Roestam Anwar, Maesenas Kebudayaan

Rabu, 21/05/2025 18:14 WIB
Roestam Anwar

Roestam Anwar

ROESTAM ANWAR (1931-2000) bergelar Angku Tumanggung bersuku Koto adalah seorang pengusaha, budayawan, dan maesenas. Ia dikenal sosok yang dermawan. Hampir semua seniman Sumatra Barat di era 1970-1990-an disentuh Roestam Anwar dengan kedermawanannya itu. Pada era itu, kalangan seniman memanggilnya Babe: Babe Roestam.

Ia merupakan anak sulung empat bersaudara dari pasangan Anwar Sutan Saidi-Ramayan lahir pada 25 November 1931 di Kampuang Ateh, Kapalo Koto, Sungai Pua, Agam, Sumatra Barat. Ayahnya Anwar Sutan Saidi, juga berasal dari Sungai Pua, seorang pejuang kemerdekaan Indonesia, bankir, dan pengusaha nasional terkemuka di Tanah Air.

Pada tahun 1952, Roestam Anwar menyelesaikan pendidikan grafika dan percetakan di Amsterdamce Grafiscre School, Amsterdam, Belanda. Sepulang menuntut ilmu, ia mengelola percetakan dan penerbitan NV Nusantara dengan jabatan direktur (1956-1969).

NV Nusantara menerbitkan buku-buku bacaan untuk murid SD dan SMP, buku agama untuk Perguruan Islam Jalmuinulnubin Albayan. NV Nusantara memproduksi buku-buku yang ditulis kaum intelektual dan sastrawan, antara lain Mr. Mohamad Yamin, NH Dini, Matinggo Boesye, Tan Malaka, Soewardi Idris, AA Navis, dan lain sebagainya. HB Jassin, “Paus Sastra” Indonesia menjadi redaktur NV Nusantara di Jakarta. Penerbit ini mencetak buku saku yang disebut “Seri Denai” jadi titik penting perkembangan sejarah sastra Indonesia.  Juga mencetak Surah Juz Amma dan Alquran. Lebih kurang 200 judul buku yang diterbitkan dan jadi penerbit terbesar di Pulau Sumatra.

NV Nusantara juga mencetak surat kabar Singgalang—saat masih mingguan—edisi perdananya yang terbit pada Sabtu 18 Desember 1968. Saat itu mesin cetak yang dimiliki NV Nusantara tergolong canggih dan modern.

Usaha lainnya, Anwar dan Roestam juga mengembangkan bisnis di sektor jasa hospitality berupa perhotelan dan restoran. Ada tiga hotel: Hotel Minang di Padang, Bukittinggi, dan Danau Singkarak Solok. Hotel Minang di Padang-Bukittinggi pengelolaannya diserahkan kepada Roestam Anwar. Hotel Minang letaknya bersebelahan dengan Taman Budaya Sumatra Barat ini, menjadi simpul penting perkembangan pemikiran kebudayaan Minangkabau dan kesenian di Sumatra Barat. 

Ia membuka pintu Hotel Minang seluas-luas bagi siapa saja tanpa memandang latar belakangnya. Pada era 80-an, Hotel Minang dijadikannya sebagai ruang intelektual dengan mangambangkan lapiak budaya untuk berdiskusi. Agenda diskusi bulanan yang “melegenda” itu dinamai “Saluang Belega” yang juga ikut digerakkan sastrawan dan budayawan AA Navis. Peserta “Saluang Balega” tidak lebih 20 orang dari berbagai latar belakang disiplin ilmu tapi dengan pembacaan tema-tema diskusi dalam perspektif kebudayaan.

Diskusi “Saluang Balega” di Hotel Minang pernah dihadiri sastrawan dan budayawan Prof Umar Kayam, Prof Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, ekonom dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam Kabinet Gotong Royong, dan ekonom Prof Sritua Arief. Dari kalangan cendekiawan Sumatra Barat, kerap hadir Prof Hendra Esmara, Miral Manan (seorang tokoh eks Partai Sosialis Indonesia (PSI), pakar hukum tata negara Prof Herman Sihombing, Leon Agusta, Chairul Harun, Abrar Yusra, Gusmiati Suid, Bagindo Fahmi, Hasan Basri Durin, Wisran Hadi, Edy Utama (intelektual muda), dan lainnya.

