Pelanggan di Chan Chan Korean, Jakarta. Foto IG ChanChan
SUATU hari di National Museum of Korean Contemporary History, tak jauh dari Gwanghammun, Seoul. Lima orang siswa sekolah dasar sedang memperhatikan foto lama yang dipajang di dinding. Seorang guru, wanita setengah baya dengan gaun panjang bermotif bunga-bunga, memberikan penjelasan tentang Ban Kimun, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) asal Korea, yang dalam foto tersebut sedang memimpin Sidang Umum PBB. Kelima anak-anak itu menyimak dan kadang mencatat beberapa keterangan penting.
Selain politisi seperti Ba Kimun, di museum itu juga terpajang foto tokoh dari bidang lain. Ada pengusaha Lee Byung Chull (pendiri Samsung), Chung Ju-yung (pendiri Hyundai), atlet senam Yuna Kim, pesepakbola Son Heung-min, musisi pelantun Gangnam Style, Psy, serta grup musik Korea yang beberapa kali meraih Grammy Awards, BTS. Di dinding sebelahnya terpampang foto kelompok perawat dan pekerja tambang yang pernah bekerja di Eropa pada saat Korea dilanda kesulitan ekonomi.
Selain foto dan animasi, di museum itu juga dipajang karya pertama bangsa Korea. Ada mobil, tape recorder, kipas angin, kulkas dan seterusnya yang pertama kali berhasil diproduksi secara massal oleh perusahaan Korea, termasuk piringan hitam dan pita kaset yang pertama merekam lagu dan penyanyi Korea.
Setiap kali mengunjungi museum, saya selalu bertemu rombongan pelajar Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Pertama, yang selalu didampingi oleh guru mereka, baik di Museum Hangeoul, Museum Raja Sejong, Museum Lukisan Kontemporer, hingga museum Perang Korea. Padahal mereka juga harus membeli tiket, meski selalu mendapat potongan.
Kenapa guru di Korea suka mengajak siswanya ke museum?
“Masa depan anak-anak ditentukan dari museum,” kata Mas Dodo ketika saya bertanya tentang banyaknya kunjungan pelajar ke museum.
“Di museum, anak-anak menyaksikan apa yang telah dilakukan dan ditemukan orang pada masa lalu. Dari sana mereka jadi bisa memilih masa depan sendiri. Apakah akan meneruskan langkah yang dilakukan orang lain sebelummnya ataukah menemukan hal baru yang belum pernah dilakukan orang lain,” jelasnya.
Menggapa Cita-cita
Menjelang tamat kuliah, setiap mahasiswa sudah harus mempunya rencana jelas. Agar tidak menjadi pengangguran yang kebingungan. Selain bekerja atau melanjutkan studi, ada juga yang membuka usaha sendiri. Karena itu setiap orang harus punya cita-cita dan rencana yang jelas, realistis.
“Cita-cita saya menjadi pengusaha ekspedisi,” ujar Kim Won-jae ketika saya bertanya tentang rencana masa depannya.
“Kenapa cita-citamu begitu sederhana Won-jae?”
“Orang Korea bermigrasi ke banyak negara. Mereka mungkin perlu barang-barang dari Korea. Atau mereka ingin mengirim oleh-oleh dari negara tempat mereka tinggal. Nah, saya membantu mereka dengan usaha ekspedisi,” jelasnya.
Saat liburan, Won Jae bekerja magang pada perusahaan ekspedisi yang beroperasi ke luar negeri. Menjelang tamat, ia telah diterima bekerja di sebuah perusahaan dagang Korea yang mengekspor hasil produksinya ke berbagai negara. Saat ini, ia sedang membangun rencana untuk memiliki usaha ekspedisi sendiri.
Song Yu Jeong wanita yang tenang dan pendiam. Ke kampus ia lebih sering memakai gaun dengan rok panjang yang lebar. Rambut panjangnya selalu terjalin rapi. Ketika teman-temannya menuju kafe untuk istirahat, Yu Jeong memilih tinggal dalam kelas. Gadis itu lebih suka duduk di meja untuk mengorat-oret kertas dengan pensil untuk membuat sketsa.
“Apa cita-citamu, Yu Jeong?”
