
Unjuk rasa warga Stasiun Bukittinggi
Bukittinggi, sumbarsatu.com—Warga Bukittinggi yang tinggal di sekitar stasiun kereta api menolak pengosongan lahan yang sudah dihuni puluhan tahun. Warga yang tergabung dalam Organisasi Penyewa Aset Kereta Api Indonesia (Opakai), Kamis (6/7/2017) menggelar aksi unjuk rasa menolak penggusuran itu karena diduga lahan tersebut akan dibangun hotel, homestay, dan lainnya.
“Hentikan penggusuran warga berkedok reaktivisasi kereta api untuk pembangunan hotel, homestay dan balkondes. Kereta api yes, hotel no!” teriak Chairunnas, Wakil Ketua Opakai saat orasi di depan Kantor DPRD Bukittinggi.
Chairunnas menilai, sehubungan dengan rencana pemerintah yang akan mengaktifkan kembali jalur kereta api dari Padang Panjang-Bukittinggi-Payakumbuh itu, terselip kepentingan pihak lain, terutama para pengusaha yang ingin mendirikan hotel, homestay dan balkondes dengan pihak pengembang ketiga, yakni PT Patra Jasa.
Penolakan yang dilakukan warha ini terkait dengan Surat Peringatan 1 (SP1) dan Surat Peringatan 2 (SP2) yang dilayangkan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre II Sumatera Barat, kepada warga Stasiun Bukittingi agar mengosongkan lahan kereta api yang ditempati oleh warga stasiun dalam waktu dekat ini.
Opakai mendesak dan menuntut sikap DPRD dan Pemerintah Kota Bukittinggi terkait dengan pengaktifan jalur kereta api ini. Aksi damai ini dilakukan ratusan warga sejak pukul 10.00 WIB hingga sore diawali dengan jalan kaki dari stasiun menuju Kantor DPRD, dilanjutkan dengan orasi. Aksi ini juga dihadiri tokoh-tokoh masyarakat Kota Bukittinggi.
Sementara itu, Kumar Z Chan, Ketua Opakai mengatakan, SP1 dan SP2 yang dilayangkan oleh pihak PT KAI kepada warga stasiun dinilai tidak berdasar dan menganggap tindakan yang dilakukan PT KAI untuk mengosongkan lahan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
“Apalagi dalam proses pelaksanaannya ada beberapa undang-undang yang dilanggar oleh PT KAI, di antaranya Undang Undang Dasar 1945 pasal 33, UU Keterbukaan Informasi Publik, UU Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Perda RTRW Kota Bukittingi dan beberapa undang undang lainnya,” papar Kumar Z Chan yang juga seorang aktivis di Kota Wisata ini.
“Kami warga stasiun melakukan aksi damai untuk menyampaikan aspirasi ke Kantor DPRD Bukittinggi sekaligus meminta sikap dari DPRD terkait dengan pengaktifan jalur kereta api Padang Panjang-Bukittinggi-Payakumbuh,” katanya.
Oleh karena itu sebutnya, masyarakat yang tergabung dalam Opakai menyatakan penolakan dan perlawanan terhadap apa yang diniatkan dalam surat peringatan yang disampaikan kepada warga terkait dengan pengosongan lahan dalam waktu dekat ini.
“Kami warga stasiun menyetujui pengosongan lahan tersebut apabila lahan yang dimaksud bertujuan untuk pengaktifan kembali jalur kereta api. Namun jika pengosongan lahan untuk pembangunan hotel dan balkondes, maka kami menolak dan melakukan perlawanan,” tegas Kumar Z Chan.
Sementara itu, Ketua DPRD Bukittinggi Beny Yusrial saat merespons aksi unjuk rasa itu mengatakan, mendukung inspirasi warga stasiun. Ia sebutkan, sebelumnya pihak DPRD telah melakukan koordinasi dengan PT KAI Divre II Sumatera Barat, anggota DPRD sudah hearing bersama anggota PT KAI terkait penundaan pengosongan lahan, namun hingga saat ini belum ada kepastian resmi.
"Kami sebagai anggota DPRD, duduk di bangku legislatif karena rakyat suara yang telah diberikan rakyat, kami sangat mendukung atas inspirasi warga stasiun datang beramai ramai datang ke kantor rakyat ini. Dan kami memintak kepada pemerintah supaya berperan penting dalam keadaan ini, karena berhubungan dengan nasib rakyat banyak,” kata Beny Yusrial.
Wakil Wali Kota Bukittinggi Irwandi kepada massa aksi unjuk rasa orasi mengatakan, Pemerintah Kota Bukittinggi telah menyikapi kondisi yang dihadapi warga stasiun, dan telah membicarakan penggusuran ini dengan PT KAI Divre II Sumatera Barat.
“Namun jawaban terakhir yang diberikan akan tetap mengikuti aturan dari pemerintah pusat, bahwa pengaktifan jalur kereta api, pembangunan hotel dan balkondes itu akan tetap dilaksanakan, yang diawali dengan pembebasan lahan,” ucap Irwandi.
Irwandi menambahkan, Pemerintah Kota Bukittinggi tidak diberitahu oleh PT KAI Divre Sumatera Barat soal penerbitan Surat Peringatan (SP) 1 dan 2, dan kondisi ini tidak dapat diubah, menyangkut dengan perizinan hingga hari ini Pemko juga belum menerima surat, begitu juga pada DPRD, karena prosesnya masih berjalan. (SSC)