Tanggapan Sastri Bakry atas Pernyataan Sikap Maman S. Mahayana dan Resolusi BRICS

Selasa, 28/10/2025 06:16 WIB
Sastri Bakry

Sastri Bakry

Padang, sumbarsatu.com –Sastrawan dan akademisi Maman S. Mahayana pada Minggu (26/10/2025) mengeluarkan pernyataan sikap penolakan terhadap tiga nama penulis Indonesia yang diumumkan sebagai calon penerima BRICS Literature Award 2025.

Tiga nama itu adalah Iksaka Banu, Intan Paramaditha, dan Denny JA yang akhirnya nama Denny JA menjadi salah satu dari 10 nama nomine calon penerima BRICS Literature Award 2025.

Dalam pernyaan sikap itu, Maman S. Mahayana menyebiutklan nama Sastri Bakry, yang juga mengaku sebagai perwakilan Indonesia untuk BRICS.

Dalam permyataan itu, Maman menulis, pada 22 Juli 2025,ia menerima daftar calon penerima BRICS Literature Award dari lima negara, termasuk dua nama dari Indonesia: Iksaka Banu dan Intan Paramaditha. Namun, pada 21 September 2025, daftar itu berubah menjadi tiga nama: Iksaka Banu, Intan Paramaditha, dan Denny JA.

“Lho, kok ada tambahan satu nama?” tulis Maman heran dalam pernyataannya.

Ia menyebut perubahan tersebut pertama kali disampaikan melalui pesan WhatsApp dari Sastri Bakry, yang juga mengaku sebagai perwakilan Indonesia untuk BRICS.

Maman mengaku sempat bertemu dengan Sastri pada 23 Juli 2025, namun ia belum yakin benar mengenai klaim tersebut karena sebelumnya telah berkoordinasi dengan Vania Djohan yang mengirim draf pengangkatan dirinya sebagai juri.

Berikut tanggapan Sastri Bakry atas peryataan sikap Maman S. Mahayana dan juga sekaligus respons pada Resolusi Brics yang diteken ratusan sastawan dan pencinta sastra. Tanggapan Sastri Bakry diturunkan secara utuh.

Tanggapan Sastri Bakry atas Pernyataan Sikap Maman S. Mahayana dan Resolusi BRICS

SEBAGAI perwakilan resmi BRICS Literature Network di Indonesia dan koordinator kegiatan yang berkaitan dengan BRICS Literature Award 2025, saya, Sastri Bakry, menyampaikan tanggapan ini atas pernyataan publik  Maman S. Mahayana serta dokumen Resolusi BRICS yang baru-baru ini beredar di kalangan sastrawan Indonesia.

Tanggapan ini tidak dimaksudkan untuk memperuncing perbedaan pendapat, tetapi untuk memberikan klarifikasi faktual mengenai proses, kewenangan, dan komunikasi dalam penyelenggaraan penghargaan BRICS, serta untuk menjaga kehormatan komunitas sastra Indonesia di tingkat internasional.

Soal  kedudukan dan tugas koordinator BRICS Literature Network, sebagaimana dikonfirmasi secara resmi oleh pihak BRICS (melalui Glep Prilepin, Brasil BRICS Secretariat, tertanggal 26 Oktober 2025), saya adalah satu-satunya koordinator BRICS Literature Network di Indonesia dan sekaligus perwakilan Indonesia dalam urusan organisasi penghargaan sastra BRICS. Tugas saya mencakup:

  1. Mengkoordinasikan kegiatan nominasi dan komunikasi antara BRICS Secretariat dengan pihak-pihak Indonesia.
  2. Memfasilitasi juri yang telah ditunjuk sebelumnya oleh Board of Directors BRICS (melalui Vania Djohan dan Reza Maspaitella).
  3. Menyelenggarakan konferensi pers dan kegiatan diplomasi budaya yang terkait dengan BRICS Literature Award.

Dengan demikian, setiap langkah dan keputusan yang diambil dilakukan berdasarkan mandat dan otoritas resmi yang telah dikonfirmasi oleh pihak BRICS.

