Simpang Empat, sumbarsatu.com—Sebanyak 5 petani yang berasal dari Kenagarian Aia Gadang, Pasaman Barat, dikriminalisasi PT Anam Koto dalam kasus konflik lahan diduga sudah direncanakan dengan matang.
“Kami menduga kriminalisasi terhadap 5 orang petrani by design dan direncanakan oleh PT Anam Koto, yang berdampak pada kelima petani menjadi tersangka dan disidang. Di dalam persidangan, LBH Padang juga menghadirkan saksi-saksi terkait dugaan pelanggaran HAM atas keberadaan PT Anam Koto bagi masyarakat petani Aia Gadang,” kata Decthree Ranti Putri, advokat publik LBH Padang kepada sumbarsatu, Rabu (7/9/2022).
Ia nyampaikan, dalam beberapa kali persidangan di Pengadilan Negeri Pasaman Barat, ratusan masyarakat yang tergabung sebagai Serikat Petani Indonesia Basis Aia Gadang menghadiri sidang dengan harapan keadilan bisa ditegakkan seadil-adilnya.
Kelima petani itu dikriminalisasi atas kejadian 28 Mei 2022 di lokasi perkebunan sawit antara petani dengan PT Anam Koto akibat permasalahan plasma telah sampai ke meja hijau.
Kelimanya didakwa melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP subsider Pasal 170 ayat (1) atau kedua melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP.
Persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum yang digelar pada tanggal 29 Agustus 2022 lalu menghadirkan “DW” selaku saksi korban dan koordinator keamanan, “AZ” selaku satpam, dan AS sebagai tukang semprot tanaman.
Dalam keterangannya di depan persidangan, tambahnya, AS mengakui memang disuruh untuk meracuni semua yang ada di lokasi tersebut dan satpam diminta untuk mendokumentasikan kejadian sebelum memasuki lokasi.
Atas keterangan saksi-saksi ini, kami mencurigai kericuhan yang terjadi sudah by design dari PT Anam Koto,” urai Decthree Ranti Putri.
Lokasi kejadian merupakan kawasan perjuangan tanah untuk petani, yang semula merupakan tanah ulayat yang diambil secara paksa dan ditengarai melanggar HAM untuk pembangunan sawit PT Anam Koto. “Perusahaan berjanji akan memberikan plasma namun tak kunjung dilaksanakan hingga saat ini,” terangnya.
Atas situasi ini, Bupati Pasaman Barat mengeluarkan surat keputusan Nomor : 188.45/471/BUP-PASBAR/2022 pada 16 Agustus 2022 tentang Pelaksanaan kewajiban pemberian plasma minimal 500 hektare oleh PT Anam Koto kepada masyarakat Kenagarian Aia Gadang dalam jangka waktu 30 hari kalender.
Di dalam fakta persidangan, jelas Decthree Ranti Putri, terungkap sudah beberapa kali terjadi intimidasi disertai merusak tanaman dan pondok masyarakat sebagai upaya memancing kemarahan masyarakat agar situasi chaos.
“Hal ini malah diperparah dengan sikap Kepolisian Resor Pasaman Barat yang hanya memproses pelaporan kasus perusahaan namun lambat memproses kasus yang dilaporkan oleh masyarakat. Padahal masyarakat melaporkan dugaan pengrusakan tanaman dalam laporan polisi nomor : LP/B/90/IV/2022/SPKT/Res Pasbar/Polda Sumbar tertanggal 13 April 2022 yang kemudian dihentikan ditahap penyelidikan oleh Kepolisian Resort Pasaman Barat,” sebut Decthree Ranti Putri. SSC/MN