Irman Gusman: Indonesia Hadapi 12 Krisis

PELUNCURAN BUKU “MENYIBAK KEBENARAN”

Jum'at, 21/05/2021 00:57 WIB

Jakarta, sumbarsatu.com—Dalam rangkaian Peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) menggelar webinar dan peluncuran buku Menyibak Kebenaran: Drama Hukum, Jejak Langkah, dan Gagasan Irman Gusman secara virtul, Kamis (20/5/2021). Irman Gusman merupakan Ketua DPD RI periode 2009-2016.

Webinar ini mengangkat tema “Penegakan Hukum yang Berperikemanusiaan dan Berkeadilan sebagai Warisan untuk Generasi Penerus.

Buku jilid ketiga dari serial eksaminasi vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap diri Irman Gusman, yang akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung, merupakan hasil perenungannya tentang penegakan hukum dan hak asasi manusia negeri ini.

Buku terbaru ini berisi laporan pandangan mata oleh penulis buku yaitu Pitan Daslani, wartawan senior yang bertugas sebagai Staf Ahli Ketua DPD RI untuk urusan hubungan luar negeri semasa Irman Gusman, Mohammad Saleh, Oesman Sapta Odang dan LaNyalla Mahmud Mattalitti menjadi Ketua DPD RI.

Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang hadir secara virtual dalam peluncuran itu, berharap buku baru Irman Gusman dapat memberikan gagasan baru bagi dunia hukum.

Anies mengucapkan selamat kepada Irman Gusman atas peluncuran karya ketiganya. Menurutnya, peluncuran buku ini merupakan bagian dari proses pembelajaran bagi masyarakat.

"Izinkan mengucapkan selamat atas peluncuran buku Bang Irman Gusman, Menyibak Kebenaran: Drama Hukum, Jejak Langkah, dan Gagasan Irman Gusman yang diselanggarakan oleh Majelis Nasional KAHMI," kata Anies dalam tayangan video yang diputar saat acara berlangsung.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu turut mendoakan agar buku ini bisa menjadi buku yang bermanfaat untuk kajian akademik, studi kasus, khususnya terkait dengan persoalan hukum.

"Semoga buku ini menjadi inspirasi dan mampu melahirkan gagasan-gagasan baru khususnya di dunia hukum dan bagi generasi muda Indonesia. Sekali lagi selamat atas peluncuran bukunya," ujarnya.

Ketegaran Irman Gusman

Ketua MPR Bambang Soesatyo juga mengapresiasi terbitnya buku Menyibak Kebenaran: Drama Hukum, Jejak Langkah dan Gagasan Irman Gusman ini. Menurutnya, buku tersebut tidak saja menyajikan berbagai gagasan pemikiran dan wawasan kebangsaan dari seorang mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, melainkan juga menjadi saksi ketegaran dan kegigihan beliau dalam memperjuangkan hak-hak hukumnya.

"Buku ini memperkaya referensi kajian hukum. Selain karena masih banyaknya pekerjaan rumah dalam penegakan hukum, tantangan dalam pembangunan hukum nasional juga selalu berkembang secara dinamis. Karenanya, pembenahan sistem hukum harus menjadi upaya yang berkesinambungan, seiring dinamika zaman," ujar Bambang Soesatyo.

Acara yang dilaksanakan secara daring dan luring itu juga diikuti oleh Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti, Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI Viva Yoga Mauladi serta Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Eddy Omar Syarief Hiariej.

Kemudian, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) 2013-2015 Hamdan Zoelva, Ketua Komisi Yudisial (KY) 2010-2015 Eman Suparman dan Wakil Ketua DPR 2014-2019 Fahri Hamzah.

Bambang Soesatyo menyampaikan, peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-113 harus dijadikan momentum merefleksi sejauh mana keberhasilan mewujudkan cita-cita penegakan hukum yang berkeadilan. Merujuk indeks supremasi hukum (rule of law index) yang dirilis World Justice Project tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat 59 dari 128 negara, atau peringkat 9 dari 15 negara di wilayah Asia Timur dan Pasifik.

