Kadisbud Sumbar Bersilaturahmi dengan Seniman dan Budayawan: Menguatkan Kolaborasi dan Sinkronisasi

-

Jum'at, 14/01/2022 23:52 WIB
Silaturahim dan Ramah Tamah Seniman dan Budayawan Sumatera Barat bersama Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat, Jumat 14 Januari 2022 di Galeri Taman Budaya. Foto Ade

Silaturahim dan Ramah Tamah Seniman dan Budayawan Sumatera Barat bersama Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat, Jumat 14 Januari 2022 di Galeri Taman Budaya. Foto Ade

Padang, sumbarsatu.com—Sudah jadi “tradisi” di lingkungan Dinas Kebudayaan Sumatera Barat, setiap pergantian kepala dinas, pimpinan yang baru “wajib” membuka ruang silaturahim dengan kalangan seniman, budayawan, jurnalis, akademisi dan pemerhati budaya, ninik mamak-bundo kanduang, tokoh adat dan masyarakat.        

Kebiasan baik ini sudah dimulai sejak pertama Dinas Kebudayaan resmi sebagai salah satu perangkat organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera pada tahun 2016. Kepala Disbud pertama Taufik Effendi mengawalinya, dilanjutkan dengan Gemala Ranti, dan Syaifullah menggelar hal serupa pada  Jumat (14/1/2022) di Galeri Taman Budaya Sumatera Barat.    

Syaifullah merupakan Kepala Dinas Kebudayaan Sumatera Barat yang baru dilantik pada Senin, 3 Januari 2022 oleh Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi. Ia menggantikan posisi Gemala Ranti.

Meski pertemuan yang dilandasi silaturahmi dan ramah-tamah dengan seniman dan budayawan, namun sesungguhnya Dinas Kebudayaan sedang membangun ruang dialog dan pemetaan seni, serta menampung masukan untuk pengembangan program seni yang akan dirancang ke depan.  

“Ini adalah ajang silaturahmi, santai, sambil berdialog; untuk pembahasan berat dan serius membahas program kerja dapat diagendakan [pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, bisa jadi seniman yang mengundang Kadis, atau sebaliknya, Disbud mengadakan pertemuan khusus dengan seniman-budayawan,” kata Nofrialdi Nofi Sastra, seniman musik, saat memoderatori jalannya pertemuan.

“Saya senang dan bangga bersama-sama seniman dan budayawan sore ini. Dan saya berterima kasih telah memberikan masukan-masukan, saran, dan kritikan untuk Dinas Kebudayaan, yang tentu saja tujuannya demi perbaikan kualitas upaya pemajuan kebudayaan kita di Sumatera Barat. Tujuan pertemuan ini selain silaturahmi juga untuk hal yang demikian,” kata Syaifullah merespons beberapa penanggap, antara lain Musra Dahrizal Katik Jo Mangkuto (seniman tradisi), Armeynd Sufhasril dan Rizal Tanjung (teater), Dasman Ori Monon (music) dan Yulizal Yunus (budayawan).

Dia menjelaskan, sebagai orang yang baru diberi amanah sebagai kepala dinas, tentu hanya bisa melanjutkan program-program yang telah disyahkan di APBD Sumbar tahun 2022 sesuai dengan dengan visi-misi gubernur.

“Salah satu tugas Disbud menyukseskan program unggulan (progul) Gubernur dalam misi ‘Sumbar Religius Berbudaya’, menjadikan kawasan Kawasan Masjid Raya Sumatera Barat sebagai pusat edukasi dan literasi, mengimplementasikan ABS-SBK, serta menjadikan Gedung Kebudayaan dan Museum sebagai pusat aktivitas kesenian dan pembinaan seni budaya,” urai Syaifullah.

