
DI JANTUNG Mordovia, wilayah terpencil Rusia yang dikenal dengan jejak gulag Soviet dan hutan-hutan sunyinya, berdiri sebuah penjara yang menyimpan kisah kelam tawanan perang Ukraina. Mereka menyebutnya Koloni Hukuman No. 10. Namun, yang paling membekas dari pengalaman para tahanan di sana bukanlah jeruji atau dinginnya sel, melainkan sosok yang mereka panggil: Dr. Evil.
“Begitu tiba, kau ditelanjangi, dicukur, dipukuli,” kenang Pavlo Afisov, salah satu mantan tahanan. “Dan saat rontgen, di situlah dia—Dr. Evil—muncul sambil memegang pistol setrum.”
Dr. Evil bukan penjaga atau perwira militer. Ia adalah seorang dokter. Namun, bagi puluhan tawanan perang Ukraina, kehadirannya justru menjadi simbol penyiksaan yang melampaui batas kemanusiaan.
Di balik jas putih dan masker, ia menyetrum para tahanan, menyuruh mereka menggonggong seperti anjing, menyanyikan lagu Rusia, hingga meneriakkan slogan tak masuk akal: “Pepsi!” — “Pssttt!” atau “Siapa yang tinggal di bawah laut?” — “Spongebob SquarePants!”
Dari Medis ke Penyiksaan
Identitas asli Dr. Evil akhirnya berhasil diungkap oleh tim investigasi Radio Free Europe. Ia adalah Ilya Sorokin, pria 34 tahun asal desa Potma, tak jauh dari lokasi penjara. Dikenal sebagai dokter penjara sejak 2018, Sorokin digambarkan sebagai sosok biasa—seorang ayah dua anak, alumni sekolah kedokteran lokal, dan anggota komite serikat pekerja.
Namun kesaksian 50 mantan tawanan menunjukkan sisi gelapnya: Sorokin rutin menggunakan pistol setrum saat “pemeriksaan kesehatan,” menolak memberi obat meski para tahanan mengalami luka, tuberkulosis, bahkan infeksi parah. Mereka dipaksa meneriakkan "Jayalah pengobatan Rusia!" di bawah ancaman sengatan listrik.
“Saya hanya ingin pil untuk gigi yang sakit,” kata seorang tahanan. “Tapi yang saya terima hanyalah sindiran dan sengatan.”
Seorang lainnya, Volodymyr Yykhymenko, bahkan meninggal dunia. Menurut sesama tahanan, sebelum kematiannya, ia dipukuli dan ditolak mendapat perawatan. Catatan resmi Rusia menyebut kematian karena gagal jantung, tapi hasil otopsi Ukraina mencatat adanya luka lebam dan pendarahan.
Sistemik dan Terorganisasi
Temuan ini bukan insiden terisolasi. Amnesty International dan laporan The Wall Street Journal mengindikasikan bahwa penyiksaan terhadap tawanan Ukraina di Rusia bersifat sistemik dan terorganisasi. Petugas penjara diduga menerima instruksi untuk “bersikap kejam,” dengan mengabaikan Konvensi Jenewa yang melindungi hak tawanan perang.
Sorokin, yang kini tercatat sebagai anggota militer aktif, menolak tuduhan saat dihubungi wartawan. Ia menutup telepon setelah mengatakan, “Saya tidak bekerja di sana.” Namun, rekaman suara, pengakuan mantan tahanan, serta jejak digitalnya di media sosial memperkuat dugaan keterlibatannya.
Suara yang Tak Bisa Dibungkam
Di tengah kekejaman, para tawanan tetap berusaha menjaga kemanusiaan mereka. Mereka bernyanyi di sel sempit, menyanyikan lagu Natal di malam sunyi, menguatkan sesama lewat lirik-lirik yang mengingatkan mereka pada rumah dan harapan.
“Karena bagian moral dan spiritual—ketika kita ditawan—adalah yang terpenting,” ujar Yulian Pylypey. “Kau harus menjaga kekuatan jiwa itu tetap hidup. Dan begitulah… kau bernyanyi.”
Kisah mereka kini tidak lagi terbungkam. Sosok “Dr. Evil” mungkin mencoba menyembunyikan wajahnya di balik balaklava, namun suara para korban telah melampaui jeruji dan tembok beton, menyeruak ke dunia sebagai saksi keberanian dan tragedi. ssc/mn
Sumber: https://www.occrp.org/en Laporan Olya Ivleva dan Kira Tolstiakova/