"Sementara hasil survei Indonesia Political Opinion pada Oktober 2020, memperlihatkan angka ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia mencapai 64 persen. Tertinggi jika dibandingkan bidang lain, seperti ekonomi 57 persen, politik dan keamanan 51 persen, serta bidang sosial dan humaniora 50 persen," terang Bambang Soesatyo.

Inspirasi Penegakan Hukum

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan buku "Menyibak Kebenaran" milik Irman Gusman bisa menjadi inspirasi untuk penegakan hukum di Tanah Air.

 LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan terbitnya buku ini bisa menginspirasi kita dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan, serta penegakan hukum dan HAM. “Tidak boleh ada rekayasa dan perlakuan tak adil dalam hukum," kata LaNyalla.

Menurutnya, penegakan hukum harus berjalan seiring dengan penegakan hak asasi manusia sesuai amanat konstitusi. Penegakan hukum harus memanusiakan manusia.

 "Spiritnya adalah proses penegakan hukum yang berkeadilan dan berperikemanusiaan," ucap LaNyalla.

Turut memberikan testimoni dalam acara peluncuran buku tersebut adalah Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Ketua DPR RI Puan Maharani, Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, mantan Ketua DPR Akbar Tanjung, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, Gubernur DKI Anies Baswedan, Senator GKR Hemas, Ketua Umum PB HMI Raihan Ariatama, dan Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama.

Sementara itu, pembicara utama dalam acara dimaksud adalah Ketua MPR RI, Ketua DPD RI dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Dr. Eddy OS Hiariej, SH, M.Hum.

Dalam buku tersebut Pitan Daslani menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum, pada saat, dan setelah Irman Gusman ditangkap oleh aparat KPK pada 16 September 2016.

“Rangkaian informasi dalam buku tersebut termasuk banyak hal baru yang belum pernah diberitakan di media massa tetapi mencakup kejadian-kejadian penting yang menerangkan apa sebabnya Irman Gusman dijatuhkan dari posisi sebagai Ketua DPD RI dan siapa saja yang berkepentingan untuk menjatuhkan dia dari posisi RI-7 itu,” tulis Pitan Daslani.

Laporan investigasi dalam buku ini, tambahnya, juga mencakup dugaan persekongkolan antara aparat KPK dan seorang saudagar gula untuk menjerat Irman Gusman dengan tuduhan menerima suap.

Buku setebal 420 halaman itu juga berisi penjelasan guru besar tentang teror dan intimidasi yang dilakukan oleh aparat KPK terhadap hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ketika suatu perkara korupsi sedang disidangkan.

Cara penegakan hukum yang menghalangi keadilan dalam perkara Irman Gusman dijelaskan secara rinci dalam buku ini, termasuk upaya praperadilan yang digugurkan di tengah jalan serta upaya aparat KPK untuk mengintimidasi istri Irman Gusman yaitu Liestyana Gusman agar membenci dan menjauhi suaminya ketika Irman sedang diperiksa.

Menurut penulis buku, pembohongan publik melalui media massa yang dilakukan untuk mendiskreditkan Irman Gusman dan keluarganya juga diuraikannya secara gamblang dalam buku ini.

Buku ini juga berisi rekam jejak Irman Gusman baik di dalam maupun di luar negeri, khususnya untuk menarik investasi asing masuk ke Indonesia.

12 Krisis

Saat menyampaikan sekapur sirih di acara peluncuran bukunya, Irman Gusman menilai saat ini bangsa Indonesia menghadapi berbagai dimensi krisis, seperti krisis ekonomi, krisis sosial, krisis hukum, krisis kepercayaan, krisis politik identitas, dan krisis kebudayaan. Ditambah lagi saat ini masyarakat terpecah belah dan teradu domba.

 “Yang kita butuhkan adalah kebersamaan, kekompakan, solidaritas sosial, kedermawanan, kegotongroyongan dalam mencari solusi terbaik untuk mengatasi krisis itu,” kata Irman Gusman.

