Natal Berlangsung Aman di Sungai Tambang Sijunjung, Isu Larangan Itu "Gorengan"

-

Kamis, 26/12/2019 09:24 WIB
Sekitar 150 jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) rayakan ibadah Natal di Jorong Sungai Tambang 1, Nagari Kunangan Parit Rantang (Kunpar), Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat, Rabu (25/12/2019)

Sekitar 150 jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) rayakan ibadah Natal di Jorong Sungai Tambang 1, Nagari Kunangan Parit Rantang (Kunpar), Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat, Rabu (25/12/2019)

Sijunjuang, sumbarsatu.com—Sekitar 150 jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) rayakan ibadah Natal di Jorong Sungai Tambang 1, Nagari Kunangan Parit Rantang (Kunpar), Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat, Rabu (25/12/2019).

Sementara sekitar 80 jemaat Katolik rayakan ibadah Natal di Jorong Sungai Tambang Tiga, Blok C, Nagari Kunpar.

Hal itu ditinjau langsung sumbarsatu.com dan dikonfirmasi kepada Kapolsek Kamang Baru Iptu Efriadi dan Wali Nagari Kunpar Datuak Abu.

Sebelumnya, berembus isu secara nasional tentang pelarangan perayaan Natal di Sungai Tambang, Nagari Kunpar. Namun, secara tegas dibantah Penetua/Pembina HKBP Sungai Tambang S.T. Anggiat Siahaan.

“Itu jelas tidak benar, tak ada yang melarang kami melakukan ibadah di Sungai Tambang dan umumnya di Kabupaten Sijunjung. Kami selalu hidup rukun dan damai, saling toleransi sesama warga. Bahkan kami selalu dapat perlindungan dari pemerintahan nagari dan ninik mamak,” terang S.T. Anggiat Siahaan, Kamis (19/12/2019) malam.

Tambahnya, sejak dulu hingga sekarang tak ada pelarangan untuk melaksanakan perayaan Natal dan ibadah di Kabupaten Sijunjung.

Menurut Wali Nagari Kunpar Datuk Abu, selama ini kerukunan umat beragama di nagari Kunpar aman-aman saja.

"Kalau hendak beribadah, silakan di rumah masing-masing. Kami sediakan tanah untuk bangunan sekolah. Tapi memang tidak diijinkan membuat gereja. Karena itu sudah kesepakatan adat. Saya secara pribadi juga memberikan tanah pemakaman seluas setengah hektar untuk jemaat HKBP," kata Datuk Abu kepada sumbarsatu.com di rumahnya, Nagari Kunpar, Rabu (25/12/2019) malam.

Terangnya, saat transmigrasi datang ke Sungai Tambang sekitar akhir 1960-an, kesepakatan adat adalah tidak dibolehkan mendirikan rumah ibadah non muslim. Sungai Tambang sendiri menganut sistem adat Minangkabau, dimana antara adat dan agama Islam satu kesatuan. Jalin berpilin. Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

Kemudian ada pula Adat Salingka Nagari hasil dari musyawarah ninik mamak untuk mengatur tatanan kehidupan banagari.

"Kembali kepada hukum adat, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Masuk ke kandang kerbau mangoek, masuk ke kandang kambing mangembek. Kalau tak mau, mungkin kerbau sendiri akan menanduk," ucap Datuk Abu.

Meski begitu, kata Datuk Abu, jemaat HKBP diberi rumah tempat beribadah Minggu dengan ukuran 15x30 meter di Jorong Sungai Tambang  1 sebagai wujud toleransi.

"Kita tak mungkin melarang orang beribadah. Bikin gereja memang tidak bisa. Ini sudah hukum adat. Rumah bagi HKBP beribadah di hari Minggu itu boleh, tapi khusus untuk mereka yang tinggal di Nagari Kunpar," tegasnya.

Selain itu, Nagari Kunpar berpenduduk sekitar 13.000 ribu jiwa merupakan multi etnis. Sekitar 70 persen adalah pribumi dan 30 persen pendatang. Selain etnis Minangkabau, juga ada Batak, Toba, Nias, Aceh, Sunda, dan Jawa.

"Kebudayaan dari masing-masing daerah itu kami beri ruang untuk unjuk diri, kami lombakan," kata Datuk Abu.

Di awal Desember 2019 perwakilan jemaat Katolik memberikan surat pemberitahuan secara mendadak akan merayakan Natal di Kunpar. Hal ini tentu saja membuat kaget ninik mamak Kunpar.

Secara jumlah jemaat Katolik, terang Datuk Abu, tidak sebesar HKBP. Lagi pula, mereka terbilang baru berdomisili di Kunpar, tak seperti HKBP yang sudah akrab dengan penduduk setempat sejak awal 1990.

"Secara aturan adat tidak bisa begitu saja. Karena belum ada kesepakatan dengan ninik mamak. Biasanya mereka Natal di gereja  Sawahlunto dan  disediakan bus oleh Bupati Sijunjung," terang Datuk Abu.

Kemudian, muncullah isu pelarangan perayaan Natal di Sungai Tambang yang diangkat oleh Sudarto dari LSM Pusaka Padang dan dipublikasikan di media massa nasional.

Perlu diketahui bahwa hukum adat Minangkabau di Sumatra Barat dijamin oleh Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), sebagai hasil amandemen pertama UUD 1945. Dinyatakan bahwa "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang.’’

Ketentuan Pasal 18B UUD 1945 diperkuat dengan ketentuan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945  bahwa "Identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban."  SSC/Thendra



BACA JUGA