Film “Ini Layanganku” dan “Bujang Paman” Konten Lokal Kekinian

KOMUNITAS KIEK SUNGAI LANDIA

Senin, 05/04/2021 07:15 WIB
-

-

Sungai Landia, sumbarsatu.com—Masyarakat Nagari Sungai Landia dan sekitarnya, Selasa malam, 30 Maret 2021, memenuhi Pasar Loods Sungai Landia. Mereka riang gembira dan senang. Tua-muda, perempuan-laki-laki, anak-anak-dewasa sedang menikmati keriangan menyaksikan dua film yang ditayangkan perdana di nagari itu.

Adalah Komunitas Seni Budaya KIEK Sungai Landia, IV Koto, Agam sebuah kelompok yang dibangun sebagai wadah rang mudo berkesenian dan berkebudayaan, berinisiatif memutar dua film, Ini Layanganku dengan sutradara Afrizal Harun, Produksi Komunitas Seni dan Budaya KIEK dan Bujang Paman sutradara Kurniasih Zaitun, merupakan Karya Seni Hibah DIPA tahun 2020 Institut Seni Indonesia Padang Panjang. Bujang Paman merupakan film dengan konsep garapan motion comic.  

Menurut Syukra Maulana, pemutaran dua film ini juga memperingati Hari Film Nasional yang jatuh di hari yang sama, 30 Maret 2021.

“Kami senang respons masyarakat sangat positif kendati diputar dalam masa pandemi Covid-19 dengan penerapan protol kesehatan, ratusan orang dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua turut hadir menyaksikan dua buah film yang mengangkat tema berpusat pada kearifan lokal budaya Minangkabau ini. Masyarakat sangat aprsiatif,” kata Syukra Maulana, salah seorang penggerak Komunitas Seni dan Budaya KIEK, yang juga alumni ISI Padang Panjang, Senin (5/4/2021)   

Menurutna, Komunitas Seni dan Budaya KIEK dalam programnya ke depan akan lebih banyak lagi mengangkat potensi budaya Minangkabau dengan tafsir kekinian.

Afrizal  Harun, sutradara ini Layanganku mengatakan, film pendek ini terinspirasi dari novel berjudul “Setangguh Batu Karang” karya Wilson. 

“Film pendek sederhana ini mengisahkan tentang aktivitas anak-anak yang gemar bermain layang-layang. Ada suka ria, kelakar, canda-tawa, bahkan ada pertengkaran di saat ada layangan salah satu di antara mereka putus talinya. Kisah ini sangat dekat dengan dunia anak-anak terutama di nagari dan pampung. Main layang-layang membuka lebih banyak kemungkinan anak-anak memahami nilai-nilai kebersamaan, kreativitas, dan kegembiraan. Ini makna utama film Ini Layanganku,” terang Afrizal Harun, aktor teater ini.

Proses produksi film Ini Layanganku seratus persen melibatkan anak-anak Nagari Sungai Landia.

“Mereka bermain sangat natural, alamiah, dan acting mereka apa adanya. Memang begitu yang dikehendaki film ini,” tambahnya.

Syukri Maulana, sebagai pelaksana produkdi Ini Layagangku, menjelaskan, secara tematik, film Ini Layanganku hanya menggambarkan kedekatan kakak beradik bernama Ahmad dan Syukri. Keakraban ini ditunjukkan melalui usaha Syukri membantu Ahmad membuat layang-layang untuk mengganti layang-layang Anto yang putus.

Usaha mereka berdua gagal, tetapi Syamsul dan Sofiah (orang tua Ahmad dan Syukri) akhirnya mewujudkan keinginan mereka membuatkan dua buah layang-layang sekaligus.

Ahmad yang ingin sekali memiliki dan bermain layang-layang sendiri, hanya bisa mengikuti Anto, berharap suatu saat ia akan diberi kesempatan untuk memegang tali layang-layang uang sedang tinggi di birunya langit. Usaha Ahmad tentu saja sia-sia. Pada suatu malam, ia meminta kepada Ayahnya agar dibuatkan layang-layang. Syukri (kakak Ahmad) tidak begitu suka bermain, ia sering di rumah di saat kedua orang tuanya mengilang tebu di "Baruang-baruang". Tali layang-layang Anto putus, ia memaksa Ahmad untuk menggantinya. Syukri dan Ahmad  berusaha membuat layang-layang dari siang sampai larut malam. Tetap saja gagal. Esok paginya, mereka berdua kaget karena sudah ada dua buah layang-layang tersangkut di dinding rumah.

“Durasi kurang lebih 10 menit, film Ini Layanganku yang minim dialog, diperkaya dengan kekuatan visual,” jelas Syukra Maulana.

Shooting film Ini Layanganku dilaksanakan pada pertengahan Februari 2021, melibatkan anggota dari Komunitas Seni Budaya KIEK dan para pegiat film dari Padang Panjang yang sudah memiliki pengalaman dalam produksi film, mengikuti festival film, termasuk bekerja sama dengan pegiat film nasional seperti Gangga Lawranta dan Yudi Leo.

Sementara, yang dipercaya untuk menggarap musik film-nya adalah Jumaidil Firdaus, seorang komposer, gitaris, dan salah satu personil grup musik Orkes Taman Bunga.

“Produksi film ini hasil kolaborasi dengan beragam wujudnya. Tidak pakai sponsor khusus.