Ia menegaskan, tugas pokok dan fungsi Disbud mengurus 10 pokok-pokok pikiran pemajuan kebudayaan pada tingkat provinsi dengan basis budaya lokal. Dinas Kebudayaan selalu membuka ruang untuk kolaborasi dengan stakeholder sesuai regulasi yang berlaku baik dalam menyelenggarakan tugas rutin pembangunan kebudayaan,

Musra Dahrizal Katik Jo Mangkuto dalam tanggapannya, meminta penegasan kembali  soal pemasangan pelaminan saat perhelatan yang memakai adat Minangkabau. Ia menilai, saat ini pemasangan pelaminan sudah banyak yang salah kaprah dan keliru, tidak lagi pada tempatnya.

“Persoalan pelaminan baralek ini yang memakai adat Minangkabau sudah dibicarakan semasa Gubernur Azwar Anas di tahun 80-an tapi belum ada ketegasan  dalam bentuk regulasi daerah.

“Perlu dibuatkan peraturan daerah yang kuat agar jelas kemana arah dan bentuk kebudayaan kita ini. Ketika ada aturan, maka penataan dan pengawasannya lebih mudah. Saya pikir, Dinas Kebudayaan perlu memfasilitasi terbitnya aturan, seperti centang perenang dalam pemakaian pelaminan saat baralek dalam adat Minangkabau di tengah masyarakat. Harus ada aturan tertulis mengawasi yang keliru ini,” jelas Musra Dahrizal Katik Jo Mangkuto.  

Armeynd Sufhasril seniman teater, lebih menyoroti soal transparansi program dan kegiatan Disbud dan Tambud agar seluruh seniman dapat berkompetisi/punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan keterlibatan dalam kegiatan.

“Selain soal transparasin program, saya juga mendesak Dinas Kebudayaan sesegera mungkin memfasilitasi digelarnya musyawarah seniman Sumatera Barat untuk membentuk pengurus dan pengelola Dewan Keseniian/Kebudayaan. Menurut saya, kehadiran Dewan Kebudayaan itu sangat penting,” ujar  Armeynd Sufhasril.

Rizal Tanjung, pendiri dan sutradara Old Track Teater, beberapa tahun belakangan melihat,  kinerja, penyusunan dan pelaksanaan program, baik di Taman Budaya maupun yang dilaksanakan Dinas Kebudayaan, belum menampakkan substansi kebudayaan itu sendiri.

Menurutnya, hal ini disebabkan Taman Budaya dan Dinas Kebudayaan Sumatra Barat tidak melibatkan secara maksimal partisipasi seniman dan pelaku budaya sehingga program yang dijalankan terkesan dangkal dan stagnan.

“Program yang hanya melibatkan kalangan tertentu untuk program-program kesenian bisa diasumsikan kriminilisasi kesempatan ketika kekuasaan kewenangan digunakan untuk memilih orang-orang tertentu yang dekat dengannya. Seharusnya, setiap program seni itu dirasakan sebagai milik bersama. Saya kira ini harus jadi perhatian Dinas Kebudayaan dan Taman Budaya Sumatera Barat,” tegas Rizal Tanjung.

Dasmon Ori, pelaku seni musik dan pengelola Sanggar Indo Jati lebih banyak menyarankan kepada Kepala Dinas Kebudayaaan agar meningkatkan koordinasai internal di dalam jajaran Disbud sebelum berkolaborasi dengan stakeholder eksternal.

“Ada indikasi dan terasa antarpersonil dan jajaran di lingkungan Disbud belum berkoordinasi dengan baik, seperti antarbidang tidak tahu kegiatan bidang yang lain atau kegiatan yang sedang digelar UPT-nya.

“Saya kira ini perlu diperkuat ke dalam dulu. Kadisbud harus bisa menyatukan langkah agar tak terkesan jalan sendiri setiap program yang dilaksanakan. Selain, perlu juga dipikirkan bersama soal status seniman, Apa standar yang digunakan saat kini agar seorang bisa dikatakan seniman. Mana tahu apa perbedaan standar yang dulu dengan yang sekarang,” sosok yang akrab disapa Papi Monon ini.

