sebuah pulau kecil di Sungai Mekong yang tak jauh dari hotel. ***



BACA JUGA