Dari Anorganik ke Organik, Jalan Panjang Petani Nagari Sumpur Kudus

PEMBERDAYAAN HUTAN NAGARI 3.862 HERKTARE

Kamis, 01/11/2018 00:00 WIB
Panen raya padi organik di lahan seluas 1 hektare di Jorong Ujuang Luak, Nagari Sumpur Kudus, Kecamatan Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung yang dihadiri pejabat di lingkungan OPD Sijunjung, para pengurus KKI Warsi, dan mitra petani lainnya. (Foto Dok KKI Warsi)

Panen raya padi organik di lahan seluas 1 hektare di Jorong Ujuang Luak, Nagari Sumpur Kudus, Kecamatan Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung yang dihadiri pejabat di lingkungan OPD Sijunjung, para pengurus KKI Warsi, dan mitra petani lainnya. (Foto Dok KKI Warsi)

Sumpur Kudus, sumbarsatu.com—Pepadian menguning merunduk menghampar sejauh mata memandang. Pematang sawah selebar 30 sentian memetak piring sawah tak beraturan. Bagi yang tak biasa berjalan di pematang sawah akan jadi tantangan sendiri melintas di atasnya. Bisa saja terjerambab jika tak biasa.

Di pematang sawah yang meliuk itu, sekira 75 orang kaum ibu dari pelosok dan jorong-jorong di Nagari Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, bak itik pulang petang berbaris menjunjung jamba makan di atas kepala sembari menjinjing cerek dengan pakaian baju kurung yang tak seragam, pada Selasa (31/10/2018) siang.

Langkah kaki mereka tak bergegas di atas pematang.  Senda gurau dengan dialek khas  Nagari Sumpu Kudus terdengar saat ibu-ibu itu melompat parit kecil di pematang sawah. Tampan di atas kepala yang berisi nasi dan lauk pauk, potongan buah, serta gelas, bergeming. Tak banyak ibu-ibu di kota yang bisa melakukan ini dengan beban 2 kiloan di atas kepala berjalan di atas pematang tanpa memegang tampan itu. Inilah keunikan kaum ibu di kampung-kampung saat membawa jamba di atas kepala.

Tak jauh dari titik tujuan kaum ibu itu mengantarkan jambanya, suara musik tradisi khas talempong unggan terdengar kian jelas sebagai tanda menyambut kedatangan puluhan jamba yang akan disantap bersama-sama. Talempong unggan merupakan seni tradisi khas masyarakat Nagari Unggan yang berada di Kecamatan Sumpur Kudus yang hanya dimainkan kaum perempuan saja. Nyanyian yang melegenda dalam talempong unggan ialah “Urang Unggan Tuka Baju” dan “Siamang  Tagagau”.

Para kaum ibu dari Nagari Sumpur Kudus menjunjung jamba yang berisi nasi dan lauk pauk untuk disajikan dalam syukutan panen padi organik. Ratusan masyarakat melakuikan makan bajamba Selasa (30/10/2018) Foto Dok Warsi

Sesampai di tujuan, ratusan tetamu sudah menanti. Jamba pun diturunkan. Lalu didistribusikan merata kepada ratusan warga yang sudah sejak pagi memenuhi dua bangunan rumah di tepi Batang Sumpu, Jorong Ujuang Luak, Nagari Sumpur Kudus, yang berabad-abad lamanya sungai itu menghidupi masyarakat tempatan.  Tikar juga dibentangkan di halaman rumah karena dua bangunan rumah tak cukup lagi menampung antusias warga.  Jamba sudah terbagi merata. Satu jamba yang berisi nasi lengkap dengan lauk-pauknya bisa memenuhi 4-5 orang.

Makna makan bajamba merupakan representasi kultural egaliterisme masyakarat Minangkabau dalam wujud makan bersama dengan penekanan rasa kebersamaan tanpa melihat perbedaan status sosial di tengah masyarakat. Makan bajamba hingga kini masih terus terjaga dan terawat dengan baik di dalamn kehidupan masyarakat Minangkabau.

Tak lama berselang, tuan rumah menyilakan membuka bungkusan jamba dan sekaligus menyilakan menyantap hidangan yang ada di dalam jamba masing-masing. Jamba dibuka. Seiring dengan itu, sudah lumrah suara piring beradu kecil terdengar sahut menyahut sembari deru gemercik air Batang Sumpu pun mengantarkan nikmatnya santapan makan bajamba yang “bersejarah” itu.