Hasil diskusi “Saluang Belega” yang dikonkretkan Pemerintah Provinsi Sumatra Barat ialah Pekan Budaya, Kemah Seniman, dan membangun ruang-ruang publik Medan Nan Bapaneh. Selain mangambangkan lapiak intelektual, Roestam Anwar juga menyediakan ruang pementasan karya seni di Hotel Minang. Setiap kelompok seni yang tampil, diberi biaya produksi sebagai bentuk apresiasi. Ia juga banyak membantu grup-grup kesenian di Sumatra Barat, antara lain Sanggar Syofyani, Sanggar Denai (pimpinan Zuriati Zoebir). Ia memimpin Bumi Teater tampil di Malaysia, pertunjukan tari Gusmiati Suid, dan juga penasihat Teater Keliling. Pada 1986, Roestam Anwar dipercaya sebagai Ketua Pelaksana Pertemuan Teater Indonesia yang digelar di Padang. Hotel Minang disulap menjadi basis penyelenggaraan iven berskala nasional ini. Helat ini dinilai sukses.

Perhatiannya kepada seniman bukan saja saat di Padang. Pada tahun 1963, ia memimpin keberangkatan Hoerijah Adam bersama timya memenuhi undangan Presiden Soekarno untuk tampil dalam pembukaan Games of the New Emerging Forces atau Ganefo di Jakarta pada 10 November 1963.

Roestam Anwar mencintai kampungnya dan juga menaruh perhatian untuk kemajuan Nagari Sungai Pua. Masyarakat memanggilnya “Inyiak Wali Nagari” kendati ia bukan wali nagari. Ia membangun Poliklinik pertama di Sungai Pua, yang kemudian dijadikan puskesmas pelopor di Sumatra Barat. Ia berinovasi memanfaatkan kekayaan sumber daya alam kampungnya membangun pembangkit listrik tenaga air (microhydro). Semuanya dibiayai Roetam Anwar tanpa menggunakan dana pemerintah.  

Sosok rendah hati yang dalam lingkungan keluarga dan di kampung disapa Utam Cute ini menempuh pendidikan Sekolah Dasar Taman Siswa Bukittinggi (1937), lalu melanjutkan ke Ruang Pendidikan INS H Syafei, Kayutanam (1944),  kemudian ke SMP PGI (1948), dan SMA Jalan Budi Utomo, Jakarta (1950). Lalu ia memperdalam ilmu percetakan dan grafika di Amsterdamce Grafiscre School, Amsterdam, Belanda (1952).

Bidang pendidikan, suami Djoesna Mahmoed, seorang pianis dan juga apoteker, mendirikan beberapa sekolah yang berorientasi pada kecakapan dan keterampilan, antara lain Sekolah Asisten Apoteker (SAA) Bukittinggi (1963) dan STM Kimia Tekstil Budidarma Bukittinggi (1963). Pada 1970, ia mendirikan Akademi Bahasa Asing (ABA) Budidarma Bukittinggi, dan Sekolah Islam Jamiatul Hujjad Bukittinggi. Pada tahun 1963, Roestam Anwar Ketua Pembina Unand dan IKIP. Ia juga berperan merealisasikan SMKI dan ASKI Padang Panjang.  

Ia juga aktif dalam berbagai organisasi sosial. Semasa masih pelajar di Bukittinggi pada 1949, ia jadi Pengurus Persatuan Pelajar Taman Siswa. Pada tahun 1955, saat kuliah di Belanda, ia sebagai penyelenggara Konprensi PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) se-Eropa yang pertama kali digelar di Bonn, Jerman. Ia pernah dipercaya sebagai Ketua Asosiasi IKAPI dan Grafika Sumatra Barat, Ketua PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Sumatra Barat.

Pada 1 Oktober 2022, Rustam Anwar menerima Anugerah Kebudayaan dari Pemerintah Provinsi Sumatra Barat atas kontribusinya terhadap pemajuaan seni dan kebudayaan yang diserahkan kepada ahli waris saat perayaan Hari Jadi ke-77 Provinsi Sumatra Barat pada 1 Oktober 2022.

Roestam Anwar dikarunia 4 orang putra-putri: Anida Kristini, Emil Demitra, Widia Fagritza, dan Riri Amalia Yulita dengan 6 orang cucu. Roestam Anwar meninggal dalam perjalanan dari Bandung ke Jakarta, Jumat, 23 Juni 2000 pukul 20.45. Ia dimakamkan di pandam pekuburan Ikatan Keluarga Sungai Pua, Agam, di Tunggul Hitam Padang. (nasrul azwar)

 



BACA JUGA