Di hari kebangkitan nasional, ia mengajak semua pihak untuk bangkit dari cara berpikir yang selama ini melemahkan sendi-sendi bangsa. Apalagi saat ini masyarakat cenderung mempercayai hal yang melemahkan demokrasi pancasila, dan cenderung ke demokrasi liberal.

 “Sudah saatnya perlu menguatkan demokrasi pancasila kembali. Tatkala demokrasi ekonomi diabaikan, maka kondisi ekonomi tidak akan lebih baik,” urainya.

Dalam sambutannya, Irman Gusman menyampaikan terima kasih kepada Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Prof. Dr. Eddy Hiariej, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Akbar Tanjung, Dr. Hamdan Zoelva,

Ia juga berterima kasih kepada para Guru Besar hukum lainnya di UGM, UNDIP, UII Yogya, UKI, Unand Padang, Unpad, Unikom, USGJ, Universitas Al-Azhar Indonesia, serta Universitas Muhammadiyah. Juga kepada Prof. Andi Hamzah. Para Guru Besar ini  telah memberikan banyak nasihatsehingga saya bisa kembali ke kehidupan normal.

“Setelah kembali dari “pesantren hukum” di Bandung, saya menyadari bahwa masalah hukum yang saya alami itu beratnya tidak seberapajika dibandingkan dengan masalah-masalah bangsa ini, yaitu krisis multidimensional global yang sedang kita alami bersama,” terang Irman Gusman. 

Ia menjelaskan, paling tidak ada 12 macam kondisi krisis yang sedang melanda Indonesia, yaitu krisis kesehatan, ekonomi, sosial, kepercayaan yang memunculkan low-trust society, hukum dan keadilan, politik identitas,  kepemimpinan, keamanan dan kedaulatan, persatuan bangsa, kebablasan demokrasi liberal yang menggeser demokrasi Pancasila, proxy war, dan krisis kebudayaan.

“Di tengah krisis yang begitu banyak, justru semakin banyak waktu dan energi bangsa ini terbuang untuk bertengkar dan saling menjatuhkan, sementara berbagai opini yang bergulir di publikbukannya mempersatukan kita malah semakin memecah-belah persatuan kita. Dan yang ramai dibicarakan bukannya solusi untuk mengatasi krisis, tetapi justru ucapan dan tindakan yang semakin memperberat keadaan kita,” urainya.

Kalau ada kapal di tengah lautan diterpa badai pancaroba dan gelombang besar sementara kapal itu bocor di sana-sini, tetapi orang-orang di kapal itu saling menyalahkan, bertengkar dan tidak menyelamatkan kapal itu, bagaimana nantinya nasib kapal itu?

Dalam kondisi seperti itu, yang dibutuhkan adalah sense of multi-crises: Kesadaran bahwa kita berada dalam kondisi bahaya yang dapat menenggelamkan kapal ini. Maka yang dibutuhkan adalah kekompakan, keharmonisan, kedamaian, solidaritas sosial, kedermawanan, dan jiwa gotong-royong, bersama-sama mencari solusi terbaik untuk mengatasi  krisis itu.

“Kita patut bersyukur bahwa di tengah kondisi seperti itu, KAHMI menjadi tuan rumah sekaligus pelopor penyelenggaraan Webinar Kebangkitan Nasional ini. Sebagai warga HMI, saya tentu bangga dan berharap, KAHMI sebagai gerbong intelektualitas, keislaman, dan keindonesiaan, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memberikan kontribusi pemikiran guna mengatasi permasalahan bangsa yang begitu berat,” paparnya.

“Jangan biarkan tugas ini diambil-alih oleh kelompok-kelompok ataupun individu-individu yang tidak sejalan dengan falsafah bangsa dan negara kita. Sebab di tengah tantangan yang berat seperti ini, kita butuh persatuan dan kekompakan, juga kesamaan arah langkah serta tujuan. Dan KAHMI adalah wadah yang tepat untuk mengambil prakarsa demikian,” tegasnya. SSC/MN



BACA JUGA