Mengapa bersejarah? Inilah ceritanya.

Masyarakat Nagari Sumpur Kudus, Kecamatan Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, hari itu Selasa 30 Oktober 2018 melakukan dan merayakan panen raya padi organik dan sekaligus ekspos kekayaan sumber daya alam sebagai upaya penyelamatan ketahanan pangan di atas lahan sawah seluas 1 hektare .

Padi dengan pola tanam organik yang sistematis memang belum lama dilakukan masyarakat tani Sumpur Kudus tapi cara kerja semi organik dengan memanfaatkan potensi yang ada di sekitar kehidupan sehari-harinya, sudah lama dilakukan masyarakat tani.  Salah satu buktinya dengan menggunakan abu dapur yang diserakkan ke lahan sawah yang ditanami padi untuk menyuburkan dan mengusir hama padi.

Panen raya padi organik di lahan seluas 1 hektare di Jorong Ujuang Luak, Nagari Sumpur Kudus, Kecamatan Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung yang dihadiri pejabat di lingkungan OPD Sijunjung, para pengurus KKI Warsi, dan mitra petani lainnya. (Foto Dok KKI Warsi)

Selain itu, pola penetapan tanam padi serentak yang telah berlangsung sejak lama dengan melibatkan ninik mamak, tokoh masyarakat, ulama, dan kelompok tani di Nagari Sumpur Kudus juga merupakan salah satu kearifan lokal untuk menjaga keseimbangan alam

Kendati tidak begitu konsisten dilakukan masyarakat tapi kearifan lokal yang dimiliki masyarakat tani sudah jadi modal dasar untuk mengembangkan pola tanam bebas kimiawi.

Untuk menata polarisasi bertani masyarakat secara baik dan terukur dengan sistem organik ini, sejak 2016, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang menaruh perhatian pada konservasi dengan penekanan pada pemeliharaan, pelindungan, dan mencegah kerusakan kemusnahan perhutanan di Indonesia.  Salah satu nagari yang didampingi KKI Warsi itu adalah Nagari Sumpur Kudus.

Menurut Adi Junedi, Wakil Direktur KKI Warsi dan Rainal Daus, Manager Project KKI Warsi, panen raya padi organik merupakan yang pertama dilakukan masyarakat tani di Nagari Sumpur Kudus.

“Sosialisasi dan pengenalan pola tanam organik ini dilakukan KKI Warsi sejak 2016. Panen yang dilakukan saat ini merupakan hasil tanam serentak Agustus laluyang ditanam di sawah seluas 1 hektare,” kata Adi Junedi.     

Panen raya ini merupakan salah satu bagian dari kerja pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) yang diaktifkan Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Sumpur Kudus dengan membangun sekaligus penguatan masyarakat dengan mendirikan Sekolah Lapangan Padi Organik.

Dua bangunan rumah yang berada di tepi Batang Sumpu yang mengaliri tak kurang lima nagari di Kecamatan Sumpur Kudus, yang dijadikan tempat perayaan panen raya padi organik itu, merupakan ruang publik Sekolah Lapangan bagi petani dan pegiat PHBM dan LPHN.

“Kini peserta sekolah lapangan padi organik ini sudah mencapai 40 petani. 40 petani ini akan terus membentuk kelompok-kelompok tani organik di sekitarnya dengan melibatkan partisipasi secara aktif petani lainnya. Musim tanam selanjutnya, luasan penanaman padi organik diupayakan 15 hektare. Masyarakat tani antusias beralih dari pola bertani anorganik ke organik. Ini menggembirakan. Masyarakat sudah mulai paham manfaat bertani organik,” jelas Andrizal, Ketua Sekolah Lapangan Padi Organik Nagari Sumpur Kudus kepada sumbarsatu.

Rainal Daus menambahkan,  pola tanam dengan sistem organik di Nagari Sumpur Kudus  merupakan hal yang baru sehingga kegiatan panen raya ini mendapat perhatian dari stakeholder baik di tingkat nagari maupun kabupaten, dan juga media pers.

Selain panen raya padi organik, tambah Rainal, juga dilakukan penyerahan Surat Keputusan Hak Pengelolaan Hutan Nagari dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seluas 3.862 hektare dari sekitar 8.800 yang diusulkan.

