Ini Penjelasan Denny Indrayana Soal Biaya Payment Gateway

Rabu, 25/03/2015 11:28 WIB
Denny Indrayana

Denny Indrayana

Jakarta, sumbarsatu.com—Mantan Wamenkum HAM Denny Indrayana ditetapkan Bareskrim Polri sebagai tersangka dalam kasus sistem pembayaran pembuatan paspor atau payment gateway. Pihak Denny memastikan biaya dalam program itu berdasarkan persetujuan resmi dari masyarakat yang hendak membuat paspor.

"Berkenaan dengan informasi yang ada, perlu juga disampaikan lagi beberapa hal. Agar khalayak mendapatkan informasi yang lebih akurat dan berimbang," ujar kuasa hukum Denny Indrayana, Heru Widodo, di Jakarta, Rabu (25/3/2015).

Baca: Denny Indrayana Akhirnya Ditetapkan sebagai Tersangka Oleh Bareskrim Polri

Berikut penjelasan dari tim kuasa hukum Denny itu:

a. Informasi yang menyatakan ada kerugian Negara sebesar lebih kurang Rp 32,4 miliar adalah tidak tepat, karena angka tersebut menurut laporan hasil pemeriksaan BPK tertanggal 30 Desember 2014 bukanlah kerugian Negara, tetapi justru adalah nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetor ke Negara dari hasil pembuatan paspor. Di dalam laporan BPK tersebut, sama sekali tidak ada disebut soal kerugian Negara yang ditimbulkan dari program pembayaran paspor secara elektronik tersebut.

b. Bahwasanya hitungan kerugian Negara itu tidak ada, diperkuat pula dengan informasi bahwa Bareskrim Polri sedang menunggu penghitungan yang dilakukan oleh BPK. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan bahwa kami meyakini BPK dapat bekerja secara profesional, dan proporsional, serta menghasilkan temuan yang mendukung program inovasi yang dilakukan Kemenkumham melalui pembayaran paspor secara elektronik tersebut.

c. Informasi bahwa klien kami adalah Pimpinan Proyek dalam program pembayaran paspor secara elektronik tersebut juga keliru. Dalam Surat Keputusan Sekretaris Jenderal (Sekjen) terkait program tersebut, posisi klien kami adalah “Pengarah”, sekali lagi bukan pimpinan proyek, sebagaimana posisi menteri dan wamen dalam program kegiatan sejenis.

d. Angka sekitar Rp605 juta yang disebutkan sebagai pungli juga tidak tepat, karena program pembayaran secara elektronik itu sendiri justru bertujuan untuk menghilangkan praktik pungli dan percaloan dalam pembuatan paspor. Dengan pembayaran secara elektronik proses akan lebih cepat, akuntabel dan karenanya menghilangkan praktik pungli dan percaloan. Lebih jauh, Klien kami selalu bertindak tegas dalam upaya perbaikan pelayanan publik di lingkungan Kemenkumham, termasuk dalam pembuatan paspor.

e. Jikalaupun benar ada dana sekitar Rp 605 juta tersebut, maka itu adalah biaya resmi dalam transaksi perbankan yang ada dasar hukumnya, yaitu 5 ribu rupiah untuk setiap transaksi pembuatan paspor, sama sekali bukan pungli. Karena, pembayarannya atas persetujuan pemohon pembuat paspor. Soal pembayaran paspor secara elektronik tersebut pembayaran itu tidak wajib, dan merupakan pilihan pemohon sendiri.

f. Soal belum adanya persetujuan Kemenkeu atas program pembayaran paspor secara elektronik tersebut juga perlu diluruskan. Singkatnya, dalam rapat-rapat koordinasi antara Kemenkeu dan Kemenkumham disepakati bahwa program di Kemenkumham tetap diberikan ruang transisi untuk dijalankan, sebelum sistem di Kemenkumham bisa terkoneksi dengan sistem pembayaran yang ada di Kemenkeu. Lebih detail soal ini akan Klien kami sampaikan dalam pemeriksaan di hadapan penyidik Bareskrim Polri. (SSC)



BACA JUGA