IGNAS KE
Jakarta, sumbarsatu.com- Budayawan dan kritikus sastra Ignas Kleden meninggal dunia, Senin (22/1/2024) di Jakarta dalam usia 76 tahun. "Telah berpulang dalam damai, Bapak Ignas Kleden pada Senin, 22 Januari pukul 03.46 WIB di RS Suyoto, Jakarta Selatan," tulis kabar yang beredar, Senin (22/1/2024).
Kabar duka juga disampaikan oleh penulis Goenawan Mohamad melalui akun X miliknya. "Ignas Kleden meninggalkan kita. 1948-2024. Percikan perenungannya adalah cahaya," kata Goenawan di akun @gm_gm.
Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman juga membagikan kabar duka tersebut di akun X miliknya. Politikus asal Flores itu menilai Ignas Kleden sebagai guru bangsa.
"Pagi ini saya dapat khabar Pak Ignas Kleden wafat. Khabar duka utk negeri. Ignas adalah intelektual besar yg pernah Indonesia punya. Benar2 sebagai guru bangsa. Dia menjadi lilin utk masyarakat dan bangsanya. Kini dia pergi, selamanya. Selamat jalan pak Ignas. Beristirahatlah dalam damai. RIP," Benny lewat akun @BennyHarmanID.
Jurnalis senior Andreas Harsono juga menyampaikan kabar duka tersebut di akun X miliknya. "Ignas Kleden, seorang penulis dan pemikir, yang membaktikan hidupnya buat Indonesia yang lebih baik, meninggal dunia hari ini di Jakarta. Ignas kelahiran Flores Timur tahun 1948," katanya di akun @andreasharsono.
Ignas Kleden lahir dan besar di Waibalun, Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur pada 19 Mei 1948. Dia sempat menempuh pendidikan di sekolah calon pastor setelah lulus dengan predikat terbaik di sekolah dasar.
Namun dia keluar dari sekolah tersebut, kemudian menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Ledalero, Maumere, Flores pada 1972. Ia mendapatkan gelar Master of Art bidang filsafat dari Hochschule fuer Philosophie, Muenchen, Jerman pada 1982, dan meraih gelar Doktor bidang Sosiologi dari Universitas Bielefeld, Jerman 1995.
Ketika masih tinggal di Flores, ia rutin mengirimkan tulisannya ke majalah Basis Yogyakarta. Dia juga menulis artikel di majalah Budaya Jaya Jakarta, dan menulis artikel semi polemik untuk majalah Tempo. Setelah hijrah ke Ibu Kota, ia makin aktif menulis, baik di majalah maupun jurnal.
Kritikus Sastra
Ignas juga pernah bekerja sebagai penerjemah buku-buku teologi di Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores. Ia sempat pula bekerja sebagai editor pada yayasan Obor Jakarta (1976-1977), Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta (1977-1978), dan Society For Political and Economic Studies, Jakarta.Tahun 2000 ia turut mendirikan Go East yang kini menjadi Pusat Pengkajian Indonesia Timur.
Ignas Kleden juga malang melintang dalam dunia penulisan esai dan kritik sastra. Tulisan-tulisannya kerap mewarnai khazanah ilmu pengetahuan di berbagai media massa, seperti di Majalah Budaya Jaya Jakarta, Majalah Tempo, Majalah Basis, Horison, Budaya Jaya, Kalam, harian Kompas, dan lain-lain.
Buku Anjing-anjing Menyerbu Kuburan (Cerpen Pilihan Kompas 1997) juga memuat esainya, Simbolis Cerita Pendek. Kumpulan esai tentang perbukuan, Buku dalam Indonesia Baru (1999), memuat salah satu tulisannya, Buku di Indonesia: Perspektif Ekonomi Politik tentang Kebudayaan. Buku kumpulan esainya adalah Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan (1988) dan Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan (2004).
Pada 2003 Ignas Kleden menerima Penghargaan Achmad Bakrie. Ia dinilai telah mendorong dunia ilmu pengetahuan dan pemikiran sosial di Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih tajam lewat esai dan kritik kebudayaannya. SSC