"Festival AA Navis", Menyuarakan Cimeeh dan Kebebasan di Akhir 2021

-

Minggu, 02/01/2022 19:14 WIB
Rangkaian penutupan Festival Kado Akhir Tahun untuk A.A. Navis, Kamis (30/12/2021) malam di Pustaka Steva, Nanggalo, Padang

Rangkaian penutupan Festival Kado Akhir Tahun untuk A.A. Navis, Kamis (30/12/2021) malam di Pustaka Steva, Nanggalo, Padang

Padang, sumbarsatu.com--“Kami sudah merdeka sebelum Indonesia menjadi negara merdeka," kata Dr. Ivan Adilla, M.Hum, mengutip betapa pentingnya mengingat dan membaca kembali karya A.A. Navis yang berjuang akan kebebasan dan pentingnya kemerdekaan dalam berpikir, termasuk mancimeeh bentuk-bentuk otoriter dalam kehidupan.

Hal itu disampaikan peneliti dan penulis Ivan Adilla dalam rangkaian penutupan Festival Kado Akhir Tahun untuk AA Navis, Kamis (30/12/2021) malam di Pustaka Steva, Nanggalo, Padang.

Sebelumnya, dua bulan berturut-turut Pustaka Steva bersama Sumatra Institute menggelar berbagai diskusi dan kajian tentang karya-karya dan kehidupan AA Navis, penulis dan budayawan Indonesia yang berasal dari Minangkabau.

“Hal yang paling saya ingat dari AA Navis adalah ia seorang wartawan, orang yang gelisah melihat sesuatu yang tidak benar, terutama menyangkut pemerintahan dan rakyat kecil. Hal ini yang belum ada tandingannya hingga sekarang," kenang wartawan senior dan penulis sejarah Khairul Jasmi.

Sebelum A A Navis tutup usia pada tahun 2003, tokoh literasi Indonesia Yusrizal KW mengaku, ia banyak berinteraksi dengan A A Navis.

“Sumbangsih AA Navis terhadap intelektualitas di Indonesia banyak, terutama untuk menumbuhkan semangat orang-orang muda. Dia mencintai anak-anak muda, dan dia membantu apa saja," ujar Yusrizal KW.

Nasrul Azwar, jurnalis, yang tampil bersamaan dengan Yusrizal KW, pada Rabu (22/12/2021) menyebutkan, AA Navis merupakan sosok yang pemaaf dan berjiwa besar.. 

"Beliau memaafkan saya yang sebelumnya marah besar ketika saya pada tahun 2000 ikut menggalang tanda tangan seniman dan budayawan Sumatra Barat dalam aksi mosi tak percaya dan mendesak segera membentuk kepengurusan Dewan Kesenian Sumatra Barat yang sudah 2 tahun habis masa jabatannya," kata Nasrul Azwar yang akrab disapa Maknaih ini. 

Nasrul Azwar menceritakan, pada Hari Raya Idulfitri tahun 2002, ia diajak Ivan Adilla bersilaturahmi ke rumah AA Navis di Jalan Bengkuang. Saat itu, Ivan Adilla sebagai Ketua DKSB dan Sekretaris Nasrul Azwar. 

"Sebelum sampai ke rumah AA Navis hati saya tak karuan. Cemas campur takut jika Pak Navis masih marah dan tak mau menerima saya. Tapi sesampai di pintu rumah, malah beliau yang memanggil saya duluan. 'Masuk Maknaih' kata Pak Navis. Saya langsung buru-buru mengulurkan tangan. Pak Navis juga mengulurkan tangannya. Kami bermaaf-maafan. Hati saya plong. Pak Navis bukan seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Beliau sangat pemaaf dan berjiwa besar," kisah Maknaih.       

Nasrul Azwar mengaku lebih dekat dengan Anas Nafis ketimbang AA Navis. Anas Nafis seorang budayawan yang merupakan adik AA Navis. 

"Intensitas pertemuan saya dengan Pak Anas Nafis lebih banyak daripada Pak Navis. Yang sering saya dengar dari Pak Anas  ialah gagasan ide cerpen legendaris Robohnya Surau Kami itu berasal darinya. Pak Navis lebih lihai mengarang daripada saya," sebut Nasrul Azwar mengutip Anas Nafis yang hampir setiap hari bertandang Kantor DKSB di Gedung Abdullah Kamil Padang.

Nasrul Azwar menyebutkan, AA Navis merupakan dosen luar biasa untuk mata kuliah Dasar-dasar Filsafat Minangkabau di Fakultas Sastra Unand. 

"Jika kuliah dengan Pak Navis tempatnya bukan di kampus tapi Kantor Harian Singgalang, tempat sehari-hari ia bekerja. Tapi saya belum pernah ikut kuliah dengan Pak Navis. Cuma dengan cerita dari senior di Sastra. Itu tahun 1986," terang Nasrul Azwar. 

Diskusi malam itu juga dihadiri putri AA Navis yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan Sumatra Barat Gemala Ranti, yang banyak mengisahkan ketegasan orang tua dalam hal mendidik tujuah orang anaknya.

"Papi itu tegas dalam hal mendidik anak-anaknya tapi kadang penuh humor. Selain itu, Papi selalu membawa Mami (ibu) jika ada undangan acara, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ini prinsip Papi," kisah Gemala Ranti yang hadir bersama suami.     

 

Janet Wanggai, Ketua Pelaksana Festival Kado Akhir Tahun untuk Navis mengatakan. festival membaca dan memamerkan buku-buku yang ditulis A. A. Navis supaya bisa dibaca dan diketahui oleh generasi sekarang dan mengetahui kutenah AA Navis.

“Mengenal budaya Minangkabau, cara beliau berdialektika, membagun pertentangan dan penolakan terhadap rezim otoriter dengan cara mencemoohnya, kita banyak belajar itu dari A. A. Navis. Kita juga banyak memetik hikmah dari sikap yang ditunjukkan AA Navis kendati terkenal sebagai pancimeeh, namun nilai-nilainya banyak yang bisa kita serap sebagai generasi muda," kata Janet Wanggai.

Pada malam puncak festival sekaligus penutupan, Robby W. Riyodi bersama bonekanya Ge menampilkan dongeng Pak Mentri Mau Datang, adaptasi dari sebuah cerpen A.A. Navis.

Dongeng tersebut bercerita tentang bagaimana sibuknya orang-orang di daerah menyambut menteri yang akan berkunjung ke daerah mereka, hingga sekolah diliburkan dan anak-anak sekolah harus ikut pawai penyambutan. Namun, Pak Mentri tidak jadi datang.

Selain itu, juga diisi pembacaan puisi oleh Renjana Jiwatrisna, M. Andreanda Dwi Putra, akustik oleh grup UKS Unand, UKKES UNP, dan Dangau Studio.

Penyair Irman Syah bersama musisi Fandi Pratama yang tergabung dalam grup musik Sarueh Buni Bumi memukau penonton dengan pembacaan puisi penutupan tahun 2021 sebagai ajang berbenah manusia.

Nama lengkapnya Ali Akbar Navis (AA Navis) seorang sastrawan, budayawan, pelukis, dan politisi Indonesia asal Sumatra Barat. Cerita pendek Robohnya Surau Kami merupakan karya AA Navis yang fenomenal dan klasik yang jadi salah satu bacaan untuk pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di bangku sekolah. 

AA Navis lahir di Padang Panjang pada 17 November 1924 dan meninggal dunia pada 22 Maret 2003 di Kota Padang. AA Navis menempuh pendidikan di INS Kayutanam. SSC/Thendra



BACA JUGA