“Beberapa waktu lalu kelompok pengelolaan hutan lindung (KPHL) Sijunjung yang diinisiasi KKI Warsi berhasil memengaruhi rencana pengelolaan hutan jangka panjang (RPHJP) Kabupaten Sijunjung agar direvisi. Tujuan revisi mengubah luasan zona blok inti hutan lindung yang besar agar bisa diperkecil agar zona pemanfaatan bagi masyarakat lebih luas. Revisi sudah mendapat persetujuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ini merukana revisi RPHJP pertama di Indonesia,”  terang Rainal Daus.

Petani organik memnberikan penjelasan soal proses sejak pembibitan hingga pemupukan kepada tetamu (Foto Dok Warsi)

Kini, dengan telah terbitnya SK hak pengelolaan hutan nagari, keberadaan hutan nagari menjadi sangat penting bagi masyarakat Nagari Sumpur Kudus, baik dalam upaya melindungi dan merawatnya, juga mengembangkannya secara baik untuk kesejahteraan masyarakat nagari.

“Kita akan susun rencana kerja dengan melibatkan semua elemen masyarakat Nagari Sumpur Kudus termasuk KKI Warsi dan juga nagari-nagari yang berada sekitar kami. Pengembangan hutan nagari ini baik secara ekonomi maupun upaya pelestarian demi kelangsungan hidup masyarakat dilakukan secara hati-hati dan bertahap. Karena ini terkait dengan banyak aspek, baik social, budaya, dan ekonomi,” kata Irwan Kudus, Wali Nagari Sumpur Kudus.

Syarifuddin, Ketua Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Sumpur Kudus mengakui, meyakinkan masyarakat tani di nagarinya itu agar bisa beralih ke sistem kerja bertani dengan pola organik dengan memanfaatkan potensi yang ada sekitar, bukan seperti membalikkan telapak tangan.

“Cukup lama juga bisa menyakinkan mereka. Hal itu kita maklumi karena puluhan tahun lalu sejak era awal Orde Baru petani sudah “dipaksa” bertani dengan stimulan zat kimia sehingga ketergantungan petani pada zat-zat anorganik itu sangat tinggi. Kini masyarakat tani kami sudah mulai menyadari dampak kimia itu,” kata Syarifuddin antusias.

Setelah melihat dampak negatif penggunaan cara tanam anorganik itu, tambahnya, kesadaran masyarakat tani di Nagari Sumpur Kudus mulai tumbuh. Maka, pada musim tanam tahun ini, dengan pendampingan yang intensif dari KKI Warsi dan Perkumpulan Petani Organik (PPO) Sari Alam Nan Tigo di Solok, seluas 1 hektare persawahan ditanam dengan sistem organik.

“Berpuluh tahun diracuni dengan kimiawi, sudah dipastikan  persawahan akan jenuh, tanahnya akan tergangggu. Untuk itu, kami berkomitmen biarlah mata rantai sawah menjalankan kodratnya menuju keseimbangannya secara alami. Kita terus mencoba terus menerus bertanam padi dengan pola organik. Musim tanam tahun depan diproyeksikan 15 hektare. Dan diupayakan terus bertambah. Saat ini sawah organik mampu menghasilkan 7 ton gabah per hektare,” terang Syarifuddin.

Nagari Sumpur Kudus memiliki luas 8.880 hektare dengan jumlah penduduk 5.122 jiwa yang tersebar pada 9 jorong yang sebagian besar mata pencarian sebagai petani. Nagari ini terletak di Kabupaten Sijunjung bagian utara daerah paling timur Provinsi Sumatera Barat dan sebelah timur berbatas dengan Provinsi Riau.

Pada 2010 dilakukan pemekaran Nagari Sumpur Kudus menjadi dua nagari lagi yaktiu Nagari Sumpur Kudus Nagari Sumpur Kudus Selatan.

Menurut Afrinaldi, Kaur Pemerintahan Nagari Sumpur Kudus pemekaran nagari hanyalah sistem administrasi pemerintahan, sedangkan adat istiadat tetap seperti biasa. “Karena antara nagari induk dengan nagari pemekaran baarang indak patah, batali indak putuih, panjang bakaratan, leba basibiran,” kata Afrinaldi.   

Saat perayaan panen raya di posko Sekolah Lapangan Padi Organik itu para pejabat di lingkungan OPD Kabupaten Sijunjung, Polsek, dan Koramil, terlihat hadir. Bupati Sijunjung yang dijadwalkan hadir karena alasan rapat batal datang. (SSC/NA)



BACA JUGA