Menteri Kebudayaan Buka MenTari #5 dan Tekankan Kesejahteraan Seniman

Sabtu, 15/11/2025 06:38 WIB
Salah satu penampil dalam Festival MenTari

Salah satu penampil dalam Festival MenTari

 

Padang Panjang, sumbarsatu.com — Festival MenTari #5 resmi dibuka di Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam ISI Padang Panjang, Jumat (14/11/2025). Pembukaan dilakukan oleh Syaifullah Agam, Direktur Film, Musik, dan Seni Ditjen Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan RI, yang membacakan sambutan Menteri Kebudayaan Fadli Zon.

Dalam sambutan itu, Menteri menekankan bahwa seniman dan budayawan berhak memperoleh kesejahteraan dari karya dan intelektualitasnya. Pelestarian budaya, katanya, harus dipahami sebagai revenue center yang produktif dan berkelanjutan, bukan beban anggaran.

“Keragaman budaya Indonesia harus menjadi aset global yang diproduksi dan ditonton secara reguler,” ujar Syaifullah membacakan pesan Menteri.

Ia menambahkan bahwa Indonesia memiliki mega-diversity budaya yang mesti dikemas secara profesional, mencontohkan pertunjukan kelas dunia seperti Moulin Rouge atau Disney on Ice. Karena itu, profesi pendukung ekosistem seni—manajer, kurator, desainer, dramaturg, penata cahaya, hingga pemasaran—harus mendapat pengakuan agar karya dapat bersaing di tingkat nasional dan internasional.

Menteri Kebudayaan juga menegaskan peran vital institusi pendidikan seni, termasuk ISI Padang Panjang, sebagai laboratorium kreasi dan penjaring talenta. Program Talenta Nasional, Dana Indonesiana, dan GAYAIM disebut menjadi bagian dari upaya memperkuat ekosistem seni dan memperluas partisipasi publik.

Direktur Festival MenTari, Susas Rita Loravianti, dalam sambutannya menjelaskan bahwa peserta tidak datang dengan karya yang sudah selesai, melainkan mengembangkan ide bersama para mentor lintas disiplin.

“Para peserta difasilitasi untuk menumbuhkan ide sejak awal bersama mentor seni pertunjukan, musik, hingga teori budaya, sebelum menampilkan hasil akhirnya di panggung festival. Berbeda dari festival tari pada umumnya, Festival MenTari mengutamakan proses penciptaan sejak tahap gagasan,” kata Susas Rita Loravianti.  

Festival MenTari 2025 mempertemukan 10 koreografer muda, terdiri dari lima alumni MenTari dan lima koreografer diaspora Minangkabau dari Yogyakarta, Bandung, Jambi, dan Jakarta. Sejak pertama digelar pada 2021, program ini telah menjadi ruang belajar bagi 32 koreografer muda dengan dukungan 8 mentor lintas disiplin.

Penyelenggaraan festival melibatkan kolaborasi dengan Yayasan Seni Tari Indonesia (YSTI) serta dukungan Bakti Budaya Djarum Foundation, Indonesia Kaya, dan tahun ini menggandeng Manajemen Talenta Nasional (MTN) melalui program Seni Budaya Lab: On-Site Musik Tari, dan ISI Padang Panjang. Kehadiran MTN memungkinkan pendampingan koreografi dan musik tari dilakukan secara tatap muka setelah tiga tahun berjalan secara daring.

Direktur Program MenTari, Hartati, menambahkan bahwa festival memiliki lima bentuk program pendukung penciptaan, dimulai dari seminar nasional, kelas gagasan, kelas dramaturgi, hingga pendampingan oleh mentor tari, teater, sastra, dan musik tari. Sistem kurasi berjenjang membuat para koreografer bisa kembali berproses pada edisi berikutnya jika menunjukkan potensi menonjol.

Melalui proses yang berlangsung hingga enam bulan, MenTari membangun ruang kolaborasi lintas daerah dan lintas disiplin. Tahun-tahun sebelumnya, festival telah melibatkan koreografer dari Jakarta, Kalimantan, Manado, Solo, dan Bangka Belitung, serta membangun jaringan kreatif yang luas bagi talenta muda Sumatera Barat.

 Hartati menegaskan bahwa MenTari ingin menjadi ruang yang membuka kesempatan seluas-luasnya bagi seniman muda.

 “Kami ingin MenTari menjadi ruang yang inklusif, kolaboratif, dan mendorong pertumbuhan artistik seniman muda. Semoga kegiatan ini terus menginspirasi lebih banyak koreografer,” ujarnya.

