Agam, sumbarsatu.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Agam meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Agam agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2026 lebih memprioritaskan program-program yang mampu membantu masyarakat secara ekonomi dan menekan laju inflasi.
Juru Bicara Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Agam, Fikri Ananda, Sabtu (27/9/2025), menekankan bahwa kebijakan tersebut mendesak untuk dilakukan mengingat naiknya harga kebutuhan pokok, terutama sembako, yang akan berdampak pada kebutuhan lainnya.
“Program yang dimaksud dapat berupa bantuan untuk kebutuhan berusaha, dukungan bagi usaha kecil menengah, pembangunan irigasi, jalan usaha tani, serta penyediaan bibit dan sejenisnya. Dengan cara seperti itu, masyarakat akan lebih terbantu, hasil pertanian mudah dipasarkan, dan produksi dapat meningkat sehingga kenaikan harga kebutuhan pokok bisa ditekan,” jelasnya.
Sementara itu, Juru Bicara Fraksi Gabungan Partai Golkar, Hanura, PBB, dan PKB DPRD Agam, Epi Suardi, menekankan pentingnya keseimbangan dan pemerataan pembangunan di setiap kecamatan.
“Kebijakan ini harus dilakukan mengingat masih ada masyarakat yang belum menikmati hasil pembangunan, baik berupa penerangan listrik maupun akses jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat. Kita ingin pembangunan di setiap nagari berlandaskan pada pemerataan dan keadilan,” ujarnya.
Di sisi lain, Juru Bicara Fraksi Gerindra DPRD Agam, Masriko Andri, menyoroti rendahnya tingkat kemandirian fiskal Kabupaten Agam. Dari total pendapatan daerah tahun 2026 yang diproyeksikan mencapai Rp1,5 triliun lebih, Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru menyumbang sekitar 14,05 persen.
“Masih banyak potensi PAD yang belum tergarap optimal. Hal ini disebabkan rendahnya kesadaran wajib pajak serta lemahnya kelembagaan pemungut PAD. Pemerintah daerah perlu segera mengoptimalkan digitalisasi sistem pemungutan pajak dan retribusi,” tegasnya.
Pernyataan para wakil rakyat ini mendapat beragam tanggapan dari masyarakat. Sejumlah pihak menilai langkah DPRD itu terkesan terlambat, karena persoalan ketimpangan pembangunan sudah lama menjadi rahasia umum.
“Sekarang mereka baru buka suara. Walaupun agak terlambat, lebih baik daripada tidak sama sekali. Semoga pemerintah daerah memahami dan memperbaiki pola pembangunan yang selama ini belum merata,” ujar salah seorang Ninik Mamak, MS. Dt. Marajo. (MSM)