“Saya mau jadi desainer pakaian Muslim,” jawabnya dengan suara lembut.
“Kenapa kamu tertarik dengan bidang itu?”
“Pertama, karena saya suka menggambar dan membuat desain. Alasan kedua saya temukan saat berkunjung ke Indonesia dan Malaysia. Saat melihat pakaian yang digunakan wanita Muslim, saya membayangkan banyak peluang untuk memodifikasi pakaian Muslim agar wanita bisa tampil lebih cantik,” jelasnya.
“Tapi Anda kan bukan seorang Muslim?” pancing saya dengan rasa penasaran.
“Tak masalah. Saya bisa belajar tentang aturan berpakaian wanita Muslim. Justru itu akan menjadi tantangan menarik bagi orang muda seperti saya.”
Lee Kyung Seun, mahasiswa lainnya mengatakan cita-citanya. “Saya ingin menjadi pramugari,” kata Lee Kyung Seun. “Karena saya suka bepergian ke mana saja.”
“Kalau mau jadi pramugari, kenapa memilih Jurusan Indonesia?” tanya saya lagi.
“Tentu saja,” ujar Kyung Seun yakin. “Saya mau jadi pramugari untuk penerbangan di Asia Tenggara. Indonesia, Malaysia atau Vietnam. Jadi saya harus bisa berbahasa Indonesia dan Melayu.”
Tiga bulan setelah perbincangan itu, Kyung Seun mengabarkan bahwa ia diterima bekerja di sebuah perusahaan penerbangan Vietnam yang membuka jalur penerbangan ke Korea.
“Kalau pandemi Covid-19 sudah reda, perusahaan itu akan membuka line ke Indonesia juga. Jadi saya bisa menjalani hobi saya, berlibur sambil kerja ke negara-negara di Asia Tenggara,” tulis Kyung Seun melalui Kakao Talk, aplikasi komunikasi produk Korea.
Buka Restoran di Jakarta
Park Seung Chan adalah mahasiswa dengan banyak minat. Selain suka menyelam dan memasak, pemuda berpostur tinggi tegap ini ia juga lihai menjadi broker. Ia membantu beberapa selebritas Indonesia yang melakukan operasi wajah di klinik kecantikan di Korea.
“Ada saja orang kaya dari Indonesia yang tak ingin pipinya terlihat tembam. Yang lain, ingin hidungnya jadi lebih tinggi,” jelas Park Seung Chan dalam suatu kesempatan istirahat kuliah.
Dengan kemampuan bahasa Indonesia yang baik, resmi maupun bahasa gaul, dan sikapnya yang supel, Chancan—begitu ia biasa disapa-- menjadi penerjemah bagi jasa kecantikan dan pelanggannya. Akan tetapi, pandemi Covid-19 membuat jasa operasi kecantikan harus tiarap. Maka Chancan mengembangkan kompetensinya yang lain.
“Suatu saat, saya mau buka restoran Korea, Pak,” katanya
“Di mana?”
“Di Jakarta, mudah mudahan.”
Pada awal 2022, Chan Chan berhasil mewujudkan cita-citanya. “Saya bertugas sebagai koki di dapur, sementara bapak saya mengurus ruang tamu,” jelasnya ketika saya dan istri berkunjung ke restoran yang terletak di lingkungan SCBD, Sudirman, Jakarta itu.
Desain dan masakan restoran ini mengingatkan kami pada restoran di Korea pada umumnya. Restoran dengan ruangan lega yang asri, peralatan makan yang lengkap, tungku pemanas makanan, hingga serbet yang dilipat. Semuanya ditata rapi. Kami memesan kimchi jighae, ramyeon, toupokki dan odeng. Menjelang berpisah, Chan Chan menghadiahi kami dua botol kimchi.
“Sayangnya, kimchi ini kurang pedas, Pak. Sengaja, setelah meminta saya saran dari beberapa pelanggan,” katanya.
Restoran itu menjadi pilihan beberapa selebritas Tanah Air yang ingin menikmati masakan Korea. Selebritas Ayu Tingting dan Pasha Ungu adalah di antara pelanggan Chan Chan Korean BBQ.(ivan adilla)