Pembukaan juga dihadiri Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang Febri Yulika, Kepala Dinas Pariwisata Sumatera Barat, dan jajaran Pemko Padang Panjang. Usai pembukaan, panggung diisi dengan penampilan para koreografer tapi para pejabat tidak menyaksikannya.  

Lima koreografer muda menampilkan karya-karya pada Jumat (14/11/2025) semua berangkat dari pergulatan batin, kritik sosial, hingga pencarian spiritual. Setiap karya hadir sebagai ruang eksplorasi yang menunjukkan bagaimana tubuh menjadi medium membaca ulang realitas hari ini.

Karya pertama datang dari Adityawarnan melalui Bacamin di Balik Kubangan. Ia menggambarkan bagaimana sesuatu yang turun dari langit—yang semestinya menjadi sumber kehidupan—justru berubah menjadi kubangan penuh ambisi, ego, dan hasrat popularitas. Dipentaskan oleh enam penari, karya ini menyingkap lapisan-lapisan keruh dalam tatanan sosial yang sering kita abaikan.

Sementara itu, Lovia Triyuliani menghadirkan Narasini, sebuah refleksi tajam tentang manusia di era digital. Lovia menyoroti bagaimana narasi kini menjelma kekuasaan baru yang mampu mengatur tubuh dan emosi, membingkai kenyataan sesuai kepentingan para pengendali algoritma. Tiga penari perempuan di panggung menjadi metafora tubuh yang terus dinegosiasikan oleh arus viralitas dan konstruksi digital.

Dari Dendi Wardiman, hadir Ritus Dunia Miring, sebuah karya yang memeriksa bagaimana keyakinan dan tradisi dapat berubah menjadi candu. Dalam dunia yang miring—namun dianggap lurus—suara-suara yang ingin keluar justru teredam oleh gema yang tak pernah memberi jeda. Karya ini menyoroti bagaimana manusia sering meminum keyakinan layaknya ritual yang dianggap suci, padahal tak selalu membawa kebenaran.

Berbeda nuansa, Fadilla Oziana membawa penonton memasuki ruang kontemplatif melalui Memanggil Kesunyian. Di antara riuh dunia, tubuh-tubuh penari menempuh perjalanan batin menuju ketenangan. Diam menjadi ruang perjumpaan, napas menjadi zikir, dan gerak menjadi doa. Karya ini menunjukkan bahwa kesunyian bukanlah akhir, melainkan rumah yang paling jernih untuk kembali pada diri.

Karya kelima datang dari Kurniadi Ilham melalui Gu Go Pawer Renjer, yang mengangkat kisah Suku Anak Dalam dan relasi mereka dengan hutan. Bagi mereka, hutan adalah ibu yang memberi kehidupan. Ketika eksploitasi merenggut ruang hidup itu, hilang pula harapan dan masa depan. Kurniadi menggambarkan bagaimana sosok pahlawan dapat berubah menjadi mesin perusak, sementara roh-roh leluhur berusaha mencari tempat di tengah kerakusan manusia modern.

Kelima karya ini memperlihatkan keluasan perspektif dan keberanian artistik para koreografer muda. Dari kritik sosial hingga spiritualitas, dari dunia digital hingga krisis ekologis, Festival MenTari #5 kembali menegaskan dirinya sebagai laboratorium kreatif yang memupuk generasi baru pencipta tari Indonesia.

Penampil pada Sabtu, 15 November 2025

  1. Menthari Ashia – koreografi Suara dari Dekat

Sinopsis:
“Pulang” bukan sekadar kembali ke rumah, tapi perjalanan batin yang sarat makna spiritual. Dalam setiap hentakan dan diam, tersirat kesadaran bahwa hidup bukan sepenuhnya milik manusia, melainkan bagian dari kehendak yang lebih besar. “Pulang” menjadi refleksi tentang perjalanan menemukan rumah sejati—sebuah keadaan jiwa yang telah kembali pada asalnya.

Pendukung Karya:

  • Komposer: Avant Garde Dewa Gugat
  • Penari: Dendi Wardiman, Qataria Faradifa, Frizi Aulia, Putry Wulandari, Dewi Safitri
  • Penata Cahaya: Fazri Arif Sahputra
  1. Nurima Sari – koreografi Jatuh ke Dalam Diri

Sinopsis:
Interpretasi metaforis tentang eksistensi manusia yang disandingkan dengan siklus hidup bintang raksasa. Cahaya paling terang justru menjadi tanda berakhirnya sebuah babak. Titik puncak bukan kejayaan, melainkan awal kehancuran menuju singularitas diri. Namun, dari kehancuran itu, lahir notifikasi baru bagi yang lain untuk membaca.