Produksinya dibantu Kadai Kaos Tangkelek, Kopi Gadjah, Pratama Bangunan, Caffino, Alfa Tour & Travel, Kopi Rampah, Lapau Nasi & Palanta Sei Land, Sudut Payakumbuh, Multi Kreatif, Jumaidil Firdaus Project, Relarugi Foundation, Visual is Me, dan 145 Home

Sementara itu, motion comic yang digarap oleh Kurniasih Zaitun dan Olvyanda Ariesta, juga memberikan kontribusi yang menarik saat penayangan di Sungai Landia tersebut. Masyarakat, khususnya anak-anak yang selama ini hanya mengenal film kartun, animasi luar negeri yang diproduksi oleh Jepang, Malaysia, Amerika (WaltDisney), dan Korea, diperkenalkan dengan satu istilah disebut dengan Motion Comic.

“Istilah ini dipahami sebagai kombinasi dari berbagai elemen multimedia seperti gambar, teks, suara, digabung dengan pergerakan, sehingga membuat komik menjadi hidup (bergerak). Konten dan isi cerita diperkaya dengan budaya lokal Minangkabau sehingga film ini tak terasa lepas dengan dunia anak-anak. Kita garap semanariknya. Sangat kontekstual dengan hari ini,” terang Kurniasih Zaitun yang akrab disapa Tintun ini.

Motion comic atau komik gerak adalah bentuk animasi yang menggabungkan unsur-unsur buku komik cetak dan animasi. Panel individu diperluas menjadi gambar penuh sementara efek suara, akting suara, dan animasi ditambahkan ke karya seni asli.

Motion Comic berjudul Bujang Paman bertolak dari cerita rakyat Minangkabau, mengisahkan tentang kekejaman Raja Aniayo di nagari Koto Anau. Raja Aniayo merupakan sosok yang kejam, gemar berjudi, dan tidak memiliki perhatian kepada keluarganya.

Ia hanya memmentingkan dirinya sendiri. Sebagai raja, ia memiliki istri bernama Puti Bungsu. Putri Bungsu memiliki enam saudara, tetapi sudah lama pergi merantau. Mengetahui, keenam saudara Puti Bungsu yang hidup sukses, lalu Rajo Aniayo berusaha untuk menguasai harta dari saudara Puti Bungsu tersebut dengan cara meracuni mereka.

Setelah keenam saudara Puti Bungsu meninggal karena racun, seluruh harta diwariskan kepada Puti Bungsu. Rajo Aniayo meminta harta tersebut, tetapi tidak pernah dikabulkan. Raja Aniayo terus menerus meminta harta Puti Bungsu sampai suatu ketika harta milik Puti Bungsu telah habis. 

“Semua hartaku telah habis, semuanya telah kuberikan padamu.” kata Puti Bungsu. Raja Aniayo sangat marah pada Puti Bungsu karena sudah tidak bisa memberikan harta. Merasa sudah tidak bisa memberikan manfaat, Raja Aniayo kemudian memerintahkan para prajuritnya untuk membuang Puti Bungsu ke hutan.

Ternyata saat dibuang di hutan, Puti Bungsu sedang hamil. Di tengah hutan itu, Puti Bungsu hidup sendiri. Ia terpaksa memakan buah-buahan, umbi dan dedaunan yang ia dapatkan di hutan. Saat melahirkan, ia berjuang sendirian tanpa bantuan siapapun. Bayi laki-laki yang ia lahirkan diberi nama Bujang Paman. Keberadaan Puti Bungsu dan Bujang Paman mencuri perhatian hewan-hewan di hutan, akhirnya membantu mereka berdua.

Setelah Bujang Paman menginjak usia remaja, Puti Bungsu menceritakan tentang latar belakang kehidupan keluarga mereka. Hal itu, menguatkan keyakinan Bujang Paman untuk pergi merantau mencari pengalaman hidup dan ingin bertemu dengan ayahnya.

Diperjalanan ia bertemu dengan Mande Rubiah, bercerita banyak hal tentang dirinya dan ibunya. Mande Rubiah meminta agar Bujang Paman dan Ibunya tinggal bersama Mande Rubiah. Permintaan tersebut dipenuhinya. Tetapi, keinginan untuk merantau dan bertemu dengan ayahnya tidak bisa dielakkan.

Ia tetap pamit kepada ibunya dan Mande Rubiah untuk pergi merantau. Di Muaro Paneh ia bertemu dengan seorang perempuan kaya raya bernama Puti Reno Ali. Kejujuran Bujang Paman sangat diapresiasi, sehingga Puti Reno Ali memberikannya modal untuk membangun usaha dagang.

Di momen inilah, akhirnya ia bertemu dengan Ayahnya sendiri yaitu Rajo Aniayo di Solok. Rajo Aniayo bersama para prajuritnya merampas seluruh harta Bujang Paman, lalu mereka membuang Bujang Paman ke tengah hutan setelah dianiaya.

Harimau datang menghampiri Bujang Paman, lalu mengobatinya. Ia kembali menemui ayahnya, sehingga terjadi pertarungan sengit yang mengakibatkan Raja Aniayo tewas ditangan anaknya sendiri yaitu Bujang Paman.

Akhirnya, rakyat mengangkat Bujang Paman sebagai Raja menggantikan ayahnya, lalu menikahi Puti Reno Ali. Ia membawa Puti Bungsu dan Mande Rubiah untuk tinggal di Istana.

Motion Comic yang digarap kolaborasi antara Kurniasih Zaitun dan Olvyanda Ariesta ini mendapat apresiasi dari public Sungai Landia.

“Kisahnya akrab sama kehidupan masyarakat,” kata Tintun. SSC/AH



BACA JUGA