117 Tahun Perang Manggopoh, Mari Resapi Nilai Perjuangannya

Minggu, 15/06/2025 20:36 WIB
-

-

OLEH Miazuddin Sutan Marajo (Wartawan sumbarsatu)

ANAK bangsa—termasuk para koruptor dan pengkhianat—nyaris dipastikan telah mengenal seorang pendekar perempuan dari pelosok negeri yang berhati singa dan tak kenal takut.

Ia bahu-membahu bersama para pendekar laki-laki, berjuang mengusir penjajah Belanda dari bumi pertiwi, dengan basis perjuangan di Nagari Manggopoh, Kecamatan Lubuk Basung.

Dialah pejuang perempuan yang, bersama para pejuang lainnya, pada 15 Juni 117 tahun yang lalu, menggempur markas Belanda di Manggopoh.

Belanda pun dibuat kalang kabut. Banyak serdadu Marsose Belanda tewas kala itu. Mayat mereka diangkut dengan pedati ke Maninjau, lalu diteruskan ke Bukittinggi.

Tak tinggal diam, Belanda mengirim bala bantuan ke Manggopoh. Pertempuran kembali pecah. Kali ini para pejuang mengalami kesulitan karena jumlah pasukan Belanda jauh lebih besar dan bersenjata lengkap, sementara para pejuang hanya bersenjatakan ruduih, keris, dan senjata tradisional lainnya.

Banyak pejuang gugur, sementara sebagian berhasil menyelamatkan diri ke hutan di kawasan Padang Batu Tongga (sekarang Padang Tongga).

Namun tentara Belanda terus mengejar dan menyisir lokasi persembunyian para pejuang.

Akhirnya, tempat persembunyian itu ditemukan dan para pejuang berhasil ditangkap. Di antara yang tertangkap adalah sang "Singa Betina dari Manggopoh", yang dikenal dengan nama Mandeh Siti Manggopoh.

Menurut salah seorang putra Manggopoh, Joni Putra Dt. Bintaro Hitam, yang juga anggota DPRD Kabupaten Agam, hari ini—15 Juni 2025—merupakan momen bersejarah bagi Anak Nagari Manggopoh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Karena pada tanggal yang sama 117 tahun yang lalu, tanah Minangkabau menyaksikan sebuah perlawanan heroik terhadap penjajahan Belanda, yang tercatat dalam sejarah sebagai Perang Manggopoh.

Perlawanan itu bukan sekadar pertarungan fisik, melainkan simbol letupan amarah rakyat terhadap penindasan kolonial, khususnya kebijakan belasting (pajak langsung) yang dipaksakan oleh pemerintah Hindia Belanda.

Pajak itu tidak hanya membebani secara ekonomi, tetapi juga melukai harga diri dan kedaulatan masyarakat lokal.

Dipimpin oleh seorang pejuang perempuan tangguh, Siti Manggopoh, rakyat bangkit dengan keberanian luar biasa. Bersama para pemuda, mereka menyerbu markas kontrolir Belanda, membakar gudang logistik, dan meruntuhkan pos-pos penjajah. Dengan senjata seadanya, mereka memilih bertempur habis-habisan demi martabat dan tanah air.

“Siti Manggopoh bukan hanya pejuang, tapi juga simbol keberanian perempuan Minang yang berdiri sejajar dalam perjuangan,” ujar Joni Putra Dt. Bintaro Hitam.

Menurutnya, sejarah Perang Manggopoh adalah warisan tak ternilai yang harus terus dijaga. Perlawanan itu merupakan ledakan keberanian rakyat kecil yang muak terhadap ketidakadilan.

“Ini bukan sekadar kisah masa lalu, tetapi ini adalah identitas kami. Semangat itu harus terus diwariskan,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa peringatan setiap 15 Juni tidak seharusnya hanya bersifat seremonial. Anak-anak sekolah dan generasi muda perlu dikenalkan pada nilai-nilai perjuangan sejak dini.

Mereka harus mengetahui bahwa nenek moyangnya pernah melawan ketidakadilan dengan keberanian luar biasa.

“Kalau bukan kita yang merawat sejarah ini, siapa lagi?” ujarnya mempertanyakan.

Sebagai bentuk penghormatan, masyarakat Manggopoh rutin menggelar ziarah ke makam para pejuang, pementasan drama sejarah, serta diskusi lintas generasi. Joni Putra Dt. Bintaro Hitam juga aktif mendorong agar kisah perjuangan ini diintegrasikan ke dalam kurikulum muatan lokal, agar tumbuh menjadi bagian dari jati diri pendidikan di Agam.

Sejarah ini bukan hanya milik Manggopoh atau Kabupaten Agam saja, tetapi milik seluruh bangsa Indonesia.

Diakui atau tidak, perjuangan Mandeh Siti ini merupakan mata rantai penting dalam sejarah panjang menuju kemerdekaan Indonesia.

117 tahun telah berlalu, namun bara perjuangan Manggopoh masih menyala dalam semangat masyarakatnya. Di era modern, tantangan mungkin telah berubah bentuk, tetapi nilai-nilai keberanian, solidaritas, dan cinta tanah air tetap relevan. *




BACA JUGA