Menanggapi pernyataan Maman S. Mahayana yang beredar luas tentang penolakan terhadap hasil keputusan juri, saya menghormati reputasi dan kiprah akademik Maman S. Mahayana, serta pandangan kritis beliau terhadap pentingnya menjaga marwah kesusastraan nasional. Namun, terdapat beberapa hal yang perlu saya klarifikasi:

  1. Terkait proses komunikasi dan koordinasi:

Sejak awal, saya telah berupaya menghubungi Maman S. Mahayana dan Anwar Putra Bayu, dua anggota juri yang saya kenal dekat untuk menjembatani koordinasi dan diskusi melalui grup WhatsApp yang dibuat khusus, maupun lewat panggilan telpon. Harapannya tentu ada kesepakatan kriteria, prosedur, mekanisme dan siapa yang layak diusulkan sebagai calon penerima anugrah sastra bergengsi ini. Namun, tidak ada tanggapan terhadap ajakan diskusi tersebut.

Saya memahami kesibukan para anggota juri, namun keterbukaan komunikasi sangat dibutuhkan agar tidak muncul salah persepsi.

  1. Terkait penambahan nama nominasi:

Penambahan nama Denny JA dalam daftar nominasi dilakukan atas pertimbangan obyektif berdasarkan prestasi dan kiprah literer yang diakui di berbagai forum internasional, serta dengan menghormati daftar nama yang sebelumnya telah diusulkan oleh para juri.

Saya tidak pernah bermaksud memaksakan pilihan, melainkan menambah alternatif yang layak dan sesuai dengan semangat BRICS: memperkenalkan beragam suara sastra dari negara-negara berkembang.

  1. Terkait tuduhan provokatif dan publikasi sikap:

Pernyataan yang disampaikan secara terbuka oleh Maman S. Mahayana telah menimbulkan kesan adanya pertentangan internal dalam panitia Indonesia. Padahal, pada kenyataannya, sebagian besar dinamika yang terjadi bersumber dari perbedaan informasi administratif di tingkat BRICS, bukan dari keputusan unilateral di Indonesia.

Saya menyesalkan penyampaian pernyataan tersebut secara publik sebelum ada klarifikasi internal, karena hal ini berpotensi mencederai citra Indonesia di hadapan komunitas BRICS.

Respons tentang Resolusi BRICS

Saya memahami dan menghargai Resolusi BRICS yang menyerukan pentingnya pembentukan panitia independen di bawah pemerintah Indonesia untuk menyeleksi calon sastrawan penerima penghargaan di masa mendatang.

Gagasan itu konstruktif, dan saya secara pribadi mendukung penguatan sistem yang lebih terstruktur, dengan catatan bahwa pembentukan lembaga baru tidak boleh mengintervensi otoritas BRICS sebagai badan internasional yang telah menetapkan mekanisme tetap.

Bahwa koordinasi harus tetap berjalan melalui kanal resmi BRICS agar tidak terjadi tumpang tindih peran dan legitimasi.

  1. Komitmen terhadap Sastra Indonesia dan Diplomasi Budaya

Saya ingin menegaskan bahwa seluruh langkah yang saya ambil dalam kapasitas sebagai koordinator BRICS Literature Network semata-mata bertujuan:

  • Mengangkat sastra Indonesia ke panggung internasional dengan cara yang bermartabat.
  • Menjaga agar proses diplomasi budaya berjalan konstruktif, saling menghormati, dan tidak menimbulkan gesekan di antara insan sastra tanah air jika memaksakan kehendak.
  • Membangun jembatan antara nilai-nilai lokal Indonesia dengan semangat persahabatan global yang diusung BRICS.

Saya tidak memiliki kepentingan pribadi dalam proses ini, melainkan bertindak sesuai tanggung jawab moral dan profesional sebagai perwakilan resmi BRICS di Indonesia.

Perbedaan pandangan adalah hal yang wajar dalam komunitas intelektual. Terutama dalam proses pengambil keputusan. Namun, kita semua berkewajiban memastikan bahwa perbedaan itu tidak di ujung pada saat keputusan telah diambil dewan juri sehingga dapat menimbulkan perpecahan atau memperlemah posisi Indonesia dalam percaturan budaya global.

Saya mengajak seluruh pihak yang terlibat, baik para sastrawan, akademisi, maupun  lembaga kebudayaan, untuk menyalurkan pandangan melalui dialog dan kolaborasi yang produktif dan konstruktif.

Mari kita jaga nama baik sastra Indonesia, dengan menempatkan etika, profesionalitas, dan tanggung jawab budaya di atas kepentingan personal.

 

Jakarta, 27 Oktober 2025

 

BACA: Maman S. Mahayana Pertanyakan Proses dan Tolak Tiga Nomine BRICS Literature Award dari Indonesia

BACA:  Sastrawan Indonesia Desak Pembentukan Panitia Independen untuk Penghargaan Sastra BRICS



BACA JUGA