Yulizal Yunus, akademisi dan budayawan, menyinggung tentang AD/ART Dewan Kebudayaan Sumatera Barat yang sudah selesai dibuat. Ia berharap perlu ada pertemuan untuk merampungkannya. “Kita perlu berkumpul lagi untuk merampungkan AD/ART Dewan Kebudayaan itu,” jelasnya.

Sementara itu, Hidayat, anggota DPRD Sumatera Barat yang juga Ketua Fraksi Gerindra juga memaparkan panjang lebar soal Rencana Peraturan Daerah (Ranperda) Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Sumatera Barat yang merupakan inisiatif dari DPRD Sumbar.

“DPRD Sumatera Barat menggunakan hal inisiatifnya untuk mengajukan Ranperda Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Sumatera Barat. Ini kerja cukup serius karena menyangkut banyak aspek kehidupan sosial masyarakat. Maka perlu kerja kolaborasi dan dipasamokan. Nanti kita adakan pertemuan-pertemuan intensif untuk mematangkan ranperda ini,” kata Hidayat.

Selain itu, tambah Hidayat yang pernah berkiprah di Bumi Teater pimpinan Wisran Hadi, kehadiran Dewan Kebudayaan Sumatera Barat sangat mendesak. Menurutnya, jika seniman dan budayawan sudah punya lembaga yang memiliki legalitas, maka banyak program yang bisa dijalankan.

“Maka segerelah wahai seniman dan budayawan Sumatera Barat, bentuklah Dewan Kebudayaan agar eksistensi budayawan dan seniman memiliki posisi tawar yang kuat dan bermartabat terhadap para pihak, baik itu pemerintah maupun pihak swasta. Jangan menunggu lama,” tegas Hidayat saat memberi respons.

Dia mengatakan lebih jauh, dalam Ranperda Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Sumatera Barat termaktup juga masalah pendidika karakter budaya Minangkabau yang diajarkan sejak pendidikan dasar hingga sekolah menengah.

“Pendidikan budaya Minangkabau dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Polanya bisa diatur nanti. Pengajarnya  melibatkan seniman, budayawan, tokoh adat, dan lain sebagainya. Ini sangaty memungkinkan direalisasikan dengan landasan regulasinya perda tadi itu,” terangnya.

Syaifullah berjanji, semua masukan, saran, kritikan dan sejenisnya diinventarisir sekaligus disinkronkan dengan program  yang telah disusun sebelumnya. Jika tak bisa disinkronkan tahun ini, bisa dilakukan tahun depannya.

“Semua masukan yang disampaikan dalam forum ini akan disinkronkan dengan program yang sudah ada. Jika memang nanti harus mengkoordinasikannya dengan pihak lain seperti seniman, budayawan, tokoh adat dan bundo kanduang bahkan dengan Bapak Gubernur sendiri, kita juga akan lakukan komunikasi lagi,” tambah Syaifullah.

Tampak hadir dalam pertemuan sederhana tapi bermakna ini dari jajaran Dinas Kebudayaan Sumatera Barat, Yayat Wahyudi (Sekretaris Disbud), Aprimas (Kabid Warisan Budaya dan Bahasa Minangkabau), Ilfitra (Kabid Seni Budaya), Hendri Fauzan (Kepala Taman Budaya), dan Dewi Ria (Kepala Museum), Undri, Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang. Sudarmoko dari FIB Unand, dan Andria Catri Tamsin dari UNP.

Dari kalangan seniman, sastrawan, budayawan, pegiat seni, dan literasi terlihat Syuhendri, Ragdi F Daye, Januarisdi, Syarifuddin Arifin, Muhammad Ibrahim Ilyas, Asril Koto, Fauzul el Nurca, Muslin Noer, Zamzami Ismail, Mahatma Muhammad, Yeyen Kiram, Indra Sakti Nauli, Ucok Chalenfendri, Trikora Irianto, Joni Andra, dan lainnya. SSC/Ade



BACA JUGA