Kepulauan Mentawai Paling Banyak Kehilangan Hutan

CATATAN AKHIR TAHUN 2020 KKI WARSI SUMATERA BARAT

Rabu, 23/12/2020 06:52 WIB
Kondisi hutan alam Kepulauan Mentawai. Foto Tempo

Kondisi hutan alam Kepulauan Mentawai. Foto Tempo

Padang, sumbarsatu.com—Kepulauan Mentawai, Dharmasraya, Solok Selatan, Pasaman Barat secara berurutan paling banyak kehilangan tutupan hutan alamnya. Kepulauan Mentawai kehilangan 7, 458  hektare.

Pada edisi catatan Akhir Tahun 2019 lalu, KKI Warsi merilis  berdasarkan analisis Citra Landsat-8 GIS KKI Warsi ditemukan data tutupan hutan Sumatra Barat pada tahun 2017 seluas 1.895.324 hektare.

Sementara itu pada tahun 2019 tutupan hutan Sumatera Barat sudah mencapai luasan 1.871.972 hektare (44 persen dari luas wilayah Provinsi Sumatera Barat). Mengacu pada analisis citra KKI Warsi, artinya terjadi penurunan tutupan hutan seluas 23.352 hektare.

Sementara, pada rentang tahun 2019 sampai 2020, luas tutupan hutan Sumatera Barat berada pada angka 1.863.957 hektare. Artinya dalam satu tahun terakhir terjadi kehilangan tutupan hutan seluas 8.015 hektare.

Akumulasi penurunan tutupan hutan tahun 2017-2020 mencapai 31.403 hektare. Fakta ini menyiratkan bahwa Sumatera Barat masih sangat rentan terhadap aktivitas pembukaan kawasan hutan. Meskipun laju deforestasi Sumatera Barat menurun dari tahun-tahun sebelumnya.

Wilayah sebaran penurunan tutupan hutan melipu Kepulauan Mentawai, Dharmasraya, Solok Selatan, Pasaman Barat  sebagai daerah dengan bukaan kawasan terbesar dibanding daerah lainnya di Sumatera Barat.

Angka PenurunanTutupan Hutan per Kabupaten di Sumatera Barat 2017-2020. Sumber: GIS KKI WARSI/Ahmad Salim Ridwan (Landsat-8)

Berdasarkan data di atas, factor pemicu terjadinya penurunan tutupan hutan di Sumatra Barat, diakibatkan oleh pemberian izin baru untuk perusahaan logging, Pembukaan perkebunan, kebakaran hutan, Illegal logging. Belum berkembang ekonomi alternatif masyarakat sekitar hutan, dan tambang emas tanpa izin (PETI) di dalam kawasan hutan lindung dan Sub DAS

Analisa citra terbaru menunjukkan adanya aktivitas PETI yang marak terjadi dengan wilayah sebaran meliputi, Solok Selatan, Sijunjung, dan Dharmasraya.

Berdasarkan analisis Citra KKI Warsi, total luas areal PETI tahun 2020  di empat lokasi tersebut mencapai 4.487 hektare, meningkat dari tahun 2019 dengan luas 4.169 hektare. Sebaran PETI di Solok Selatan bahkan berada di areal hutan lindung.

Gejolak yang terjadi terhadap kawasan hutan Sumatera Barat akibat dari deforestasi dan aktivitas PETI, memicu terjadinya konflik satwa di lapangan. Disadur dari berbagai sumber, sepanjang tahun 2020, konflik dan determinasi satwa ke areal pemukiman penduduk menunjukkan bahwa wilayah jelajah dan habitat alami satwa tengah terganggu.

Tercatat di Solok, ada dua harimau yang berkeliaran hingga ke jalan raya, sekarang ini dalam upaya penangkapan oleh tim BKSDA (Danau Kembar), Agam, 1 harimau (belum tertangkap), Pasaman, 1 harimau dan 1 beruang madu (belum tertangkap), Sudah tertangkap 3 harimau, 1 Lubuk Alung, dan 2 di Solok (Gantung Ciri)

“Oleh karena itu, upaya bersama dalam menghambat laju deforestasi dan bencana ekologis lainnya meski menjadi perhatian serius semua pihak. Sumatera Barat mesti menjadi daerah terdepan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” kata Rudi Syaf, Direktur KKI Warsi kepada wartawan dalam laporan Catatan Akhir Tahun 2020, di Kota Padang, Selasa (22/12/2020). SSC/Rel



BACA JUGA