
Padang, sumbarsatu.com—Sebuah rumah kayu bangunan lama—sepelemparan batu jaraknya dari bibir Pantai Padang—selain disesaki buku-buku, pada Minggu malam (26/12/2021), di halamannya dipenuhi para pencinta sastra.
Mereka ini sedang merayakan giat bincang buku kumpulan puisi tunggal Kunni Masrohanti, perempuan penyair asal Siak Sri Indrapura, Riau, yakni Dan, Perempuan yang Kau Telan Air Matanya dengan tuan rumah yang ramah Alizar Tanjung, sastrawan sekaligus pemilik Pustaka Lini Buku Rumah Kayu.
Dalam catatan perjalanan kepenyairan Kunni Masrohanti dalam rentang 10 tahun terakhir, kitab ini merupakan buku antologi puisi tunggal kelima yang sudah terbit. Buku puisi Dan, Perempuan yang Kau Telan Air Matanya ini diterbitkan Salmah Publishing Pekanbaru tahun 2021 berisi 74 puisi setebal 83 halaman.
Galibnya kegiatan sastra, tentu saja silaturahmi yang jadi kunci. Malam nan purna dengan penuh keakraban dan rasa kekeluargaan antarpenyair, pegiat literasi, dan seniman dari Riau dan Sumatra Barat, di antara itulah gelaran bincang buku puisi Dan, Perempuan yang Kau Telan Air Matanya dilangsungkan.
Akhmad Suwistyo, seorang penulis, mengantarkan bincang buku ini jadi cair, santai, dan komunikatif tapi tetap menjaga intensitas keseriusan sebuah diskusi. Ada dua pembincang dihadirkan. Dari mata akademis Dr Hermawan, M.Hum dan dari kepenyairan Yeyen Kiram, perempuan aktivis budaya.
Bincang buku ini, menurut Arbi Tanjung, inisiator, disiapkan dadakan. “Disiapkan cuma 1 malam saja. Main cepat. Awalnya kontak sama Kak Kunni yang berencana bersama keluarga mau berlibur ke Padang. Lalu saya tawarkan satu malam dimanfaatkan untuk bincang buku puisi Dan, Perempuan yang Kau Telan Air Matanya yang didukung Lini Buku Rumah Kayu. Pembicaranya sudah ada. Kak Kunni oke. Maka, inilah hasilnya,” kata Arbi Tanjung saat beri pengantar.
Panggung kecil disiapkan Lini Buku. Sedehana. Alizar Tanjung pengelola tempat itu, sudah menyediakan beragam minuman, makanan ringan, dan fasilitas kursi unik bagi tetamu yang terbuat dari ban oto. Empuk juga saat diduduki.
“Kami terbuka kegiatan begini. Memang begini ini tujuan hadirnya Lini Buku. Untuk kebudayaan mengokohkan peradaban. Dan kita riang gembira merayakannya. Tentu ini akan bikin kita bahagia,” kata Alizar Tanjung dengan wajah berseri pula.
Bincang buku berjalan cair. Tak ada bersitegang mariah. Mengalir. Hermawan membaca Dan, Perempuan yang Kau Telan Air Matanya dari kacamata keilmuannya, sedang Yeyen Kiram bicara dari sudut apresiasinya sebagai perempuan penyair. Kedua pembincang ini saling melengkapi sekaligus menggenapkannya.
Respons dari khalayak yang hadir pun menarik. Dr Sulaiman Juned, M.Sn, Ketua Jurusan Teater ISI Padang Panjang menanggapi apa yang dipaparkan kedua pembincang.
“Saya belum melihat semacam kritik dari dua pembincang soal sisi yang perlu diperkuat dan dipertajam dari penyair Kunni. Ini penting disampaikan,” sebutnya.
Syarifuddin Arifin, sastrawan senior Indonesia, menguraikan panjang lebar perjalanan kepenyairan Kunni Masrohanti. Ia mengaku intens menyimak perjalanan kreatif perempuan penyair sekaligus jurnalis ini.
“Membaca puisi-puisi Kunni Masrohanti, yang telah menerbitkan lima buku, merupakan sosok perempuan penyair Melayu yang cukup berpengaruh di Riau, dan juga Indonesia. Karena ini pula, ia dipercaya sebagai Presiden Perempuan Penyair Indonesia,” ujar Syarifuddin Arifin pemilik buku puisi “Malin Kondang” ini.
Sementara, Ubai Dillah Al Anshori, penyair dan jurnalis, menggambarkan luasan makna kumpulan tunggal buku puisi Dan, Perempuan yang Kau Telan Air Matanya.
Ia menilai, buku puisi Dan, Perempuan yang Kau Telan Air Matanya membuka kemungkinan “perlawanan” kultural seorang perempuan Melayu. “Bagi saya, kitab puisi Dan, Perempuan yang Kau Telan Air Matanya itu bukan semata dimaknai sebagai barisan kata tapi ada 4 subjek penting di dalamnya yang kait berkait yang dihubungkan benang merah. Tafsirnya sangat luas,” urai Ubai Dillah Al Anshori.
AR Rizal, penulis yang kini sedang mempromosikan pra-order (PO) novel Kenduri Arwah, mempertanyakan masih getolnya para penulis mencetak buku secara konvensional padahal tren perkembangan zaman sudah era digital. "Saya pikir sudah saatnya penulis berpikir serius ke arah penerbitan buku digital."
Kunni Masrohanti mengaku senang buku puisinya dibincangkan dan diapresiasi di Padang. Ia menyebutkan, puisi-puisi yang terhimpun dalam buku Dan, Perempuan yang Kau Telan Air Matanya ditulisnya dalam rentang satu tahun, yakni 2020-2021.
“Saya harus berterima kasih respons kawan-kawan di Padang, dan sekaligus membuat sebuah diskusi yang produktif, enak, dan penting. Saya salut dengan respons kawan-kawan seniman kendati bincang buku saya ini tak pernah direncakan tapi kawan-kawan di Padang menghadirkannya. Terima kasih,” kata Kunni Masrohanti.
Sebelum lahir buku antologi tunggal Dan, Perempuan yang Kau Telan Air Matanya pada 2021 ini, ada empat buku puisi tunggalnya telah hadir, yakni Sunting (2011), Perempuan Bulan (2016), Calung Penyukat (2019), dan Kotau (2020). Selain buku puisi, ia juga banyak menulis esai-esai sosial-budaya yang juga sidah diterbitkan. Ia juga seorang perempuan sutradara teater dengan puluhan naskah drama yang telah dipanggungkannya.
Bincang buku malam itu memang tampak sederhana tapi penuh makna dihadiri juga Mahatma Muhammad (sutradara teater di Kelompok SenI Nan Tumpah), Boy Candra (penulis novel), Kazzaini KS (penyair), Muhammad Ibrahim Ilyas (penyair), AR Rizal (penulis), dan para pegiat literasi serta pencinta sastra.
Pembacaan puisi tentu tak ketinggalan karena ini “ritual” dalam sebuah pertemuan penyair. Malam itu suara lantang para penyair membelah malam. SSC/MN