Pemilu 2024 Paling Brutal, Syarat Pengajuan Hak Angket Sudah Terpenuhi

Kamis, 29/02/2024 19:57 WIB
social_media

social_media

Jakarta, sumbarsatu.com—Syarat pengusulan penggunaan hak angket DPR sudah terpenuhi. Gabungan partai politik (parpol) pengusung 01 Anies-Muhaimin dan 03 Ganjar-Mahfud dinilai sudah memenuhi syarat untuk mengajukan hak angket.

Direktur Eksekutif Citra Institute Yusak Farchan melihat parpol gabungan dari kedua kubu tersebut sudah mencapai angka 54,61 persen di parlemen. Sehingga cukup untuk mewujudkan digunakannya hak angket DPR.

“Masalah hak angket, gabungan parpol 01 dan 03 ini kan jumlahnya mencapai 54,61 persen artinya kan sudah lebih dari cukup untuk mewujudkannya,” kata Yusak, Kamis, 29 Februari 2024.

Yusak juga merespons soal isu pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya itu bisa saja terjadi ketika hak angket DPR benar-benar bisa digunakan.

“Dugaan cawe-cawe Jokowi di Pemilu 2024 berpotensi terkuak dengan digunakannya hak angket ini,” terangnya.

Yusak mengungkapkan pemakzulan Jokowi bisa terjadi dan juga tidak, tergantung bagaimana kondisi di kalangan elite parpol.

“Artinya kan apakah hak angket ini bisa menjadi bola liar untuk memakzulkan Jokowi? saya kira bisa iya dan bisa tidak karena tergantung bagaimana kompromi di kalangan elit,” pungkasnya.

Diketahui, isu penggunaan hak angket DPR ini muncul sebagai langkah strategis dalam mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024. Terlebih, keterlibatan presiden di Pilpres 2024 menjadi salah satu faktor kuat digunakannya hak tersebut.

Pemilu Brutal

Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP M. Romahurmuziy menilai Pemilu 2024 ini paling brutal sepanjang pelaksanaan pemilu di Indonesia. Karena adanya berbagai pelanggaran terutama terkait politisasi bantuan sosial (bansos)  yang masif.

Karena itu, ia memastikan PPP, yang pada Pilpres 2024 mendukung pasangan Ganjar-Mahfud, mendukung penggunaan hak angket di DPR untuk mengungkap berbagai modus kecurangan tersebut agar tidak terulang lagi pada pemilu berikutnya, terutama pada pelaksanaan pilkada serentak 2024 yang sudah dekat.

“Kalau kemudian ada yang menyatakan bahwa ini (angket) narasi yang disampaikan orang-orang kalah, bukan. Ini mencoba untuk mewaraskan kembali demokrasi kita agar tidak direplikasi di pilkada yang sudah menganga di depan kita, 271 pilkada kabupaten/kota dan provinsi. Jangan sampai ini kemudian menguap begitu saja,” kata Romahurmuziy  dikutip dari tayangan kanal YouTube @KOMPASTV, Kamis, 29 Februari 2024.

Soal apakah hak angket akan mengubah hasil pemilu, menurutnya itu urusan lain. Karena yang penting dugaan kecurangan harus kita ungkap.

“Kecurangan ini bukan soal kuantitas, tetapi soal kualitas. Kita wajib menjaga kualitas demokrasi kita sampai kapan pun selama kita memilih demokrasi,” tandasnya.

“Sehingga menjadikan pemilu kita pemilu paling brutal. Dalam semalam demokrasi kita berubah menjadi demokrasi berbayar dengan biaya paling tertinggi di dunia, demokrasi berbayar terbesar di dunia,” sambungnya.

Selain politisasi bansos, juga adanya berbagai dugaan kecurangan lainnya. Seperti adanya pengarahan kepada pemilih dari penyelenggara negara yang menjadi salah 1 dari 19 temuan Bawaslu.

Bongkar Cawe-Cawe Jokowi

Sementara itu, Ketua Umum Masyumi, Ahmad Yani mengatakan hak angket DPR merupakan langkah konkret untuk menguak dugaan kecurangan dan Pemilu 2024. Langkah tersebut diyakini sebagai bagian dari menjaga kesehatan demokrasi Indonesia.

“Terus yang kedua, menyangkut masalah cawe-cawe Jokowi itu bisa juga diangket oleh DPR. Sampai sejauh mana cawe-cawe presiden,” kata Ahmad Yani.

Selain itu, skandal di KPU yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres juga bisa diusut. Menurutnya, kecurigaan tebang pilihnya KPU terlihat ketika PKPU belum diubah namun sudah meloloskan pendaftaran Gibran sebagai cawapres.

“Pelaksanaan KPU juga bisa diangket, kenapa KPU menerima pendaftarannya Prabowo-Gibran? padahal PKPU nya sendiri belum dilakukan perubahan,” ucapnya.

Ahmad menyayangkan sikap KPU yang berbanding terbalik dan tegas terhadap pencalonan Gibran. Ia melihat KPU tidak segarang ketika menolak 16 partai politik yang gagal lolos administrasi.

“Sikap KPU itu berbeda ketika menolak 16 partai politik peserta pemilu kemarin,” paparnya.

Menurut Ahmad Yani, ada banyak yang bisa dibuka dalam penggunaan hak angket DPR. Anggota dewan bisa mengusut cawe-cawe Jokowi dalam hal pembagian bansos yang tidak dilakukan oleh Kementerian Sosial.

“Jadi sebenarnya banyak sekali yang bisa dibuka oleh angket ini selain sengketa pemilu. Karena pastinya KPU dan Bawaslu tidak memiliki wewenang untuk mengusut proses cawe-cawe Jokowi seperti bansos dan yang lainnya. Yang punya hak dan wewenang penuh hanya DPR,” pungkasnya.

Jokowi Takut

Ahmad Yani juga menilai Jokowi terlalu takut jika DPR menggunakan hak angket. Sebab itu, mulai dari pertemuan Jokowi dengan Ketum NasDem Surya Paloh dianggap memiliki makna terselubung.

Ahmad Yani menilai Jokowi seharusnya berani dan mempersilakan usulan Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo soal penggunaan hak angket  tersebut. Hal itu sebagaimana yang dilakukan SBY terhadap kasus Bank Century 2014 silam.

“Kalau Jokowi merasa benar seharusnya tidak takut dan menghalang-halangi penggunaan hak angket sebagaimana SBY kala itu yang tidak takut terhadap penggunaan hak angket DPR dalam mengusut kasus Century,” urai Ahmad Yani.

Lanjutnya, seluruh anggota DPR seharusnya sadar dengan kondisi demokrasi Indonesia saat ini. Menurutnya, pengusulan hak angket tersebut tidak hanya diperjuangkan oleh partai politik dari kubu 01 atau 03 saja.

Sebaiknya seluruh anggota dewan merasa prihatin dengan kondisi demokrasi yang dirusak akibat cawe-cawe Jokowi. Bahkan, Jokowi sendiri pun harus berani dan cenderung tidak menghalangi proses tersebut.

“Saya kira seluruh anggota dewan, tidak hanya yang terikat dengan 01 atau 03 saja tapi seluruhnya yang ingin menyelamatkan demokrasi dan bangsa termasuk Jokowi juga harus berani digunakannya hak angket tersebut,” pungkasnya. SSC/KBA



BACA JUGA