Suasana Reformasi tahun 1998
OLEH Sondri (Pegiat Sosial dan Politik)
REFORMASI jangan hanya dimaknai sebagai sebuah penentangan dan menumbangkan rezim kekuasaan secara harfiah. Pergerakan mahasiswa dan masyarakat menjatuhkan rezim kekuasaan Orde Baru yang disebut sebagai gerakan Reformasi 98 hanya simbol saja dari sebuah harapan akan kekuasaan yang tidak menyimpang dari amanat konstitusi.
Reformasi adalah sebuah gelombang ekspektasi akan sebuah nagara yang betul-betul dihadirkan untuk rakyat. Bukan untuk kepentingan sekelompok orang apalagi keluarga. Salah satu yang dituntut pada Reformasi 98 adalah hapus korupsi, kolusi dan nepotisme. Sedangkan realita yang dipertontonkan dengan nyata oleh rezim kekuasaan saat ini secara terang-terangan berlawanan dengan harapan dan cita-cita reformasi itu. Begitu juga dengan belum berhasilnya bangsa ini keluar dari budaya koruptif yang merupakan salah satu agenda pokok dari reformasi.
Perubahan sistem ketatanegaraan kita sejak reformasi untuk memperkuat supremasi hukum dan menciptakan kekuasaan yang memiliki chake and balance ternyata belum terlalu efektif. Kehadiran KPK dalam konstitusi kita kini contohnya sebagai instrumen yang akan memastikan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap penyimpangan kekuasaan ternyata masih dipengaruhi oleh perilaku elite.
Begitu juga kehadiran lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan jadi penjaga dan memastikan negara kita berdasarkan konstitusi masih coba dipermainkan. Proses rekrutmen dari institusi tersebut yang diharapkan membangun pemerintahan yang berintegritas masih saja direkayasa dan "dicawe-cawe".
Jadi sistem ketatanegaraan dan sistem hukum yang sudah ada saja tidak cukup tanpa disertai penguatan prilaku dan mentalitas manusia yang akan menggerakkan sistem tersebut. Sistem dan perangkat kekuasaan tanpa adanya integritas manusia yang menyelenggarakan hanya akan jadi kerangka tanpa isi. Jika semua alat dan perangkat ketatanegaraan kita dibajak oleh oknum kekuasaan maka hanya akan jadi alat kepentingan si penguasa saja.
Pelajaran berharga di masa rezim.pemerintahan Jokowi ini betul-betul hendaknya jadi bahan evaluasi pencapaian cita-cita reformasi yang sudah diperjuangkan susah payah dan bahkan nyawa. Ternyata praktik penyimpangan dengan "akal-akalan" serta pelaksanaan prosedural semata dalam demokrasi dan kenegaraan belum mengantarkan ke tujuan sesungguhnya.
Pencalonan presiden dan wakil presiden kemaren betul-betul mencoreng dan menafikan agenda reformasi dalam soal praktik "KKN". Seakan sebuah "palu" dihantamkan pada mereka yang sejak 1998 sampai sekarang konsen dengan agenda perbaikan sistem dan budaya bernegara. Mengingat peristiwa-peristiwa politik dan perjalanan kebangsaan Indonesia sampai saat ini, sangatlah penting kelompok masyarakat sipil Indonesia dan mahasiswa tetap konsen memperkuat gerakan masyarakat sipil kembali.
Momentum gerakan akhir-akhir ini perlu terus digaungkan dan digulirkan sebagai kelanjutan pengawalan terhadap jalannya reformasi dan agenda kebangsaan menuju Indonesia sejahtera dan berkeadilan sosial.
Agenda reformasi jilid dua perlu didorong di seluruh lapisan masyarakat dan seluruh institusi pemerintahan dan negara. Termasuk juga upaya-upaya yang konkrit untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Setidaknya ada beberapa agenda pokok yang harus terus diperjuangkan dan dikawal ke depannya, antara lain; pengelolaan sumberdaya alam untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, peningkatan sektor riil ekonomi masyarakat seperti petani, nelayan, buruh dan industri kecil dan menengah.
Penguatan institusi KPK dan lembaga pengawas keuangan lainnya, peningkatan profesionalisme aparatur penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan) dan alat TNI sebagai alat pertahanan dan keamanan negara, peradilan yang bebas dari praktik mafia hukum.
Hal lain yang juga sangat penting adalah bagaimana peningkatan kualitas pemilu agar tidak hanya jadi media transaksi antara para politikus yang punya uang untuk membeli suara. Di mana kemudian setelah menduduki kursi eksekutif dan legislatif hanya menunggangi jabatan limatahunan untuk kepentingannya kembali.
Para akademisi, intelektual dan aktivis harus bekerja keras lagi untuk merumuskan bagaimana pemilu dan sistem rekrutmen kelembagaan legislatif dan eksekutif tidak hanya jadi tunggangan oligarki. Diskusi dan edukasi soal ini harus diintensifkan dan diperluas lagi kepada berbagai kalangan.
Jika tak ingin kecolongan lagi pengawalan agenda reformasi harus dilakukan terus secara berkesinambungan. Pengawalan agenda reformasi dan guliran reformasi jilid dua ini mendesak dan penting dilakukan oleh mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil. Tanpa terpengaruh oleh dinamika politik dan kekuasaan saat ini.*