Pendukung Karya:

  • Pimpinan Produksi: Ririn Chayrunisa
  • Stage Manager: Nada Aulia Arva
  • Komposer: Ossi Darma Desprian
  • Penari: Maziyah Ramadhani, Dinda Syahiba, Dwi Oppy Aprilisa, Daegal Mahendra, Yoggi Nefrian
  • Penata Kostum: Nabila Muthi Ramadhania
  1. Fazri Arif Sahputra – “Hom Alaihum”

Sinopsis:
Pencarian di balik ritual permainan menjadi tafsir tentang keluguan dan kesadaran purba manusia terhadap takdir. Lingkaran tubuh-tubuh yang berputar meniru siklus kehidupan: bertemu, berpisah, kembali. “Hom Alaihum”—Tuhan kembali Tuhan—adalah refleksi keseimbangan antara keputusan dan penyerahan, permainan dan pencarian arah pulang.

Pendukung Karya:

  • Komposer: Avant Garde Dewa Gugat
  • Stage Manager: Mentari Fahreza
  • Penari: Alsafitro, Reza Maulidil Akbar, Farid Ramadhan, Raflis, Ferdi
  • Artistik: Angel Rahmana Putra, Rahmat Fajar Ramadhan
  1. Siska Aprisia – “Tubuh Ibu, Sungai yang Bergeser”

Sinopsis:
Koreografi perjalanan tubuh perempuan yang membaca dirinya sebagai sungai yang terus bergeser. Tubuh ibu menjadi ruang yang menanggung dan melahirkan perubahan, seperti air besar yang mengubah tepian setiap kali mengalir. Ia menulis ulang batas antara luka dan harapan, menggugat sekaligus menegaskan bahwa setiap arus kehidupan berawal dari tubuh yang bersedia menanggung dunia.

Pendukung Karya:

  • Pimpinan Produksi: Fajry Chaniago
  • Komposer: Jumaidil Firdaus
  • Dramaturg: Mahatma Muhammad
  • Penata Cahaya: Karta Kusumah
  • Artistik: Gusti Fitrah Body
  • Skenografer: Olimsyaf Putra Asmara, Yusuf Fadly Aser
  • Penata Busana: Nanda Pradinhe
  • Dokumentasi: Tenku Raja, Diah Anggina
  • Tim Produksi: Desi Fitriana, Hilda Ismia Putri, Erik Ade Pratama

 

  1. Erwin Mardiansyah – “#Rantau404”

Sinopsis:
Karya ini lahir dari kegelisahan tentang makna rantau di era digital. Dalam budaya Minangkabau, rantau adalah perjalanan mencari diri dan ilmu; kini ia berubah menjadi gerak jari di layar. #Rantau404 merepresentasikan manusia modern yang “terhubung tapi kehilangan arah.” Tubuh penari terfragmentasi antara nyata dan maya, menghadirkan refleksi tentang kehilangan pijakan kemanusiaan di tengah koneksi tanpa batas.

Pendukung Karya:

  • Komposer: Indra Arifin
  • Dramaturg: Fabio Yuda
  • Penari: Erwin Mardiansyah, Ocha Eri Meilia Putri, Putri Monika, Sania Lopela Sandres, Dendi Chairi, Devira Maharani Putri
  • Penata Cahaya: Oky Herliawan
  • Visualizer: Taufik Mulia Siregar

 Jadwal Sabtu, 15 November 2025
16.00–16.10 — Pembukaan oleh MC
16.10–16.20 — Bakti Budaya Djarum Foundation & Indonesia Kaya
16.20–16.50 — Pertunjukan “Suara Dari Dekat” – Menthari Ashia
16.50–17.20 — Pertunjukan “Jatuh ke Dalam Diri” – Nurima Sari
17.20–20.00 — Break dan ishoma
20.00–20.10 — Pembukaan sesi malam oleh MC
20.40–21.10 — Pertunjukan “Hom Alaihum” – Fazri Arif Sahputra
21.10–21.40 — Pertunjukan “Tubuh Ibu, Sungai yang Bergeser” – Siska Aprisia
21.40–22.30 — Pertunjukan karya “#Rantau404” – Erwin Mardiansyah
22.30–23.20 — Diskusi Karya & Penutupan Festival MenTari #5 (Penyerahan Penghargaan) ssc/mn

 



BACA JUGA